Sabtu pagi terasa begitu sejuk, tak banyak siswa yang hadir pada hari ini. Hanya siswa/i yang mengikuti ekskul saja yang datang ke sekolah. Meskipun tak sebanyak pada hari biasa, suasana sekolah terasa hangat karena banyak siswa yang melakukan aktivitas baik didalam maupun diluar ruangan. Terdengar teriakan bahagia dari ruang siaran tempat berkumpulnya ekskul penyiaran, mereka terdengar begitu bahagia.
"Alhamdulillah, akhirnya ada email yang masuk." Sienna kegirangan.
"Alhamdulillah, akhirnya ada yang mau ngasih kepercayaan ke kita buat menceritakan kembali kisahnya, meskipun baru satu orang." Talia merangkul Sienna dengan erat.
"Semoga nanti makin banyak orang yang percaya sama kita dan menceritakan pengalamannya disini ya," sahut Luan sambil tersenyum tulus. Pagi itu hanya ada mereka bertiga, karena Rigel belum bisa bergabung bersama mereka. Kakinya masih belum pulih.
Mereka membaca email itu bersama-sama untuk memastikan bahwa email itu bukanlah email bodong.
Rasa ngeri menjalar begitu saja, padahal matahari masih bersinar terang. Narasumber cerita kali ini seusia mereka, menambah rasa keterkaitan itu begitu terasa. Setelah membaca email itu mereka teringat belum mengunggah siaran mereka di aplikasi voice. Butuh waktu satu jam untuk mengunggah siaran mereka.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 15.30 artinya momen yang ditunggu-tunggu yaitu jam pulang telah tiba. Anggota ekskul penyiaran bergegas mengemas barangnya kedalam tas dan bersiap menuju ke ruang siaran, tak terasa sudah hari Kamis waktunya ekskul penyiaran kembali membawakan program siaran Tepi Senja.
Sebelum mereka memulai siaran mereka terlebih dahulu memeriksa analisis data dari siaran yang telah mereka unggah di aplikasi voice. Mereka tak menyangka akan mendapatkan banyak pendengar pada siaran pertama mereka. Terlihat 100 pendengar dan beberapa tanda hati, namun belum ada yang mengomentari siaran mereka.
"Ih, Seneng banget ada yang denger siaran kita." Sienna kegirangan menunjuk layar ponsel milik ekskul penyiaran.
"Ada yang ngasih hati juga." Talia tak kalah girang.
"Berarti yang siaran hari ini Luan sama Talia ya," ucap Sienna.
"Cie, Luan siaran nih." Goda Rigel pada Luan.
"Lah." Luan kaget ketika mendengar pernyataan itu.
"Iya lah, Kamis kemaren kan aku sama Sienna udah. Sekarang giliran kamu sama Talia, gantian dong." Rigel memberikan penjelasan.
Mendengar pernyataan itu Luan dan Talia tak bisa menolak tugas ini, dan terpaksa menjalankannya.
Waktu hampir tepat pukul lima sore, itu artinya sudah saatnya Tepi Senja mengudara. Luan dan Talia mulai memasang headphone mereka, raut wajah mereka terlihat tegang. Luan mulai menyalakan microphone yang ada dihadapannya dengan perlahan.
"Sampurasun, wilujeng sonten Baraya Kata. Tepang deui sareng Radio Sora 44,4 FM. Kumaha damang Baraya Kata? Ketemu lagi di program Tepi Senja yang bakal nemenin kita semua selama 30 menit ke depan. Bersama saya Luan dan Talia yang akan menjadi teman cerita kalian sore ini."
"Hari ini kita akan menceritakan pengalaman horror sekolah yang dikirim oleh Teteh Mita ke email Tepi Senja. Pengalaman ini masih sangat berbekas dalam ingatan teh Mita, karena belum lama terjadi. Penasaran dengan kisahnya? Langsung saja kita dengar ceritanya."
Luan mengacungkan jempolnya dengan ragu sebagai isyarat kepada Rigel dan Sienna agar memelankan suara microphone nya dan memasukan backsound yang telah mereka siapkan.
Talia terlihat sedikit gemetar, naskah siaran yang ia pegang terlihat bergetar. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan mulai menyalakan microphone.
"Jumat siang yang panas, membuatku kegerahan. Ingin rasanya mata ini terpejam, rasa kantuk seakan bergelayutan di kantung mata ku. Namun rasa kantuk ku harus ku tahan karena sebagai seorang siswi kelas X salah satu SMK Negeri aku diwajibkan mengikuti keputrian, selagi siswa lainnya melaksanakan Salat Jumat.
Rasanya tak adil bagiku, mengapa hanya kelas X yang diwajibkan mengikuti keputrian? Jika ketahuan membolos pasti kami akan mendapat hukuman. Hari itu aku merasa malas sekali untuk mengikuti keputrian, aku berniat untuk pura-pura sakit saja. Tapi sepertinya siswi lain juga berpikiran sama denganku karena ku lihat UKS nya sudah penuh, semua ranjang sudah terisi.
Tak kehabisan akal aku pun meminta temanku untuk mengisi absen milik ku, sedangkan aku akan tidur di perpustakaan. Saat itu aku merasa itu adalah rencana terbaik yang pernah aku buat. Namun ternyata pilihan yang aku buat itu salah.
Aku berjalan seperti biasa memasuki perpustakaan, karena jika mengendap-endap justru akan membuatku terlihat mencurigakan. Saat itu aku tak melihat kehadiran Ibu penjaga perpustakaan, mungkin sedang istirahat makan siang?
Baguslah kalau begitu aku tak perlu khawatir dengan pertanyaan yang akan diajukan olehnya. Buru-buru aku melangkah ke rak buku paling kiri, karena disitulah tempat yang jarang didatangi. Ku ambil buku yang cukup tebal untuk menutupi wajahku yang terlelap. Aku tidur cukup lama, dan terbangun karena ponselku yang terus bergetar.
Rupanya itu temanku yang mengirimi pesan, mengabari ku untuk tetap diam di perpustakaan karena mata pelajaran selanjutnya kelasku akan belajar di perpustakaan. Aku cukup senang karena tak perlu kembali ke kelas, aku menyimpan buku tebal tadi kembali ke tempatnya.
Saat aku melihat sekeliling tampak banyak anak yang sedang membaca buku dengan sangat serius, anehnya mereka semua pucat. Rasanya wajah mereka begitu asing bagiku, tak ada satupun wajah yang aku kenali. Entah mengapa saat itu aku sangat ingin bertanya siapa mereka. Aku pikir, mungkin saja mereka seangkatan denganku dari jurusan lain yang belum pernah ku lihat sebelumnya.
Perpustakaan sekolah ku ini memang luas, sehingga cukup untuk beberapa kelas sekaligus.Tempat duduknya pun lesehan dengan karpet yang cukup nyaman menurut ku. Karena sedang sama-sama berada di perpustakaan di jam pembelajaran yang sama, mungkin saja kelas kami akan digabungkan pikirku. Aku mencoba menyapa salah satu dari mereka, toh jika nanti kelas kami akan disatukan bukankah kita sebaiknya berkenalan? Namun dia mengacuhkan ku.
Mungkin suaraku tak terdengar jelas, aku mendekatinya dan bertanya, "Kamu kelas apa?" Lagi-lagi tak ada jawaban. Aku mengulangi pertanyaan ku, dan tetap saja nihil dia bahkan tak bergeming sedikitpun. Tak putus asa aku mengulangi pertanyaan ku kembali, namun dengan suara yang lebih lantang. Serentak mereka semua menurunkan buku yang menutupi wajah mereka menatap dan melotot ke arahku. Dengan mata putih dan pupil hitam kecil, urat mata mereka kencang seolah akan menyembul keluar. Bibir mereka mulai terlihat melebar, mereka semua menyeringai ke arahku.
Keringat dingin mulai bercucuran dari tubuhku, tubuhku rasanya lemas sekali, meskipun begitu aku tak ingin hanya berdiam diri. Pokoknya aku harus keluar dari sini. Aku coba mundur perlahan menggunakan tanganku seketika orang yang ada di hadapanku memegang sebelah kakiku. Jantungku rasanya hampir copot. Ia mendekatkan wajahnya padaku dan berkata "Kelas Hantu!" sambil tertawa cekikikan hingga mulutnya hampir robek. Aku tak tau pasti apa yang terjadi selanjutnya. Yang pasti aku terbangun di UKS, kata temanku aku ditemukan oleh mereka terduduk di depan rak buku dengan tak sadarkan diri mata melotot lalu tersungkur ke lantai.
Badanku rasanya remuk, sepanjang sisa hari aku hanya bisa terbaring di ranjang UKS, akhirnya aku bisa tidur di UKS meskipun tidak sesuai dengan apa yang ku harapkan." Talia mengacungkan jempolnya dengan gemetar menandakan cerita yang dibawakannya telah selesai. Rigel dan Sienna kemudian memelankan backsound dan menaikan kembali volume microphone Luan.
"Jadi itulah cerita dari Teh Mita temen-temen, menakutkan dan membuat senam jantung ya. Terimakasih untuk Teh Mita yang sudah mempercayakan kami untuk menceritakan kisahnya. Dan buat temen-temen yang masih suka bolos keputrian, yakin masih mau bolos? Tak terasa sudah hampir 30 menit Tepi Senja menemani Baraya Kata ya. Untuk Baraya Kata yang ingin ceritanya diceritakan di Tepi Senja seperti Teh Mita bisa langsung mengirimkan cerita ke email kita
Soratepisenja@gmail.com terimakasih sampai ketemu lagi minggu depan, Assalamualaikum."
Luan mematikan microphone dan melepaskan headphone nya. Disambut oleh tepuk tangan Sienna dan Rigel yang sangat bangga terhadap teman-temannya yang sudah berjuang.
"Kalian hebat, keren banget." Sienna menepuk bahu Luan dan Talia dengan bangga.
"Sumpah, gila keren banget." Rigel menambahkan. Luan dan Talia merasa sangat bahagia mendapatkan pujian seperti itu mereka berdua tersipu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments