Pertemuan

Ting

Suara ponsel milik seorang lelaki yang tengah fokus menatap layar monitor dihadapannya.

"Widih siapa tuh yang ngechat pak ketu," ucap lelaki ikal disampingnya.

 "Sienna nih Lix." Goda Atlas, sambil sedikit mengangkat layar ponselnya.

"Sienna? Ngapain? Pasti nanyain urang kan?" cecar Felix sambil tersenyum lebar.

"Idih pede banget, kayaknya dia tau maneh yang mana juga gak Lix. Dia minta ketemuan nih. Ada yang mau diomongin katanya, apa dia mau nembak ya?." Atlas masih saja menggoda temannya itu.

"Sembarangan, kayanya ada sesuatu yang penting deh sampe dia ngajak ketemu gitu." Ucap Felix sambil memegang dagu nya.

"Iya juga sih, apa terjadi sesuatu di ekskul penyiaran? Urang tanya aja deh," ucap Atlas sambil mengetik pesan di ponselnya.

"Weh bener, ada masalah nih kayaknya ekskul penyiaran. Maneh mau ikut ngga nih ketemu Sienna." Ajak Atlas sambil menyenggol lengan temannya.

"Dengan senang hati, ketemu Sienna cuy," ujar Felix dengan senyum sumringah.

 

***

Sementara itu di lab komputer Sitta sedang menjalani praktikum persiapan uji kompetensi saat menerima pesan dari Sienna.

Berbeda dengan Atlas justru Sitta seperti sudah mengerti apa yang akan dibicarakan oleh Sienna.

***

Melihat balasan Sitta Sienna sedikit kaget, bagaimana bisa Sitta tau apa yang akan dibicarakan olehnya, padahal mereka sama sekali belum bertemu dan Sienna yakin tak ada satupun yang mengetahui permasalahan ini selain ekskul penyiaran, OSIS dan kesiswaan itu sendiri.

Melihat balasan dari seniornya itu Sienna merasa sedikit senang karena bisa menceritakan apa yang menimpa ekskul penyiaran. Setidaknya beban yang membebani pundaknya itu akan terasa lebih ringan karena di tanggung besama-sama. Bersamaan dengan itu Atlas juga membalas pesan Sienna ia mengatakan bahwa dirinya bisa menemui Sienna pukul setengah lima sore. Tentunya Sienna yang melihat pesan dari Atlas dan Sitta sangat bersemangat karena keduanya dapat dia temui di waktu yang bersamaan sesuai apa yang dia inginkan. Semesta sungguh sedang berada dipihaknya.

Tanpa basa-basi Sienna langsung membalas pesan dari keduanya, mengajak mereka untuk bertemu di kafe yang ada di samping sekolah mereka.

***

“Cie yang mau ketemu gebetannya,” ucap Atlas sembari memasukan perlengkapan miliknya kedalam tas.

Felix yang mendengar candaan teman nya itu tidak merespon apapun dia justru memasang wajah masam.

“Dih masa mau ketemu gebetan cemberut gitu.” Goda Atlas sambil menyenggol lengan teman nya itu.

“Si Mamah pengen dibeliin Martabak 55 Las, maneh tau sendiri penuhnya kaya apa. Jadi urang gak bisa sama ketemu Sienna.” Felix tak semangat.

***

Setelah bel pulang sekolah berbunyi Sienna bergegas membereskan barang-barang miliknya. Ia menengadahkan kepalanya ke arah jam dinding yang ada dihadapannya.

“Masih jam empat,” gumam Sienna lega. Itu artinya ia masih memiliki waktu 30 menit untuk memikirkan apa yang akan ia sampaikan kepada Atlas dan Sitta yang akan segera ia temui.

Sesampai nya di kafe Sienna langsung menyimpan tasnya dan mengeluarkan dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran. Ia mencoba membaca kembali dokumen yang ada di tangannya.

Tak terasa 30 menit sudah berlalu dari ujung pintu terlihat seorang lelaki bertubuh berisi berjalan mendekati meja yang Sienna duduki.

“Na udah lama nunggu nya?” ucap Atlas sembari duduk disamping Sienna.

“Gak kok kang, baru bentar.” Kata Sienna sungkan.

“Jadi ekskul penyiaran kenapa Na?” tanya Atlas.

“Gini kang …”

Dari arah depan nampak perempuan berambut pendek menoleh ke kanan-kiri mencari keberadaan Sienna. Sienna yang melihat itu pun langsung melambaikan tangannya.

“Bentar ya kang aku jelasinnya barengan sama Teh Sitta, biar sekalian hehe.”  

“Kalian udah lama nunggunya?” tanya Sitta seraya menarik kursi yang ada dihadapan Sienna.

“Baru juga duduk teh.” Kata Atlas

“Akang Teteh mau pesan makanan atau minuman dulu?  Biar aku pesan kan,” tawar Sienna sambil mengangkat tubuhnya dari kursi.

“Gak usah Na, Teteh juga gak bisa lama-lama udah ini  Teteh ada les.”

“Orang sibuk emang beda ya Na,” canda Atlas sambil mengangkat alis tebalnya itu.

Meskipun mendengar candaan dari juniornya itu Sitta hanya mengabaikannya dan justru bertanya kepada Sienna, “Ada masalah apa Na di ekskul penyiaran?”

“Gini Kang, Teh sebelumnya aku mau minta maaf karena gak bisa menangani masalah ini sendiri. Padahal ini udah jadi tanggung jawab aku selama Akang dan Teteh gak bisa ngawasin ekskul penyiaran. Dua hari lalu ekskul penyiaran dipanggil sama kesiswaan, katanya udah gak ada harapan lagi buat mempertahankan ekskul penyiaran dengan kata lain ekskul penyiaran mau di bubarin, Kang Teh. Tapi karena aku hanya penanggung jawab sementara jadi aku minta  waktu untuk ngobrolin masalah ini sama ketua ekskul. Maka dari itu aku ngajak Akang Teteh selaku ketua dan mantan ketua ekskul penyiaran untuk diskusi masalah ini. Ini ada dokumen administrasi yang harus ditandatangani dan diserahkan ke kesiswaan yang lagi aku cari celahnya Kang Teh.” Sienna menjelaskan sambil menyerahkan dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran.

Atlas tampak terkejut mendengar apa yang menimpa ekskul penyiaran, ia tak percaya ekskul yang baru ia tinggalkan sebentar mendapatkan masalah sebesar ini.

“Sienna kamu jangan ngerasa bersalah, ini sama sekali bukan salah kamu ini masalah besar yang memang seharusnya kita tanggung dan cari bersama jalan keluarnya,” Atlas mencoba menenangkan Sienna.

“Iya Na, betul kata Atlas kamu jangan merasa bertanggung jawab atas sesuatu yang diluar kuasa kamu. Dan lagi ini bukan pertama kalinya kesiswaan mau bubarin ekskul penyiaran.” Kata Sitta menenangkan Sienna

“He … “ Atlas dan Sienna kaget mendengar fakta yang ada dari Sitta.

“Kok bisa Teh?” tanya Sienna.

“Alasannya sih karena ekskul penyiaran gak punya guru pembimbing, tapi aku juga gak tau alasan pastinya kenapa tapi menurut rumornya sih, karena sesuatu yang terjadi di ekskul penyiaran sepuluh tahun lalu.” Sitta menjelaskan apa yang ia ketahui kepada Sienna dan Atlas.

“Loh kok Teteh gak pernah cerita, aku baru tau loh,” tanya Atlas keheranan.

“Ya, orang gak pernah nanya.” Jawab Sitta datar.

“Terus gimana caranya ekskul penyiaran bisa bertahan Teh?” tanya Sienna penasaran.

“Waktu itu kebetulan ada guru baru yang masuk dan jadi guru pembimbing ekskul penyiaran,” jawab Sitta singkat.

“Pak Salim Teh?” tanya Atlas dan Sienna.Sitta mengangguk mengiyakan pertanyaan mereka.

“Katanya Pak Salim itu alumni ekskul penyiaran angkatan sepuluh tahun lalu,” sambung Sitta

“Jangan-jangan Pak Salim tau sesuatu yang terjadi sepuluh tahun lalu, makanya dia milih pergi dari sekolah ini,” kata Atlas curiga,

“Udahlah, lagipula itu cuma rumor mendingan sekarang kita cari cara buat mempertahankan ekskul penyiaran,” ucap Sitta sembari mulai membaca dokumen administrasi pembubaran ekskul penyiaran. Diikuti dengan anggukan kedua juniornya itu. Setelah mencari-cari poin yang dapat menjadi celah untuk mempertahankan ekskul penyiaran mereka menemukan beberapa poin yang mungkin dapat mereka gunakan.

“Halaman satu poin dua, kegiatan Ekstrakulikuler ini memiliki peminat yang banyak. Mungkin ini bisa dipake.” Ucap Sitta sambil menunjuk dokumen itu.

“ Yah Teh, boro-boro banyak peminat orang taun ini yang masuk ekskul penyiaran cuma lima orang itupun udah keluar satu,” kata Atlas sambil mengangkat bahunya.

Sitta memegangi dahinya untuk sesaat dan kembali membaca dokumen itu.

“Halaman satu poin tiga, kegiatan Ekstrakulikuler ini rutin dilaksanakan.” Ucap Sitta sambil menunjuk dokumen itu lagi.

“Kalo itu sih rutin Teh, Cuma kita gak ngapa-ngapain.” Jawab Sienna sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

“Gak apa-apa yang penting sekarang kita udah punya satu poin.” Sitta menanggapi ini semua dengan pikiran yang tenang.“Halaman dua poin satu, kegiatan Ekstrakulikuler ini selalu membuat produk dalam setiap semester. Kayaknya poin ini bisa diusahakan deh.” Kata Sitta dengan optimis

“Mungkin bisa Teh, kalo satu poin ini bisa berhasil kemungkinan poin yang lain juga akan terpenuhi,” ucap Sienna bersemangat.

“Tapi kalian mau bikin produk apa?” tanya Sitta.

“Kamu masih inget dasar-dasar penyiaran yang Akang ajarin ke kalian waktu semester satu? Gimana kalo kalian bikin siaran sendiri aja.” Atlas memberikan ide.

“Ide bagus Kang Atlas, nanti aku coba obrolin sama temen-temen. Makasih ya Akang, Teteh sudah meluangkan waktu untuk ngobrol sama aku. Bantuin cari jalan keluar untuk masalah ini.Tapi kalo boleh aku minta tolong ya Akang, Teteh anggota senior yang lain jangan dulu tau masalah ini ya, takutnya mereka jadi panik.” Sienna berterimakasih kepada kedua seniornya itu.

Mereka sudah berada diujung obrolan karena mereka sudah menemukan solusi untuk mempertahankan ekskul penyiaran. Merekapun mulai beranjak dari duduknya, dan melanjutkan perjalanan mereka masing-masing.     

 

 

 

 

 

 

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!