Kakek Memulai Pertempuran

Ibu menghadang ku di depan pintu. Dia menatapku dengan sebuah kebimbangan yang tampak dari sorot matanya.

Aku mencoba tenang dan segera memalingkan wajahku ke arah lain.

"Kau sudah dengar?" tanya Ibu dengan nada yang lembut.

Dahiku mengerut. "Tentang apa, Bu?"

Ibu mendengus. "Kakek akan mengundang mereka ke rumah."

"Apa? Maksud Ibu adalah pria yang akan dijodohkan denganku?" tanyaku meyakinkan kembali pernyataan ibu barusan.

Ibu mengangguk. "Siapa lagi, kalau bukan dia?"

Aku mengembuskan napas perlahan-lahan. "Kenapa secepat itu, sih? Aku, kan, sudah bilang bahwa aku juga punya pilihan sendiri."

Ibu menggenggam jemariku dengan erat. Kemudian, dia merangkul lenganku dengan hangat. "Ibu tidak bisa berbuat apa-apa, Sayang. Kau tahu, kan, semua aturan di keluarga ini adalah wewenang kakek. Aku dan ayahmu hanya menjalankan semua aturan itu, termasuk kau," ucap Ibu dengan lugas.

Aku diam.

"Ibu yakin kau pasti bisa bertahan dengan pilihanmu. Ibu akan terus mendukungmu, Nak," ujar Ibu dengan sangat antusias.

Setengah jam berlalu, setelah aku mencoba menenangkan pikiranku. Berendam di dalam bath up berisikan air hangat dengan aroma mawar yang wangi, membuat ubun-ubunku terasa ringan. Ini di luar logikaku. Mengapa kakek bertindak dengan sangat cepat? Apakah dia hanya pura-pura menerima pendapatku waktu itu?

Ruang makan di lantai bawah sudah berisik. Sepertinya kakek dan yang lainnya sudah berkumpul di sana. Aku baru saja mengikat rambutku ke atas dengan pita berwarna ungu, sebuah pita yang ku temukan di pasar malam saat bertemu dengan Fathir. Ah, aku jadi ingat lagi dengan pria itu. Bukannya kami sudah berjanji akan bertemu pagi ini di apartemenku? Oh, tidak, aku harus segera berangkat ke sana.

Dengan tergesa-gesa, aku menuruni anak tangga menuju ruang makan. Ku lihat Bik Amna, asisten rumah tangga yang sudah sepuluh tahun bekerja di sini, memandangku sambil tersenyum. Dia adalah satu-satunya orang yang paling mengerti tentangku.

"Telat lagi, Non?" tanya Bik Amna saat aku sudah berada di anak tangga terakhir paling bawah.

Aku mengedipkan mata sebelah kiri ke arahnya sambil tersenyum. "Sarapanku sudah siap, kan, Bik?" tanyaku tanpa menjawab pertanyaannya barusan.

Bik Amna mengangguk. "Sudah saya letakkan di meja makan, Non," jawabnya.

Aku mengangguk dan segera melangkah

menuju ruang makan.

Langkah kasarku terdengar oleh ibu. Dia menoleh ke belakang dan memelotot ke arahku. Aku segera mengerti apa maksud dari tatapan tajam itu.

"Good morning," sapaku dengan penuh semangat. Aku tahu ini bukan waktu yang tepat untuk berpura-pura karena isi piring kakek sudah habis, artinya dia sudah selesai makan dan aku terlambat.

Ayah tersenyum. "Good morning, Sayang," jawabnya dengan semringah.

Aku mengangguk pelan. Ayah adalah orang yang selalu menyelamatkanku dari keadaan gawat seperti saat ini.

"Ayo, sarapan! Kau akan ke kantor hari ini, kan?" tanya Ayah sembari menarik kursi di sampingnya dan menyuruhku untuk duduk.

Aku duduk di samping ayah. "Iya, tetapi akan sedikit telat, Ayah."

Ibu menatapku dengan tatapan aneh.

"Oh, memangnya ada apa?" tanya Ayah.

Aku memutar kedua bola mataku ke atas, ke kiri, ke kanan, dan ke bawah, untuk mencari jawaban yang tepat. "Um, aku ada janji dengan Fiska dan Mira."

Ayah hanya mengangguk.

Tiba-tiba, terdengar dengusan panjang dari kakek. Dia melirikku. "Kenapa kau baru turun sekarang? Bukankah kau tahu bahwa kita sarapan tepat jam tujuh pagi? Sekarang kau tahu ini jam berapa?" tanyanya dengan mata melotot.

Aku menunduk. Ku tarik piring yang ada di depanku. Aku tidak ingin berdebat dengan kakek.

"Kalau kau seperti ini terus, perusahaan kita tidak akan berkembang," ucap Kakek dengan ketus.

Aku mendelik dan segera mengangkat kepalaku. "Apa hubungannya, Kek?" tanyaku dengan heran.

Kakek tersenyum sinis. "Pemimpin perusahaan terlambat datang ke kantor, sementara dia mewajibkan semua karyawannya untuk datang tepat waktu. Apakah itu namanya professional?"

Aku menghela napas. Sudah ku bilang, aku tidak ingin berdebat dengan kakek. Seharusnya aku diam saja dan menerima semua omelannya.

"Kau harus menanamkan kedisplinan di dalam dirimu sendiri sebelum kau meminta orang lain untuk disiplin dan mengikuti aturanmu. Itu baru professional," tukas Kakek dengan sangat tegas.

Aku mengangguk pelan. "Maafkan aku, Kek. Aku kelelahan sampai-sampai terlalu nyenyak dan kesiangan," ucapku.

Kakek menatapku. "Perusahaan ini Kakek bangun dari titik nol, Alesha. Kakek harap kalian menjaganya dengan baik agar perusahaan ini semakin berkembang. Makanya, Kakek selalu meminta kalian untuk serius dan fokus terhadap perusahaan."

Aku kembali mengangguk. Apakah kakek masih menganggapku tidak serius menjalankan perusahaannya? tanyaku dalam hati.

"Lihat ayahmu! Apa yang bisa dilakukannya sekarang setelah menghancurkan keuangan perusahaan?" Kakek setengah berteriak sembari memandang ayah.

Ayah hanya diam.

Aku melirik ayah dengan iba. Kejadian itu sudah setahun berlalu, tetapi kakek masih saja mengungkitnya. Apakah dia tidak berpikir bagaimana perasaan ayah yang terus-menerus

disalahkan? Ini juga bukan sepenuhnya salah ayah karena ayah tidak ikut dalam pertemuan itu. Namun, rasanya aku juga sudah sangat lelah untuk berdebat dengan kakek tentang hal ini.

"Luangkan waktumu beberapa bulan ke depan

untuk tidak pergi ke mana-mana!" seru Kakek sembari menghapus sisa makanan yang

masih menempel di sudut bibirnya.

"Kenapa, Kek?" tanyaku pura-pura tidak tahu dengan rencana kakek.

"Panji dan keluarganya akan datang ke sini untuk berkenalan denganmu," jawab Kakek tanpa ekspresi.

"Kek, aku, kan, sudah bilang, kalau...."

"Tidak ada penolakan!" bantah Kakek tanpa mendengar penjelasanku.

"Aku tidak menolak, tetapi aku sudah bilang, kan, bahwa aku punya pilihan sendiri dan Kakek juga menerimanya. Lalu, kenapa sekarang Kakek menyuruhku menerima undangan makan malam itu?" tanyaku dengan suara bergetar.

"Kakek tidak bilang menerima pilihanmu. Kakek hanya menyuruhmu membawa pria itu ke hadapan Kakek. Namun, sampai hari ini kau tidak juga melakukannya," jawab Kakek dengan santai.

Ku hempaskan tubuhku ke sandaran kursi dan memandang kakek, ayah, dan ibu secara bergantian. "Aku akan segera membawanya, tetapi Kakek harus menunda acara makan malam itu."

Kakek tertawa. Nadanya seperti mengejekku sekarang. "Seorang Ahmad Ghad Syalem paling pantang untuk menunda sesuatu. Apalagi, mengingkari sebuah janji."

Ku kepal kedua tanganku dan memukul meja dengan sangat emosi. "Baiklah. Aku siap bertempur dengan Kakek!" seruku.

Ibu menjerit. "Alesha!"

"Aku tidak tahu kenapa hidupku harus terikat dalam aturan aneh di rumah ini. Aku juga punya hak, Kek," ucapku. Rengekan ini keluar begitu saja dari dalam hatiku. Mungkinkah aku sudah di

titik terendah dalam hidupku sekarang?

"Kakek sudah memberimu hak di rumah ini, tetapi kau juga harus melakukan kewajibanmu," ucap Kakek tidak ingin kalah dalam perdebatan ini.

"Kewajiban apa lagi, Kek? Aku sudah menjadi pewaris perusahaan seperti yang Kakek inginkan. Aku merelakan masa remajaku hilang begitu saja hanya demi perusahaan ini. Sekarang Kakek masih menuntut aku untuk melakukan kewajiban lain?" Aku mencoba mengeluarkan semua keresahan hatiku pada kakek dan berharap dia mendengarnya.

Kakek hanya diam. Kemudian, dia bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkan meja makan. "Kakek paling tidak suka dengan penolakan. Kau mengerti, kan?"

Aku terduduk lemas. Ku pandangi piring yang masih berisi nasi yang sama sekali belum ku sentuh. Selera makanku hilang. Tanpa ku sadari, air mataku menetes.

Ibu segera mendekapku dengan erat. "Sabar, ya, Sayang. Ibu akan selalu berada di sampingmu, Nak. Ibu tidak akan membiarkanmu menanggung beban lagi."

Aku senggugukan. Menahan air mata agar tidak tumpah ternyata sangat menyakitkan. Namun, aku tidak bisa menangis. Mental sekuat baja yang sudah terlatih sejak kecil tidak membiarkanku menjadi wanita lemah sekarang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!