"Tumben Luan belum dateng." Sienna mencoba membuka pintu ruang siaran yang masih terkunci, lalu celingak-celinguk mencari Luan. Karena Luan tak kunjung datang Sienna memutuskan untuk melangkahkan kaki ke taman sekolah sambil menunggu kedatangan Luan.
Sienna menggunakan waktu luang yang ia punya untuk menunggu Luan dengan mengeluarkan buku yang ia bawa sambil mengenakan earphone kedalam telinganya. Hingga tak sadar Luan telah sampai, saat sedang menghayati buku dan lagu yang sedang ia dengarkan ia melirik ke arah pintu ruang siaran yang sedikit terbuka.
"Luan kamu kapan datengnya?" tanya Sienna didepan pintu ruang siaran.
"Hah ... Sienna kamu tuh suka banget ya ngagetin orang." Luan memegang dadanya yang naik turun dengan cepat. Sienna memegang kepalanya sambil tersenyum tipis seraya masuk ke dalam ruang siaran.
"Maaf ya aku telat, tadi aku lupa matiin aplikasi sebelum berangkat." Luan berkata dengan lembut.
"Santai aja Luan, maaf aku ngagetin kamu terus ya. Oh iya Ayah udah baikan Luan?" tanya Sienna.
"Udah kok, udah bisa narik lagi malah." Luan berseri-seri ketika membahas tentang ayahnya.
"Syukurlah, eh tapi kok katanya kamu narik dulu?" Tanya Sienna kebingungan.
"Iya, kalo akhir pekan yang narik emang aku. Sengaja biar Ayah bisa istirahat." Luan menjelaskan dengan santai. Sienna mengangguk merasa kagum pada Luan yang senang hati membantu ayahnya.
"Karena hari ini kita cuma berdua gimana kalo kita bagi tugas aja? Satu orang unggah siaran sama cek kinerja akun kita yang satu pilih cerita sama bikin naskah?" Sienna mencoba membagi tugas untuk mereka berdua agar dapat bekerjasama dengan lebih efisien.
"Boleh," kata Luan sambil mengangguk.
"Kamu mau ngerjain yang mana?" Sienna menanyakan pilihan temannya.
"Aku yang mana aja deh, kalo kamu mau yang mana?" Luan malah membalikan pertanyaan itu pada Sienna.
"Kalo boleh aku mau unggah siaran sambil cek kinerja akun kita."
"Boleh, kayanya seru juga sesekali pilih-pilih cerita." Seru Luan bersemangat, Luan mulai menyalakan komputer milik ekskul penyiaran.
Mereka mulai fokus dengan tugas mereka masing-masing namun di tengah kesunyian itu Luan tiba-tiba bertanya, "Oh iya, kemaren kelas kamu kenapa? Heboh banget kayaknya."
"Oh itu, ada yang main jelangkung di kelas terus ada yang kerasukan gitu." Jawab Sienna sambil fokus mengerjakan tugasnya.
"Main jelangkung? Emang ada ya orang aneh yang berani main jelangkung di sekolahan?" Luan menghentikan jarinya yang tengah mengetik.
"Tau tuh, geng si Sandra." Ucap Sienna.
"Sandra, yang kirim cerita ini maksudnya?" tanya Luan sambil menunjuk ke monitor.
"Cerita? Mana-mana coba liat." Sienna heboh saat tau Sandra mengirimkan cerita. Memang selama ini Sandra adalah anak populer yang selalu di banggakan oleh sekolah karena sering memenangkan berbagai macam lomba di bidang olahraga, meskipun perilakunya sedikit congkak dan suka merendahkan siswa lain yang tak sepaham dengannya.
Termasuk Sienna dan Talia, akhir-akhir ini mereka menjadi bahan olokan mereka karena siaran horror yang ekskul penyiaran lakukan. Memang Sandra tak percaya dengan hal-hal semacam itu. Ia menganggap cerita-cerita yang dibawakan oleh ekskul penyiaran, hanya omong kosong belaka.
Saat membaca email dari Sandra, Sienna dan Luan begitu terkesiap dengan apa yang mereka baca. Berulang kali mereka menggelengkan kepala sambil menutupi mulut mereka.
"Gila sih ini." Kata Luan sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Sumpah," timpal Sienna.
Email yang dikirimkan oleh Sandra lumayan panjang, namun di akhir ceritanya ia meminta untuk menyamarkan nama-nama orang yang terlibat termasuk dirinya.
"Naskahnya udah selesai?" tanya Sienna.
"Sedikit lagi, kalo kinerja akun kita gimana?" Luan bertanya seraya meregangkan otot-ototnya.
"Perkembangan akun kita cukup bagus, siaran kita sebelumnya sudah seratus tiga ribu kali didengarkan dan enam puluh tujuh ribu tanda suka, pengikut kita juga sudah bertambah jadi seratus dua puluh tujuh." Sienna menjelaskan panjang lebar.
Luan menganggukkan kepalanya, seraya berhenti mengetik dan mulai mencetak naskah yang sudah ia selesaikan, "Kalo siarannya udah selesai diunggah?"
"Lima persen lagi, tumben nih WiFi cepet." Jawab Sienna.
"Oh iya Luan, pulangnya kamu bisa anterin aku ngga? Pake Drive now?" tanya Sienna.
"Bisa dong." Luan mengangkat jempolnya sambil tersenyum kecil.
Mereka menyelesaikan tugas masing-masing dan mulai membereskan ruang siaran, setelah mengunci pintu ruang siaran mereka langsung bergegas pulang.
Saat sedang memanaskan motor mereka bertemu dengan pak Mamet yang sedang berkeliling.
"Pak, keliling?" Sienna mencoba berbasa-basi. Sedangkan Luan mulai menurunkan pijakan kaki motornya.
"Iya dong, memastikan agar kondisi lingkungan aman. Kalian kalo diliat-liat makin lengket aja nih kaya prangko, adeuh." Kata Pak Mamet sambil tersenyum jahil.
"Ih apaan sih pak, pulang dulu pak mari." Kata Sienna sambil mulai naik ke motor Luan, sedangkan Luan hanya diam saja.
Saat Sienna sudah naik ke motornya Luan pun pamit sambil menganggukkan kepalanya, "Pulang dulu pak mari." Disusul oleh anggukan kepala Sienna.
***
Rabu malam Sienna habiskan dengan tenang, karena ia bisa menghabiskan sisa Minggu ini dengan bebas karena tak perlu melakukan siaran, yang sepenuhnya sudah menjadi kewajiban Rigel dan Talia.
Keesokan harinya saat sudah mendekati jam pulang sekolah Talia mencolek punggung Sienna dari belakang, otomatis Sienna memutar posisi duduknya kebelakang, "Kenapa Li?"
"Bener, Sandra kirim cerita ke Tepi Senja Na?" Talia bertanya sambil berbisik takut ada yang mendengar obrolan mereka.
Sienna mengangguk mengkonfirmasi pertanyaan Talia sambil berbisik, "Tapi dia pengen identitasnya disamarkan."
"Ngomong-ngomong semenjak kejadian itu dia kok absen terus ya? Andre juga sakit sejak saat itu, terus temen-temen nya yang pada ikut mainin jelangkung juga jadi pendiem banget." Talia keheranan.
"Entahlah, kayaknya sih ada kaitannya sama cerita yang dia kirim." Sienna berbisik pelan.
"Pokoknya, good luck ya Talia. Aku bakal dengerin siaran kamu sama Rigel hari ini." Ucap Sienna memegang lengan Talia seraya keluar dari kelas karena bel pulang sekolah sudah berbunyi.
"E ... e .... eh kok langsung pulang?" mulut Talia terbuka keheranan. Saat sampai di pintu kelas Sienna sempat berbalik ke arah Talia dan melambaikan tangannya. Talia membalas lambaikan tangan dari Sienna seraya bangun dari duduknya dan bergegas ke ruang siaran.
Disana sudah ada Rigel yang sedang membaca naskah siaran hari ini sambil menggelengkan kepalanya.
"Dah lama nunggunya?" Tanya Talia sambil menarik kursi.
"Baru sekitar tiga menit lah." Kata Rigel sambil menggoyangkan telapak tangannya namun tak menatap wajah Talia, ia masih memandangi naskah itu dengan seksama.
"Lagi baca apa sih, serius banget kayaknya?" Tanya Talia sambil mencari tahu apa yang sedang Rigel baca.
"Baca naskah buat siaran hari ini." Ucap Rigel sambil menggelengkan kepalanya.
Tak berselang lama alarm jam tangan Rigel berbunyi tepat pukul lima sore. Waktunya mereka melakukan siaran. Mereka segera duduk dan menyalakan microphone, saatnya Tepi Senja siap mengudara.
"Sampurasun, wilujeng sonten Baraya Kata. Tepang deui sareng Radio Sora 44,4 FM. Daramang Baraya Kata? Siapa nih yang udah kangen sama Tepi Senja? Kita balik lagi nih mengobati rasa rindu Baraya Kata semua, dan pastinya siap nemenin kalian selama 30 menit ke depan. Bersama saya Rigel dan Talia yang akan menjadi teman cerita kalian sore ini."
"Khusus hari ini kita akan menceritakan pengalaman horror sekolah yang dikirim ke email Tepi Senja oleh seseorang yang meminta identitasnya untuk disamarkan. Sebut saja Teteh Rosa, semua tokoh yang terlibat juga identitas nya sudah kami samarkan. Hmm ... jadi penasaran ya? Langsung saja kita dengar ceritanya."
Rigel mulai menyentuh audio mixer yang ada di hadapannya, dan langsung memelankan suara microphone miliknya dan memasukan backsound yang telah mereka siapkan. Talia sedikit terlihat gugup, namun sepertinya ia mulai sedikit terbiasa menjadi seorang penyiar. Ia menarik napas dalam-dalam seraya menenangkan diri lalu menyalakan microphone dan mulai bercerita.
"Aku tau ini semua salahku, seharusnya aku tak pernah mengajak kalian semua memainkan permainan yang aku anggap bodoh ini. Semua ini bermula ketika, aku melihat konten-konten penelusuran tempat terbengkalai dan cerita-cerita horror, menurutku itu semua hanyalah omong kosong belaka.
Sampai akhirnya aku melihat konten sekelompok remaja yang sedang memainkan jelangkung. Memang di video itu terlihat cukup seram, namun karena aku memang tak mempercayai hal-hal semacam itu menurutku itu semua hanya settingan.
Tanpa berpikir panjang aku mengajak teman-teman ku untuk memainkan permainan itu, untuk membuktikan bahwa hal-hal mistis seperti itu hanyalah mitos. Awalnya mereka menolak ajakan ku dengan alasan takut, namun aku bersikeras membujuk mereka dan sedikit mengejek mereka. Pada akhirnya merekapun luluh dan sedikit terbawa emosi, tanpa basa-basi sepulang sekolah kami langsung memainkan jelangkung di aula sekolah.
"Udahlah Sa, kita pulang aja yuk." Ucap Alga.
"Pulang aja sendiri." Aku membentak Alga sambil membelakanginya. Alga terlihat lesu duduk di hadapan ku sambil menekuk wajahnya.
Karena tidak ada seorang pun yang pernah memainkan jelangkung sebelumnya kami cukup kebingungan bagaimana caranya untuk memainkan permainan itu. Kami memainkan jelangkung sambil melihat tutorial yang ada di youtube dengan boneka seadanya yang dibuat menggunakan alat tulis kami.
Mulanya kami tertawa terpingkal-pingkal saat memainkannya karena tak terjadi apapun. Tapi Alga terlihat murung, mungkin dia masih marah kepadaku. Saat kami membacakan mantra pembuka permainan itu, ku lihat tangan yang ada pada boneka jelangkung buatan kami bertambah. Ada sepasang tangan pucat diantara kami.
Ku edarkan pandanganku ke sekeliling teman-temanku, jumlah kami bertambah. Aku ingat betul kami memainkan permainan itu dengan lima orang pemain. Akan tetapi sekarang kami ada enam orang, aku melihat ke arah mereka akan tetapi tak ada seorang pun yang menyadarinya. Saat aku ingin memastikan hal itu sekali lagi, yang ku lihat adalah sesosok pria berambut panjang dengan kepala yang terbalik tangan mengarah ketanah, tubuhnya kayang.
Posisinya tepat disebelah Alga, otomatis aku melepaskan genggaman ku pada boneka itu. Semua temanku keheranan, aku yang bersikeras untuk memainkan permainan ini namun aku juga yang pertama menghentikan permainan ini. Karena aku memiliki harga diri yang tinggi tentu saja aku ingin melindungi egoku dengan mengatakan, "Pulang aja yuk bosen, lagian gak kejadian apa-apa juga."
Meskipun terlihat kebingungan, mereka semua setuju dengan keinginan ku. Kami bergegas untuk pulang, Alga terlihat sangat pucat. Saat Alga berjalan didepan ku, yang ku lihat adalah sosok pria tadi sedang menggelantung terbalik dibelakang bahu Alga.
Aku berusaha mengabaikan apa yang kulihat hingga sampai ke rumah. Ku kira aku akan aman karena berada di rumah, nyatanya tidak. Sejak pulang sekolah aku selalu merasa diawasi, aku merasa hidupku tak tenang. Saat aku berusaha keras memejamkan mata terdengar bunyi gedoran pintu berulangkali. Aku yang tak tahan dengan bunyi itupun membuka pintunya meskipun aku sendiri ketakutan, perlahan celah pintu yang ada dihadapan ku melebar, cahaya dari luar masuk kedalam kamarku. Hantu pria terbalik yang ku lihat tadi mondar-mandir di depan kamarku, merangkak di tembok menuju langit-langit yang ada tepat di atas ku lalu menghilang.
Aku terduduk lemas saat melihat itu, rasanya aku tak bisa merasakan kakiku, suara yang ada pada diriku pun tak dapat ku keluarkan sedikitpun.
Disekolah teman-temanku nampak sangat lelah, beberapa diantara mereka terlihat pucat mereka semua mengatakan bahwa mereka mendapatkan teror dari hantu pria terbalik. Hantu yang sama yang telah meneror ku, tetapi tetap saja aku berusaha untuk menutupi apa yang terjadi kepadaku. Alga mengatakan bahwa itu semua bisa terjadi karena kami melakukan permainan itu dengan jumlah orang yang ganjil dan belum "mengembalikan" hantu itu karena belum mengucapkan salam perpisahan. Satu-satunya cara kami agar dapat hidup tenang kembali adalah dengan memberikan salam perpisahan kepada hantu itu. Aku sedikit lega karena aku tak melihat adanya hantu pria terbalik pada bahu Alga.
Demi mendapatkan kembali kehidupan yang tenang kami terpaksa memainkan permainan itu lagi. Salam perpisahan hampir kami ucapkan, namun sebelum kami dapat mengatakan salam itu tiba-tiba saja boneka itu bergerak sendiri tanpa kendali dan kami semua dapat melihat sosok hantu pria terbalik itu merangkak dari langit-langit dan melompat kearah Alga dan merasukinya.
Seketika kami menjauh dari sana, kami ketakutan tak berdaya. Cukup lama kami melihatnya tersiksa seperti itu, hatiku teriris melihatnya. Hingga akhirnya ia mendapatkan pertolongan dari salah satu guru dan dilarikan ke UKS.
Sedangkan kami mendapatkan interogasi, dan digiring ke ruang guru untuk mendapatkan nasehat lanjutan. Sejujurnya aku tak terlalu ingat apa yang terjadi selanjutnya, seolah ada orang lain yang mengendalikan tubuhku. Aku tersadar disamping jalan, aku hampir tertabrak untung saja ada orang yang menolongku dan orang itu adalah orang yang selalu aku olok-olok.
Mereka bahkan menungguku agar aku dapat pulang dengan selamat, aku minta maaf dan sungguh
berterimakasih karena telah menyelamatkanku.
Ku kira inilah akhir dari teror ini nyatanya semua belum berakhir teror darinya masih berlangsung, bahkan rasanya untuk sekedar memejamkan mata pun aku tak sanggup, penyakit Alga bertambah parah. Tak ada lagi yang ingin melakukan permainan itu. Haruskah aku menyelesaikan salam perpisahan ini sendirian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments