"Aroma minyak angin yang menyengat membuatku tersadar, aku sudah ada di pos satpam. Katanya aku ditemukan pingsan didepan tangga gedung kedua oleh cleaning service yang sedang membersihkan lantai bawah dengan keadaan tangan memar. Pak Satpam bertanya apa yang sedang aku lakukan sampai aku bisa ditemukan dengan keadaan seperti itu. Lalu aku menceritakan semua yang aku alami, ia menggelengkan kepalanya, "Gak mungkin kamu bisa naik ke lantai dua, semua tangga sudah dikunci sejak jam lima sore. Apalagi tangga gedung kedua, hari ini sedang dalam perawatan."
Jujur aku sangat terkejut saat mendengar hal itu, semua sudah dikunci? Jelas-jelas aku tadi menaiki tangga itu. Toperwar kesayangan bunda yang ku ambil jadi bukti bahwa aku tak berbohong, rasa ngilu dari tanganku kembali muncul, membuatku teringat akan wanita tadi, aku mencoba menanyakan hal itu pada Pak Satpam, bukannya jawaban yang aku dapati ia hanya diam seribu bahasa. Lalu ia menawarkan ku untuk diantar pulang olehnya, tentu saja aku terima karena saat ini aku tak bisa mengendarai motorku sendiri.
Keesokan harinya saat aku kembali ke sekolah dengan tangan patah, semua orang nampak sangat terkejut. Bagaimana tidak sehari sebelumnya aku baik-baik saja. Mereka terus menanyaiku apa yang terjadi, aku menceritakan apa yang terjadi kepadaku. Rumor-rumor terus berseliweran tentang aku dan tangga itu. Namun ada satu rumor yang tak bisa aku lupakan, mengenai hantu penunggu tangga gedung kedua. Katanya hantu itu adalah salah satu siswi di sekolahku dulu yang selalu menyendiri di tangga, karena mengalami perundungan bahkan sama sekali tak memiliki teman, karena mereka takut jiga mendekatinya mereka juga akan menjadi korban perundungan. Suatu hari saat ia sedang menyantap bekal makan siang, ia didorong oleh salah satu orang yang selalu mengganggunya. Ia jatuh dengan posisi kepala yang terbentur kencang, sehingga membuatnya tewas seketika.
Sejak saat itulah tangga itu menjadi angker. Ia selalu menjahili siswa/i yang melewati tangga itu, bahkan tak segan-segan untuk mencelakai mereka agar ia bisa jadikan 'teman' disana. Pihak sekolah tidak bisa menutup tangga itu begitu saja karena tangga itu merupakan akses jalan yang penting. Maka dari itu tangga kedua rutin dilakukan perawatan dan diberi sesajen, konon agar jiwa siswi itu menjadi tenang dan tidak menggangu.
Meskipun hal itu rutin dilakukan entah mengapa selalu ada siswa yang mengalami kecelakaan di tangga itu, bahkan tahun lalu ada siswa yang meninggal setelah mengalami kejadian yang serupa denganku. Meskipun rumor sudah menyebar dengan liar, pihak sekolah tak memberikan penyataan apapun mengenai hal ini." Rigel mengacungkan jempolnya menandakan cerita yang dibawakannya telah selesai. Luan dan Talia kemudian memelankan backsound dan menaikan kembali volume microphone Sienna.
"Jadi itulah cerita dari Kang Darma temen-temen, menegangkan dan ngeri ya. Kang Darma sampai terluka seperti itu, kita doakan semoga Kang Darma segera sembuh dan dapat beraktivitas kembali seperti biasanya. Tak terasa sudah hampir 30 menit Tepi Senja menemani Baraya Kata ya. Untuk Baraya Kata yang ingin ceritanya diceritakan di Tepi Senja bisa langsung mengirimkan cerita ke email kita
Soratepisenja@gmail.com terimakasih sampai ketemu lagi minggu depan, Assalamualaikum."
Sienna mematikan microphone dan melepaskan headphone nya. Rasa lega kini menyelimuti hatinya.
Ekskul penyiaran pun segera membereskan peralatan yang telah mereka gunakan, bersiap untuk pulang.
Mereka mematikan lampu dan mengunci pintu ruang penyiaran. Mereka berjalan melewati koridor bersama-sama, akan tetapi tiba-tiba saja Rigel berbelok menuju taman sekolah yang mengarah pada tangga pintas.
"Woy lewat sini, kita kan dilarang lewat tangga pintas!" Seru Talia setengah berteriak pada Rigel.
"Alah, gertakan sambel itu. Kalian percaya? Lagian apa yang harus ditakutin sih, paling juga pak Mamet ngerjain kita doang." Ucap Rigel sambil berlalu.
"Huss, Rigel mulutnya." Tegur Sienna sambil menyusul Rigel dari belakang. Disusul oleh Luan yang bergegas mengikuti mereka berdua. Talia yang tak punya pilihan pun terpaksa mengikuti mereka, Rigel justru merasa geer, "Tuh kan, ujung-ujungnya kalian juga lewat sini."
"Terpaksa," gerutu Talia sambil memutar bola matanya.
Dua pohon rindang yang ada di atas tangga pintas terlihat sangat berbeda, seram rasanya memandangi kedua pohon itu. Lebat dengan cabang yang banyak, sangat berbeda ketika memandanginya saat siang hari. Rigel berjalan paling depan dengan melipat kedua tangannya. Saat ia mendongakkan wajahnya, ia melihat ada sekelebatan kain berwarna putih bertengger di pohon kembar itu.
Takut yang dirasakan, tapi tidak mungkin dia berbalik dan berlari begitu saja. Mengingat mulut besarnya tadi, ia tak mungkin menjilat ludahnya sendiri dan melukai harga dirinya.
"Kalian yakin mau lewat sini?" Talia bertanya sambil memperhatikan area sekitarnya. Rigel yang merasa ini adalah kesempatan baginya untuk berlagak pemberani pun menanggapi pertanyaan Talia dengan sinis, "Yakin lah, lagian kalo kamu takut mending gak usah ikut kita deh."
Tak ada yang menanggapi ucapan Rigel mereka hanya saling memandang satu sama lain, mereka terus melangkah dalam keheningan. Saat sampai di anak tangga terakhir tiba-tiba saja Rigel terjatuh.
Lututnya tergores oleh aspal yang ada dibawah tangga. Mereka dengan cepat menghampiri Rigel dan membawanya ke pos satpam untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Tapi Rigel terus memegangi pergelangan kaki sambil menunjuk ke arah tangga pintas dengan tatapan takut, mulutnya membuka seperti ingin mengatakan sesuatu akan tetapi tak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulutnya.
Ketika kami sampai di pos satpam, Pak Mamet terlihat kaget melihat kedatangan kami dengan Rigel yang terluka, "Aduh, ini kenapa? Kok bisa luka kaya gini? Ayo cepat diobati."
"Jatuh dari tangga Pak, maaf." ucap Sienna sambil menundukkan kepalanya.
"Jatuh dari tangga? Aduh kan udah Bapak bilang jangan lewat situ, kalian malah gak percaya sama Bapak." Kata Pak Mamet sambil mengambil kotak P3K.
"Maaf Pak, saya kira Bapak cuma nakut-nakutin kita aja." ucap Rigel masih memegangi pergelangan kakinya.
Mendengar ucapan Rigel Pak Mamet hanya bisa menghela napas dalam sambil memegang dahinya,
"Sekarang Bapak tanya kenapa kamu bisa jatuh dari tangga?"
"Tadi sekilas saya liat ada sekelebatan kain putih di atas pohon Pak, lalu pada saat saya mencapai anak tangga terakhir kaki saya seperti ada yang menarik dari dalam tangga. Saat teman-teman datang menghampiri saya, saya melihat ada sosok perempuan di anak tangga terakhir." Rigel menceritakan apa yang ia alami dengan rinci.
"Matakna, nurut kalo dikasih tau sama orang tua. Sekarang kalian percaya?"
Tentu saja mereka semua mengangguk.
"Sekarang coba lihat pergelangan kali kamu," pinta Pak Mamet pada Rigel.
Rigel dengan perlahan membuka sepatu dan kaus kakinya, alangkah terkejutnya semua orang yang ada disana. Mereka semua melihat pergelangan kaki Rigel yang membiru seperti sudah dicengkeram dengan sangat keras. Pak Mamet pun menggelengkan kepalanya.
"Ini udah gak bener, untung kamu gak sendirian. Harus segera di obati, ayo kita ke tukang urut yang ada di persimpangan sana. Kalian semua juga harus pulang sekarang." kata Pak Mamet dengan serius.
Berbeda dari sebelumnya Pak Mamet memastikan bahwa mereka benar-benar sudah pulang. Setelah mereka semua sampai di halte untuk menunggu angkot Pak Mamet membonceng Rigel ke tukang urut.
Sambil menunggu angkot datang menjemputnya Sienna mengecek pesan yang ia terima. Ia melihat ada dua pesan belum terbaca dari Felix.
Ada rasa senang tersendiri ketika Sienna membuka pesan itu. Sienna merasa kerja kerasnya mendapatkan apresiasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments