Tuan Akhilendra sedang duduk di teras dengan membaca koran mengenai ekonomi dunia. Tak berselang lama nyonya Dewi menghampiri suaminya sambil membawa secangkir kopi. Ia meletakkan kopi di depan Tuan Akhilendra dan duduk di sampingnya lalu ia menghela napas panjang seolah sedang mengeluh.
“Ada apa?” Tuan Akhilendra menyesap kopinya.
“Apakah kamu tidak ingin melihat Arka menikah dan kita akan mendapatkan cucu?”
“Tentu saja tapi itu bukan urusan kita.”
“Setiap aku kumpul dengan teman-temanku, mereka selalu membicarakan betapa hebatnya menantu mereka. Betapa lucunya cucu mereka. Aku sangat iri dengan mereka tapi sayang, putramu tidak ingin menikah dan itu membuatku sangat frustrasi.”
“Jika kamu merasa iri dengan mereka, jauhi mereka.”
“Bukan begitu maksudku,” keluh Nyonya Dewi. “Aku pikir Inez adalah wanita yang baik dan dia juga menyukai Arka tapi putramu selalu bersikap dingin. Terakhir dia datang ke sini untuk menemui Arka tapi putramu mengatakan bahwa sibuk dan tidak menemuinya.”
Tuan Akhilendra tidak peduli dengan cerita cinta putranya. Satu-satunya hal yang ia pedulikan adalah latar belakang calon menantunya untuk menyamai status keluarga Akhilendra. Jelas Inez memang memenuhi berbagai standar.
“Ibu juga selalu memperlakukan Inez dengan tidak baik. Jika Inez menikah dengan keluarga kita, aku harap kita semua harus bersikap baik dengannya.”
Tuan Akhilendra mengangguk ringan. Ia mengeluarkan teleponnya dan memutar telepon kantor Arkatama. Ia lupa sudah berapa lama mereka saling berbicara. Karena setiap menelepon yang angkat adakah sekretarisnya atau asistennya. Ia sangat paham mengapa putranya selalu sibuk bahkan untuk mengangkat panggilan darinya.
Tuan Akhilendra menelepon sekretaris Arkatama untuk mengetahui apa yang dilakukan putranya. Ia sudah lelah mendengarkan keluhan dari dua wanita yang ada di rumah, dari istrinya dan dari ibunya.
Akhilendra menutup teleponnya saat ia sudah mendengarkan informasi yang cukup memuaskan.
“Apakah kamu mengatakan bahwa putramu tidak peduli dengan Inez?”
Nyonya Dewi mengangguk, “Iya. Kenapa?”
“Pada hari pertama Inez syuting, putramu mengunjungi tempat lokasi syuting.”
Kata-kata dari suaminya membuat Nyonya Dewi tersenyum. Ia sangat lega dan senang mengetahui putranya bisa memperlakukan Inez sangat baik.
“Segera kita atur pertemuan dua keluarga untuk membicarakan pertunangan mereka. Aku akan berhenti mengkhawatirkan mereka jika mereka sudah terikat.”
Alasan Nyonya Dewi sangat bersemangat tentang pertunangan putranya adalah karena putranya sama sekali belum pernah menjalani hubungan dengan seorang wanita.
...…...
...****************...
Kiyara berbaring dengan kepala di atas dada Arkatama. Napas mereka sudah tidak memburu. Setelah drama pertengkaran berujung mereka bergelut panas di atas ranjang, berlomba untuk saling mengeluarkan emosi dan perasaan.
Tidak terhitung berapa kali Arkatama memenuhinya untuk menghangatkannya. Usapan lembut di rambut Kiyara membuat wanita itu membuka matanya dan mendongak. Ia lantas menyipitkan matanya dan melihat jam di atas nakas. Begitu ia melihat jam, Kiyara langsung bergegas untuk bangun.
“Aku masih mau kamu,” bisiknya.
“Kita sudah melewatkan sarapan dan makan siang. Aku lapar,” sahut Kiyara beranjak bangkit.
Kiyara menjerit tertahan karena Arkatama kembali menarik Kiyara, mendudukkannya di atasnya dan tangannya menahan pinggul Kiyara.
“Bukankah kamu harus bekerja?”
“Aku tidak peduli,” sahut Arkatama santai.
“Bagaimana jika rekan bisnismu sedang menunggumu? Aku tahu, hari ini kamu pasti ada rapat.”
“Pagi tadi asisten ku sudah menghubungiku. Dan aku katakan padanya, untuk menunda rapatnya.”
Arkatama duduk, membuat Kiyara bergeser. Pria itu lantas meraih ponselnya dan memesan makanan.
“Kita akan mandi.”
Arkatama beringsut sambil menggendong Kaiyara, membawanya ke kamar mandi menyalakan shower serta mengatur kehangatan.
Sorenya, Kiyara dan Mery pergi untuk berbelanja pakaian. Kiyara membutuhkan beberapa pakaian untuk menghadiri acara wawancara yang akan diadakan beberapa hari dalam waktu dekat.
“Bagaimana?” Tanya Mery.
“Tidak ada yang aku suka.”
“Kalau begitu, kita coba toko di sebelah sana.”
Saat keluar dari toko dan melanjutkan berburu pakaian tanpa sengaja Kiyara melihat seorang wanita yang sudah tua sedang dimarahi oleh seorang staf toko. Wanita tua itu mengenakan pakaian yang sederhana. Jelas wanita tua itu sangat ketakutan terlihat jelas dari badannya yang gemetar.
“Apa yang kamu lakukan? Di umurmu yang sudah tua seharusnya kamu duduk diam di rumah bukan malah keluar rumah untuk mencelakai orang dan membuat kerugian. Bukan karena kamu sudah tua, aku tidak akan menuntutmu. Kamu harus mengganti rugi jika tidak aku akan menelepon polisi.”
Wanita tua itu mencoba menenangkan dirinya dan mencari keberadaan dompetnya namun ia lupa membawa dompetnya.
“Kamu bahkan tidak membawa uang tapi kamu berani berkeliaran!” Cemooh staf tersebut.
“Kamu harusnya bersikap sopan dengan orang tua,” ucap Kiyara.
“Perempuan tua ini menyababkan kecelakaan dan lihatlah, banyak dari barang-barang dagangku yang pecah. Jika kamu tidak ingin membayar kerugianku, jangan ikut campur dan sok jadi pahlawan.” Staf tersebut terdengar sangat kesal. Ia melambaikan tangannya untuk mengusir Kiyara.
Kiyara memandangi pemilik staf tersebut dan kemudian wanita tua itu.
“Aku bisa memanggil cucuku. Dia akan datang dan akan membayar.” Wanita tua itu ingin mengeluarkan ponselnya namun bahkan ia juga tidak membawa ponselnya. “Dimana ponselku. Aduh apakah aku bisa meminjam ponsel tapi aku bahkan tidak mengingat nomor cucuku.”
“Hei, wanita tua jangan berpura-pura. Jika kamu tidak ganti rugi, jangan harap kamu bisa pergi. Aku akan menelepon polisi.”
“Kiyara, sebaiknya kita pergi. Sebaiknya kita jangan terlibat,” ucap Mery.
Staf toko yang sangat kesal langsung saja kehilangan kesabarannya dan mengulurkan tangan untuk meraih wanita tua itu sebelum dihadang oleh Kiyara.
“Apa yang sedang kamu lakukan? Aku akan membayarnya.”
Mery dan wanita tua itu terkejut mendengar ucapan Kiyara.
Tepat ketika Kiyara membayar ganti rugi, Mery membawa kursi untuk di duduki oleh wanita tua itu.
“Nenek sudah tua, apakah tidak ada keluarga yang menemani?” Tanya Mery.
“Aku hanya ingin keluar untuk membeli beberapa barang dan aku tidak ingin menyusahkan orang lain.”
“Nenek, apakah kamu baik-baik saja?” Tanya Kiyara begitu sudah menyelesaikan urusannya dengan staf.
“Aku baik-baik saja, terima kasih sudah membantuku. Kamu sangat baik.”
Kiyara tersenyum.
“Nona muda, siapa namamu?”
“Namaku Kiyara.”
“Kiyara, apakah kamu sudah menikah?”
“Aku? Itu…..tidak…”
“Wah itu sangat bagus.”
Kiyara dan Mery langsung saling bertukar pandang.
“Nenek, apakah kamu mempunyai kontak yang dihubungi?”
Nenek itu menggeleng pelan namun ia teringat perusahaan Arkatama.
“Aku tidak ingat tapi kamu bisa menghubungi perusahaan tempat dimana cucuku bekerja. Cucuku bekerja di perusahaan Khil corporation,”
“Aku akan menelepon perusahaan itu,” ucap Mery. Mery pun menelepon perusahaan Khil corporation dan telepon itu tersambung di resepsionis. Mery pun langsung memberikan teleponnya pada nenek itu.
“Cucuku akan datang ke sini sebentar lagi,” ucap nenek tersebut begitu mengembalikan ponsel Mery.
“Nenek cucumu akan segera datang dan kami harus pergi.”
“Nona Muda, cucuku akan tiba. Aku akan memperkenalkan kalian dengannya.”
“Nenek, kami benar-benar tidak bisa tinggal lebih lama. Aku masih harus bekerja. Jangan khawatir, staf toko tidak akan melakukan apa pun untukmu.”
Kiyara dan Mery bergegas menuju mobilnya. Wanita tua itu memperhatikan Kiyara ketika ia pergi dengan mobilnya.
Beberapa saat kemudian sebuah mobil berhenti tepat di toko guci yang hancur. Arkatama terburu-buru membuka mobilnya dan hal pertama yang ia lihat adalah kekacauan. Ia lantas bergegas masuk untuk melihat neneknya mengenakan seragam pelayan mereka. Arkatama tidak bisa berkata-kata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Fenti
padahal itu suaminya
2024-02-02
0
💞Amie🍂🍃
Yang dingin lebih wow🤭
2023-12-26
0
Vincar
setangkai mawar meluncur 🌹
2023-11-24
0