Tolong, Akuilah!

Aku memilih untuk tidak membahas masalah Fathir di meja makan bersama kakek. Ini akan membuatku semakin pusing dan tidak bisa berpikir jernih. Apalagi, ibu juga akan mengetahui kejadian ini. Itu sama saja melukai perasaannya. Dia sangat percaya pada Fathir dan menyukai pria itu. Aku tidak ingin membuat kepercayaan ibu padanya menjadi rusak.

Aku harus menemui Fathir sekarang. Semuanya harus selesai karena drama yang sedang kami lakukan akan terus berjalan sampai waktu yang sudah ditentukan.

Ku tekan bel apartemen Fathir. Tak ada jawaban dan juga reaksi dari dalam. Tanpa banyak berpikir, aku membuka pintunya dengan memasukkan kode yang ku buat sendiri.

"Fathir!" seruku sambil berteriak.

Pria itu menyahut pelan dari dalam kamar. "Ya." Dengan rambut yang masih acak-acakan, dia keluar menemuiku.

Aku menghela napas sejenak, kemudian duduk di sofa. "Aku ingin bicara serius tentang masalah ini," ucapku tanpa basa-basi.

Fathir mengusap wajahnya dengan sebuah handuk. Setelah itu, dia berjalan menuju dapur. Mungkin dia sedang menyiapkan sesuatu.

"Aku tidak ingin menuduhmu, tetapi semua bukti yang ditunjukkan oleh kakek itu benar," ucapku sembari mengintip pria itu dari ruang tamu.

Fathir masih diam. Tak berapa lama, dia sampai di ruang tamu dengan dua kaleng minuman dingin di tangannya.

"Tentang pembelian mobil dan sewa apartemen, aku memang salah karena menggunakan namamu. Namun, aku tidak menggunakan uang perusahaan untuk membeli itu semua. Aku menggunakan tabunganku," ungkapku dengan lugas.

"Kalau begitu, di mana kesalahanku? Bahkan, aku tidak tahu bahwa semua transaksi itu adalah perbuatanmu," balas Fathir dengan tenang.

"Kau membeli barang-barang mewah untuk seorang wanita. Itu adalah kesalahanmu," ucapku dengan bibir yang mulai bergetar.

"Barang-barang mewah? Untuk wanita? Ah, omong kosong apa yang sedang kau bicarakan, Alesha?" sanggah Fathir dengan senyum sinis di wajahnya.

Alesha mendengus. "Aku tahu ini adalah pertama kalinya kau memiliki semuanya di sepanjang hidupmu. Uang, harta, dan juga martabat. Aku tidak ingin menyinggung identitasmu yang sebenarnya, tetapi kurasa kau telah melakukan kesalahan."

Fathir mengernyitkan dahinya dan memandangku dengan tajam.

"Bisa saja kau tergiur dengan semua kemewahan yang ku berikan dan ingin menikmatinya sebelum semuanya ku hentikan," kataku sembari melirik Fathir.

Fathir berdiri. Dia menunjuk wajahku dengan penuh amarah. "Aku memang seorang tunawisma, miskin, dan yatim piatu, tetapi aku punya harga diri. Kau pikir aku akan menginjak-injak harga diriku dengan hartamu itu? Kau yang memilihku untuk melakukan pekerjaan ini, bukan aku!" serunya.

Aku menelan ludah. Wajahnya yang penuh dengan amarah membuatku sedikit takut. Aku takut Fathir akan melakukan hal-hal yang tak terduga padaku. Dengan cepat, aku bangkit dari sofa. "Kau hanya perlu mengakui kesalahanmu agar kakek mengampunimu dan mengembalikan pekerjaanmu."

Fathir menarik lenganku dengan kasar. "Aku lebih memilih berhenti dari pekerjaan itu daripada harus mengakui kesalahan yang tidak pernah ku lakukan."

Aku meringis kesakitan, tetapi Fathir menghiraukanku.

"Sudah ku duga dari awal bahwa wanita kaya sepertimu tidak akan pernah punya empati pada orang lain," ucap Fathir dan mengempaskan lenganku dengan keras.

Aku memegang lenganku yang semakin sakit. Ku tatap wajah Fathir yang sudah memerah.

"Aku akan berhenti dan membatalkan kontrak kerja sama kita. Ku harap semuanya sudah selesai." Fathir berjalan menuju kamarnya.

"Kau tidak bisa memutuskan kontrak ini secara sepihak. Semuanya harus sesuai dengan perjanjian," ucapku sambil berteriak dengan keras pada Fathir.

"Aku tidak peduli," bantah Fathir dengan sebuah teriakan.

Aku terdiam. Tak ada kata dan tak ada jawaban yang dapat ku berikan. Apakah sandiwara ini akan berakhir sampai di sini?

Mira tiba dengan tepat waktu di kafe biasa. Dia memandangku dari arah pintu dengan sendu. Seketika, dia berlari dan memelukku dengan erat.

"Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana, Mir?" ucapku dalam pelukan sahabatku itu.

Mira mengelus punggungku dengan lembut. "It's okay. Semuanya akan berlalu, Sayang."

Aku menangis sejadi-jadinya. Hatiku benar-benar hancur. Kepercayaan yang sudah ku berikan pada Fathir harus rusak berantakan karena kesalahan yang tak ingin diakuinya.

"Apa yang dilakukan Kakek sudah benar," ucap Mira dengan tenang setelah melepas pelukannya dariku.

Aku masih menangis.

"Itu adalah hukuman untuk seorang pengkhianat. Memangnya kau masih menyukai Fathir?" tanya Mira.

Aku mulai senggugukan. Aku ingin mengatakan semuanya pada Mira tentangku, tentang Fathir, dan tentang hubungan ini.

"Mungkin kau memang masih menyukainya. Namun, ada baiknya kau pikirkan lagi perasaanmu. Kau tidak takut, kalau Fathir akan mengulang kesalahannya?" Mira menatapku dengan serius.

Aku mengangkat kepalaku dan membalas tatapan Mira. "Sebenarnya... sebenarnya... aku ingin mengungkapkan sebuah kebenaran."

Mira mengernyitkan dahinya. Aku yakin dia mulai penasaran.

"Fathir is not my boyfriend. Dia hanya seseorang yang aku sewa untuk menjadi kekasihku," ucapku mengungkapkan kebenaran ini dengan sangat hati -hati.

"What? Ini bukan bohong, kan?" Mira memelototiku.

Aku menggeleng. "Aku melakukannya karena tidak ingin dijodohkan. Aku bertemu dengan Fathir dan kupikir dia pasti mau membantuku. Sebagai imbalannya, aku memberikannya pekerjaan di perusahaan Syalem. Aku tidak menyangka, kalau dia akan melakukan kebodohan ini dan membuat rencana kami gagal," ujarku.

Mira menelan ludahnya. "Kau tahu apa yang kau lakukan ini salah, Lea?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menghentikan perjodohan ini, Mir."

Mira mengusap punggungku dengan lembut.

Tiba-tiba, Fiska yang berdiri di pintu sejak tadi, menghampiriku dan Mira. "Tebakanku benar. Kau tidak mungkin memiliki seorang kekasih semudah itu, Lea."

Aku tertegun. Begitupun dengan Mira.

"Aku sudah merasakan sesuatu yang mencurigakan saat kau mengenalkan Fathir pada kami, tetapi aku masih menahan perasaan itu. Sekarang terbukti, kan, bahwa pria itu memang bukan pria baik dan tidak pantas untukmu?" ucap Fiska dengan tegas.

Aku mulai menangis lagi. Kali ini air mataku mengalir dengan sangat deras, sehingga membuat wajahku basah.

"Apa kau mulai menyukai Fathir, Lea?" tanya Mira setelah melihatku menangis tersedu-sedu.

"Ak-aku... aku...."

"Untuk apa lagi kau mempertahankan pria itu? Dia sudah mengkhianatimu dengan mencuri uang perusahaan dan memberikannya pada wanita lain, Lea," ujar Fiska memotong kalimatku.

"Fiska, saat ini Fathir belum mengakuinya. Bisa saja dia memang sedang dijebak," sanggah Mira dengan tenang.

"Dijebak? Siapa yang menjebaknya? Hei, dia itu seorang gelandangan dan yatim piatu. Dia pasti tergiur dengan harta yang dimiliki Alesha. Makanya, dia menggelapkan uang perusahaan untuk memenuhi keinginannya. Kau tahu, kan, bagaimana rasanya jadi orang kaya?" ucap Fiska dengan penuh semangat.

Aku masih diam di tempat dan memandang sahabatku satu-persatu.

"Tapi aku melihat Fathir tidak seperti itu. Aku yakin dia adalah pria yang baik, walaupun dia bukan orang kaya seperti kita." Mira melirikku sembari mengelus punggungku dengan lembut.

"Alah, kau tahu apa, sih, tentang laki-laki? Kau tidak ingat bagaimana kau dibohongi oleh pria tampan yang kau bilang baik hati itu? Kalian terlalu mudah untuk dirayu dan dibodohi oleh pria seperti Fathir," tukas Fiska dengan wajah yang memerah.

Aku masih terus menangis dan tidak peduli dengan perdebatan antara Mira dan Fiska.

"Lebih baik kau tinggalkan saja Fathir," ucap Fiska lagi.

"Lalu, bagaimana dengan kontrak itu? Alesha sudah membuat perjanjian dengannya, kan? Apalagi kakek juga akan mengulang perjodohan itu lagi," kata Mira dengan sangat serius.

Fiska mengangkat kepalanya. "Mau tidak mau, kau harus menerima perjodohan itu, Lea."

"Tidak segampang itu, Fis. Alesha tidak mengenal pria itu."

"Oh, ya? Bagaimana dengan Fathir? Dia juga tidak mengenal pria gelandangan itu sebelumnya, kan?" Fiska menyunggingkan senyum sinis ke arahku dan Mira.

Fiska benar. Aku juga tak mengenal Fathir pada awalnya, tetapi seiring berjalannya waktu, sebuah rasa telah tumbuh di hatiku untuk pria itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!