Siaran Pertama

"Sienna kamu gimana sih kemaren? Ngingetin aku biar gak gegabah tapi kamu sendiri yang gegabah," keluh Rigel sambil mengerucutkan bibirnya.

"iya nih, kamu grasak-grusuk banget sih ngambil keputusan nya." Talia mendukung pernyataan dari Rigel.

"Maaf ya temen-temen, abisnya kalo gak kayak gitu aku takut Bu Millie berubah pikiran. Takut efek hipnotis dari Rigel ke Bu Millie luntur. Nanti kalo keburu sadar, yang ada kita tambah dipersulit lagi. Jadi aku iyain aja deh," ucap Sienna sambil tersenyum lebar.

Begitulah Sabtu pagi yang dihabiskan oleh ekskul penyiaran untuk mengawali kegiatan ekstrakurikuler mereka.

"Yaudah, karena kita udah beres bikin opening sama closing buat siaran kita, kita cukupkan sampai disini kegiatan ekskul hari ini. Terimakasih untuk temen-temen yang sudah berpartisipasi." Ucap Sienna.

"Yaelah Na, formal banget. Orang kita cuma berempat ini," kata Talia sambil menepuk bahu Sienna.

"Iya Sienna, santai aja kali," Rigel menambahkan.

Sienna yang mendengar ucapan Talia dan Rigel pun tersipu, "Kebiasaan." Ucapnya malu-malu.

"Berarti kita mulai siarannya Kamis depan ya?" tanya Luan.

"Iya, kita masih punya waktu lima hari buat promosi. Nanti jangan lupa ya promosi ke ekskul kalian yang lain ya, ke grup kelas grup angkatan, pokoknya ke semua kenalan kalian deh biar kita punya banyak pendengar," kata Sienna bersemangat.

"Email kita juga, kita promosiin?" Luan bertanya lagi.

"Iya lah, kalo gak gimana caranya kita dapet narasumber?" seru Rigel.

Luan mengangguk menyimak obrolan mereka, namun ia tak bisa menahan rasa ingin taunya, "Kalo gitu berarti, jadwal ekskul kita juga berubah?"

"Lah iya, gak kepikiran loh." ucap Talia.

"Oh iya, aku lupa jelasin ini. Untung Luan nanya jadi aku bisa jelasin. Kita siaran setiap Kamis, tapi kebijakan sekolah kan ekskul wajib diadakan dua kali seminggu, dan hari wajib ekskul hari Sabtu. Menurut kalian setiap siaran kita langsung unggah aja di aplikasi voice di hari yang sama, hari Sabtunya kita siapin materi buat siaran hari Kamis. Atau gimana?"

"Boleh sih, tapi kita cuma punya waktu buat siaran 30 menit, kalau untuk unggah di hari yang sama kayaknya waktunya gak cukup. Kamu tau sendiri lah WiFi sekolah kita secepet apa." Luan menjelaskan kendala yang mereka alami dan menawarkan solusinya, "Gimana kalo siaran di aplikasi voice nya kita pindahin ke hari Sabtu aja, biar waktunya panjang sekaligus biar buat siaran radio sekolah kita rame lagi. Kalo mereka mau denger siaran lebih cepet otomatis kan dengerinnya hari Kamis di radio sekolah. Itung-itung apresiasi juga buat yang dengerin langsung di radio sekolah."

"Berarti, hari Sabtu kita unggah siaran di aplikasi voice sama nyiapin materi buat hari Kamis gitu?" Tanya Talia.

"Iya Li, semoga berjalan lancar ya." ucap Sienna

***

Hari-hari silih berganti, Sabtu yang terlewati telah berganti Kamis di depan mata. Hari pertama untuk menata kembali harga diri ekskul penyiaran. Burung-burung mulai kembali ke sarangnya. Jalanan mulai padat, banyak yang ingin lewat untuk beristirahat. Saat semua siswa/i telah kembali ke rumah, ekskul penyiaran justru baru akan memulai program siaran mereka.

"Gimana, udah ada yang ngirim?" tanya Talia cemas.

"Belum Talia, belum ada satupun." Jawab Rigel sambil menatap layar monitor laptop miliknya.

"Duh gimana nih Na?" tanya Talia panik.

"Tenang-tenang, semalem aku baca thread yang trending di burung biru. Kita pake itu aja ya?" seru Sienna sambil menunjuk ke layar ponselnya.

"Mana coba liat." Ujar Talia sambil mengambil ponsel dari tangan Sienna, Luan dan Rigel pun ikut melihat ponsel milik Sienna.

"Gimana?" tanya Sienna sambil memajukan wajahnya.

Ketiganya mengangguk menyetujui solusi yang ditawarkan oleh Sienna.

"Jadi siapa yang mau jadi penyiar hari ini?" tanya Luan.

"Talia kamu mau gak?" tawar Sienna kepada Talia.

Talia menggelengkan kepalanya, "Aku belum siap kalo buat jadi penyiar pertama Na."

"Udah, kamu aja Sienna." Ucap Rigel sambil menunjuk ke arah Sienna.

"Boleh deh, satu lagi siapa? Rigel atau Luan?" tanya Sienna.

"Aku aja, aku siap kok." kata Rigel sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Yaudah langsung aja kita mulai yuk, udah mau jam lima sore," ajak Sienna sembari mengenakan headphone dan bersiap menyalakan microphone yang ada dihadapannya.

Tiba-tiba saja ada cahaya terang yang menyorot ruang siaran. Ternyata cahaya itu adalah cahaya senter yang dibawa oleh Pak Mamet, satpam sekolah mereka yang sedang berpatroli memastikan agar seluruh siswa/i sudah tidak berada di area sekolah.

"Kalian semua ngapain masih ada disekolah? Jam berapa ini? Pulang-pulang!" Seru Pak Mamet sambil menggoyangkan senter yang ia bawa.

Talia beranjak dari duduknya dan mendekati Pak Mamet, "Kita mau siaran pak, gak lama kok cuma 30 menit."

"Siaran... siaran apa?" ucap Pak Mamet kebingungan.

"Pokoknya kalian harus segera pulang," tambahnya.

"Tapi kita punya surat izin pak dari kesiswaan." Ujar Luan sambil menyerahkan surat pada Pak Mamet.

Setelah membaca surat yang diberikan oleh Luan, Pak Mamet pun berdecak kesal, "Yasudah, hanya 30 menit ya. Dan ingat setelah selesai matikan lampu dan kunci pintu ruangan ini, selain itu juga kalian jangan pulang lewat tangga pintas jika kalian nekat kalian sendiri yang menanggung akibatnya."

Kata pak Mamet sambil berlalu meninggalkan ruang penyiaran.

Siaran pertama ekskul penyiaran pun siap mengudara untuk pertama kalinya. Sienna menyalakan microphone yang ada dihadapannya dan mulai menyapa para pendengar, "Sampurasun, wilujeng sonten Baraya Kata. Tepang deui sareng Radio Sora 44,4 FM. Memperkenalkan program Tepi Senja yang bakal nemenin kita semua selama 30 menit ke depan. Bersama saya Sienna dan Rigel yang akan menjadi teman cerita kalian sore ini."

"Hari ini kita akan menceritakan kembali pengalaman horror sekolah yang dialami oleh Akang Darma yang langsung beliau ceritakan diakun burung birunya @darmaji_93h00, yang trending sampai hari ini. Langsung saja kita dengar ceritanya." Sienna mengacungkan jempolnya sebagai isyarat kepada Luan dan Talia agar memelankan suara microphone nya dan memasukan backsound yang telah mereka siapkan.

Rigel yang sudah bersiap sedari tadi pun mulai menyalakan microphone dan mulai bercerita, "Hari itu tak ada yang istimewa, seperti biasa sepulang sekolah aku bergegas pulang ke rumah. Setelah masuk kamar aku membuka tas ku untuk mencuci toperwar milik bunda, sedikit cerita aku bukanlah anak yang suka membawa bekal ke sekolah. Namun, sekolahku adalah salah satu sekolah Adiwiyata. Jadi kami diwajibkan untuk membawa botol minum dan kotak bekal sendiri. Saat melihat tas ku disana hanya ada laptop dan buku-buku pelajaran milikku. Ku coba untuk mengobrak-abrik tas ku berulang kali namun hasilnya nihil. "Sial... pake ketinggalan segala." ucapku kesal. Sepertinya aku lupa memasukan toperwar milik bunda, bisa mati aku kalo bunda tau toperwar kesayangannya ketinggalan. Tanpa basa-basi aku pun langsung memanaskan motor dan bergegas kembali ke sekolah untuk menjemput toperwar kesayangan bunda.

Aneh, saat itu tak ada siapapun yang berjaga di gerbang dan pos satpam. Tapi aku tak terlalu menghiraukan hal itu mungkin saja satpamnya sedang berpatroli, mengingat hari sudah mulai gelap.

Aku bergegas memarkirkan motorku dan berlari menuju kelas ku yang terletak di lantai dua. Sekolah ku terdiri dari tiga gedung dua lantai, yang dihubungkan oleh tiga tangga penghubung untuk menuju ke lantai dua. Kelas ku berada di gedung kedua yang mana posisinya berada tepat di tengah-tengah, dimana posisi tangga berdampingan dengan toilet. Untungnya tangga itu belum dikunci seperti kedua tangga lainnya, dengan buru-buru aku menuju kearah tangga. Ketika melewati toilet aku merasa ada seseorang di belakangku aku pun coba menengok ke arah cermin yang ada di depan toilet, tapi tak ada siapapun. Itu hanya perasaanku saja pikirku, tanpa menghiraukan perasaan itu aku dengan cepat menaiki tangga. Dengan cepat aku memasuki ruang kelasku, yang kebetulan belum dikunci.

Gelap, aku hampir tak dapat melihat apapun lagi-lagi perasaan itu kembali datang. Aku merasakan adanya kehadiran seseorang didekat ku, angin dingin yang berhembus membuat bulu kuduk ku berdiri. Tapi rasa takut itu seakan hilang ketika aku teringat kembali akan toperwar milik bunda. Aku meraih saklar dan menyalakan lampu, setidaknya aku tak terlalu merasa takut apabila keadaannya terang. Saat aku mengedarkan pandangan benar saja, ada toperwar kesayangan bunda di atas mejaku.

Dengan cepat aku meraih toperwar itu, namun saat aku akan meninggalkan kelas dan mematikan lampu. Samar-samar ku lihat ada seorang wanita yang sedang memperhatikanku dari ujung kelas. Karena merasa takut aku pun berlari keluar dari sana. Ketika mendekati tangga, aku tiba-tiba teringat. Bukankah hari ini tangga ini ditutup? Ah pasti pemeliharaannya sudah selesai, aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Memang di sekolah kami rutin diadakan pemeliharaan tangga, menurutku itu masuk akal karena murid di sekolah kami banyak mungkin saja membuat tangganya membutuhkan perawatan secara bertahap. Toh jika satu tangga di tutup kami masih bisa menggunakan tangga yang lain. Tapi tangga di gedung kedua ini paling sering ditutup untuk pemeliharaan dan selalu ada sesajen di tangga ini ketika sedang ditutup. Awalnya aku kira itu adalah tradisi yang masih dijalankan oleh warga sekolah, anehnya ketika pemeliharaan tangga lainnya tak ada satupun sesajen disana. Selagi aku memproses semua kejadian yang aku alami tiba-tiba aku merasakan adanya sepasang tangan dingin yang berada di punggung ku, akan tetapi aku tak berani untuk menengok kebelakang.

Seketika tangan itu mendorongku, aku yang panik karena tak sempat untuk menyeimbangkan tubuh pun jatuh dengan posisi tangan ke depan mencoba menghentikan tubuh ini. Sepertinya usahaku sama sekali tak membuahkan hasil, aku tetap terjatuh dan membentur sudut pagar penutup tangga. Tangan ku rasanya sakit sekali, kepalaku rasanya seperti diputar tujuh kali di tong setan. Saat itulah aku melihat kembali wanita yang memperhatikan ku di kelas, dengan rambut panjang terurai dan memakai seragam sekolah yang sama denganku, aku tak dapat melihat wajahnya karena tertutupi oleh rambut yang bisa ku lihat hanyalah seragamnya yang sudah lusuh.

Ia mendekatiku dan mencengkram tanganku dengan sangat keras, aku mencoba melawan tapi tubuhku rasanya kaku, tak bisa ku gerakan. Aku hanya bisa berteriak kesakitan hingga semua gelap, aku tak sadarkan diri."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!