Setelah siaran kemarin mengudara, ekskul penyiaran menarik lebih banyak pendengar. Siaran Tepi Senja mulai dikenal oleh banyak siswa. Mulai banyak siswa yang menyapa mereka untuk sekedar bertegur sapa.
Tentunya ini semua merupakan sesuatu yang baru untuk mereka terutama untuk Luan. Dapat dikenal dan mendapatkan pujian dari orang asing adalah sesuatu yang tak biasa baginya, namun ia cukup merasa senang.
Mata pelajaran terakhir di hari Jumat untuk X - TKJ 2 adalah praktikum membuat kelas Luan pulang sedikit lebih lambat dibandingkan dengan kelas lainnya.
Tentu saja suasana sekolah sudah mulai lenggang, tak banyak aktivitas yang dilakukan oleh warga sekolah. Luan sudah terbiasa dengan suasana sepi seperti ini. Suasana yang membuatnya nyaman, kesunyian yang damai.
Selagi murid lainnya berdesakan saling berebut untuk keluar dari lab komputer, sementara itu Luan masih saja terduduk dihadapan komputer. Luan enggan untuk berdesakan baginya itu hanya membuang-buang energinya lebih baik baginya untuk menunggu sampai sepi.
Luan mencoba mencari keberadaan Rigel, namun sepertinya Rigel sudah menggunakan langkah kilat miliknya.
"Gila, cepet banget tuh anak ilang nya," gumam Luan.
Setelah dirasa sudah tak banyak murid yang menghalangi pintu, Luan langsung bangkit dari duduknya dan bergegas untuk pulang. Untuk sampai ke gerbang sekolah Luan harus melewati Lab Bahasa, salah satu jalan yang paling dihindari oleh siswa/i lainnya karena dikenal dengan rumor adanya penampakan hantu yang suka menjahili para siswa/i terutama saat berjalan sendirian.
Luan tak terlalu peduli dengan adanya rumor itu, selama tak terjadi pada dirinya sendiri. Saat hampir melewati Lab Bahasa, Luan melihat ada seorang siswi yang sedang duduk sendirian di depan Lab Bahasa.
Luan sama sekali tak curiga dengan apa yang ia lihat karena meskipun sekolah sudah sepi lampu Lab Bahasa itu masih menyala pintunya pun sedikit terbuka.
Mungkin saja dia merupakan salah seorang perwakilan dari English Club yang akan mengikuti lomba pidato Bahasa Inggris seperti yang Luan dengar dari Rigel.
Rigel bercerita bahwa setiap perwakilan yang akan mengikuti lomba diharuskan mengikuti latihan khusus sepulang sekolah.
"Siarannya bagus," siswi itu membuka obrolan, suaranya pelan namun dapat terdengar dengan jelas.
Luan menengok ke arah siswi itu seraya berterimakasih karena telah memberikan pujian kepadanya, namun Luan tidak melihat siapapun duduk disana.
Luan yakin apa yang ia lihat dan dengar tadi nyata, namun ia tak mengerti mengapa siswi itu tiba-tiba menghilang. Saat sedang mencerna apa yang terjadi tiba-tiba saja ia merasakan adanya sentuhan di pundaknya, Luan sudah bersiap untuk melihat sesuatu yang mengerikan jika ia membalikan badannya.
"Kamu temennya Sienna kan? Kenapa bengong disini?" tanya Max memastikan Luan baik-baik saja.
"Bengong?" Luan kebingungan dengan apa yang terjadi.
"Iya tadi pas lewat aku liat kamu bengong disini sendirian, aku panggil-panggil tapi kamu sama sekali gak gerak." Max menjelaskan apa yang ia lihat.
"Ah mungkin aku lagi cape aja, makasih ya." Luan berterima kasih kepada Max karena telah menolongnya. Jauh didalam hatinya ia bertanya-tanya apa yang terjadi pada dirinya.
Saat melihat ke arah Lab Bahasa sekali lagi, lampunya mati bahkan pintunya sudah di gembok. Itu artinya siswi yang ia lihat tadi?
Seketika Luan bergidik ketakutan, rumor yang tak pernah ia pedulikan ternyata datang menemuinya.
***
Hari yang ditunggu untuk memenuhi janji akhirnya datang juga Rigel dan Talia memutuskan untuk memulai ekskul penyiaran lebih pagi agar mereka dapat menghadiri kegiatan English Club. Karena kebetulan mereka berdua lolos seleksi awal untuk menjadi perwakilan lomba pidato Bahasa Inggris.
Seolah mendapat durian runtuh, mereka langsung menemukan cerita yang menarik dan rasanya jarang ditemui pada cerita horror sekolah. Setelah mereka menyelesaikan tugas, mereka langsung menghubungi Luan dan Sienna.
Rigel dan Talia menghabiskan sisa hari itu dengan tenang, karena mereka dapat menjalankan dua ekskul sekaligus dengan lancar.
"Latihan? Kita gak ada latihan kok pas hari Jum'at. Orang perwakilan lombanya juga baru diumumin besok." Rigel memotong Luan yang sedang bercerita mengenai apa yang terjadi pada hari Jum'at.
"Asli na?" Luan memastikan apa yang ia dengar.
"Asli na." Rigel mengangguk sambil menggoyangkan tangan disekitar daun telinga.
Sepanjang jalan menuju ruang siaran mereka berjalan dalam diam. Sesampainya di ruang siaran Luan yang melihat naskah siaran hari itu terlihat terkejut.
"Yuk mulai," ajak Rigel kepada Luan karena alarm miliknya telah berbunyi, yang artinya saat ini tepat jam lima waktunya Tepi Senja mengudara. Luan mengangguk sambil menyimpan naskah dihadapan Rigel.
Luan mulai menyalakan microphone yang ada dihadapannya dengan perlahan.
"Sampurasun, wilujeng sonten Baraya Kata. Tepang deui sareng Radio Sora 44,4 FM. Kumaha damang Baraya Kata? Ketemu lagi di program Tepi Senja yang bakal nemenin kita semua selama 30 menit ke depan. Bersama saya Luan dan Rigel yang akan menjadi teman cerita kalian sore ini."
"Hari ini kita akan menceritakan pengalaman horror sekolah yang dikirim oleh Kang Brian ke email Tepi Senja. Pengalaman ini membuat hidup Kang Brian berubah total. Penasaran dengan kisahnya? Langsung saja kita dengar ceritanya."
Luan mulai menyentuh audio mixer yang ada di hadapannya, dan langsung memelankan suara microphone miliknya dan memasukan backsound yang telah mereka siapkan. Rigel mulai bercerita dengan antusias.
"Hari ini aku akan menceritakan kisah yang akan mengubah hidupku. Sebenarnya aku bukanlah seseorang yang diberkati dengan kelebihan untuk bisa merasakan apalagi melihat mereka, aku hanyalah murid SMA biasa seperti kalian.
Aku tergolong siswa yang pintar di kelasku, mata pelajaran favoritku adalah matematika dan berbagai mata pelajaran sains lainnya. Aku sangat menguasai mata pelajaran hitungan dan lemah terhadap mata pelajaran Bahasa.
Sebenarnya aku tak terlalu memusingkan hal itu, karena sebagai manusia sungguh sangat wajar bukan memiliki kelemahan? Orang tua ku juga tidak mempermasalahkan soal itu.
Namun lain halnya dengan guru Bahasa Belanda ku, ia selalu mengatakan bahwa aku terlalu malas saat berada di kelasnya, ia selalu membandingkan aku pada saat berada dikelasnya dengan "kepintaran" ku pada mata pelajaran lain.
Benar di sekolah ku terdapat mata pelajaran khusus yaitu Bahasa Belanda aku tak tau pasti apa alasannya, mungkin karena sekolahku merupakan salah satu sekolah peninggalan zaman kolonial.
Meskipun begitu aku selalu memilih tempat duduk didepan, karena mataku buram bila aku duduk di bangku bagian belakang.
Hingga hari itu aku tiba, aku terlambat memasuki Lab Bahasa. Semua bangku dibarisan depan nampaknya sudah terisi, aku langsung menuju ke bangku bagian belakang toh aku sekarang sudah memakai kacamata jadi aku tak perlu takut buram lagi.
Karena Bu guru belum datang aku mengisi waktu luang itu dengan mengobrol bersama teman-teman yang lain. Tak lama kemudian Bu guru masuk ke Lab Bahasa, entah mengapa aku ingin terus melihat ke sudut ruangan.
"Heh, kamu ya Brian malah tidur di jam pelajaran saya. Mentang-mentang jam pelajaran terakhir, sudah kamu jangan duduk dibelakang lagi, ayo pindah ke depan. Itu kamu, tukeran sini sama Brian." Tiba-tiba Bu guru ada di sebelah ku dan menegurku, anehnya aku sama sekali tak merasa tertidur.
"Ta ... tapi ..." Belum sempat aku membela diriku Bu guru langsung memotong ucapan ku.
"Sudah, cepat pindah."
Aku pun menurut tanpa membela diri ku. Entah mengapa setelah mendapat teguran itu aku justru jadi lebih fokus dan dapat memahami pemahaman dengan lebih mudah. Aneh bukan?
Di beberapa pertemuan setelahnya pun sama, bahkan sekarang aku mendapat nilai yang jauh dari nilaiku sebelumnya pada pelajaran Bahasa Belanda.
Aku sering mendapat pujian dari guru Bahasa Belanda ku, katanya itu berkat duduk di depan jadi aku lebih fokus menyerap pelajaran yang ia berikan, menurutku itu sedikit tidak masuk akal karena sejak awal pun aku selalu duduk di depan namun hasilnya tetap buruk.
Teman-teman menanyaiku bagaimana caranya aku bisa mendapatkan nilai bagus seperti itu dengan instan? Aku mengatakan yang sejujurnya, aku tak tau bagaimana ini bisa terjadi. Sayangnya mereka tak percaya dengan apa yang ku katakan, dan menganggap aku pelit.
Pada pertemuan terakhir semester pertama, kelas Bahasa Belanda kami berlangsung sedikit lebih lama dari biasanya. Hari itu kami pulang ketika langit mulai memanggil matahari untuk kembali.
Karena malas berdesakan dengan anak lainnya aku menunggu keadaan lebih sepi. Aku menjadi siswa terakhir yang berada di Lab Bahasa, itu artinya kewajibanku untuk mengunci pintu dan menyerahkannya pada Bu guru.
Sebelum aku mengunci pintu aku melihat dari kejauhan ada seorang pria Belanda kelihatannya tidak muda namun belum terlalu tua berjalan mendekatiku.
"Halo, ada yang bisa saya bantu?" tanyaku mencoba membantu.
"Boleh saya ikut dengan kamu?" Katanya dengan logat khas bule. Aku diam sejenak, ikut dengan kamu? apa maksudnya? mungkinkah dia mencari guruku? Ah pasti dia datang mencari Bu guru.
"Tentu, mari saya antar." Aku tersenyum seraya membuka tangan ke depan. Setelah mengatakan itu tak terdengar jawaban apapun darinya. Rupanya ia sudah hilang entah kemana.
Aku yang panik karena tak pernah mengalami hal seperti itu sebelumnya, tentu langsung mengeluarkan jurus langkah seribu alias kabur dari sana. Saat aku berlari samar-samar ku dengar, "Dank je wel" yang artinya terimakasih.
Mendengar itu aku berlari semakin kencang hingga sampai di ruang guru. Aku langsung memberikan kunci Lab Bahasa kepada Bu guru dengan napas terengah-engah. Bu guru terlihat khawatir ketika melihat kondisiku yang seperti itu, ia bertanya apa yang terjadi? Aku pun menceritakan semua yang ku alami.
Diluar dugaan Bu guru tak terlihat terkejut mendengar ceritaku, justru ia yang membuatku terkejut dengan mengatakan, "Katanya di sekolah ini memang ada salah satu hantu Belanda yang suka membantu para siswa/i yang kesusahan dalam pelajaran Bahasa Belanda, kalau tidak salah namanya Dominic dulunya beliau seorang guru di sekolah ini pada zaman kolonial. Beliau meninggal ketika sedang mengajar dibunuh oleh tentara Jepang."
Setelah mendengar itu aku jadi menyimpulkan, nilai bagus yang ku dapat mungkin saja bukan karena aku fokus melainkan hasil dari bantuannya. Tapi itu sama sekali bukan masalah bagiku. Justru aku sangat berterimakasih karena dia telah membantuku mendapatkan nilai yang bagus.
Sejak saat itulah kita selalu bersama, aku sama sekali tidak terganggu dengan kehadirannya. Sejauh ini tak ada kejadian yang janggal yang aku alami. Karena ia tak pernah menampakkan dirinya selain kejadian di depan Lab Bahasa tempo hari."
"Jadi itulah cerita dari Kang Brian temen-temen, pengalaman yang sangat menarik ya, kira-kira kalo kalian jadi Kang Brian apa yang akan kalian lakukan?
Menurut kalian cerita kali ini menakutkan atau menyenangkan? Terimakasih untuk Kang Brian yang telah mempercayakan kami untuk menceritakan kisahnya.Tak terasa sudah hampir 30 menit Tepi Senja menemani Baraya Kata ya. Untuk Baraya Kata yang ingin ceritanya diceritakan di Tepi Senja seperti Kang Brian bisa langsung mengirimkan cerita ke email kita Soratepisenja@gmail.com terimakasih sampai ketemu lagi minggu depan, Assalamualaikum."
Luan mematikan microphone dan melepaskan headphone nya, Rigel tersenyum lebar dan mengacungkan jempolnya mereka berhasil menyelesaikan siaran dengan baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments