Ayam jantan sudah mulai berkokok. Aku membuka mataku dan melihat jam di sudut kamar tidurku, ternyata sudah pukul 5 pagi. Ibu mengetuk pintu, memintaku untuk segera mandi dan sarapan.
Hari ini aku akan berangkat ke Thailand. Hidup di sana untuk melanjutkan studi selama beberapa waktu. Mungkin beberapa waktu kedepan akan menjadi waktu yang berat bagiku, dan tentunya Mas Jana karena kami akan terpisah jarak.
Ponselku tiba-tiba berdering. Aku segera mencari sumber suaranya karena aku lupa menaruhnya dimana. Setelah ketemu kulihat di layar ada pesan masuk dari Mas Jana.
Tadi Ibumu menelpon ku, aku diminta sarapan di rumah bersamamu juga. Segeralah bersiap-siap Sayang, sebentar lagi aku akan berangkat ke rumahmu.
Aku tersenyum sendiri. Orang tuaku sudah sangat menerima mas Jana. Mereka sangat mempercayai Mas Jana. Kuletakkan kembali ponselku di atas kasur. Aku segera bergegas masuk ke kamar mandi untuk mandi.
Aku berendam dalam bathup sebentar saja. Menikmati kali terakhir aku menggunakan kamar mandi ini sebelum berangkat ke Thailand. Setelah selesai aku segera keluar dan berganti baju.
Tidak lama kemudian bel rumah berbunyi. Samar-samar dari kamarku aku mendengar ada orang datang. Aku mempercepat ganti baju dan bergegas untuk turun dari kamarku menuju ruang tamu. Aku melihat dari tangga Mas Jana sudah datang dan sedang berbincang-bincang dengan Ibu.
"Loh Mas, kok sudah datang... Perasaan belum lama kirim pesan. Kamu terbang ya? Hahaha.. " Kataku menggodanya.
"Enggak lah.. Kan ini masih pagi, jalanan masih sepi. Gimana udah siap belum?" Balas Mas Jana.
"Udah kok Mas.. Yuk kita sarapan bareng dulu. Ayo Bu, perutku sudah minta diisi. Lagian ini makanan terakhir masakan Ibu sebelum aku berangkat ke Thailand." Kataku pada Ibu.
Aku menggandeng tangan ibu dan mas Jana ke ruang makan. Bi Vivi belum juga kembali, jadi kali ini Ibu menyiapkan segalanya sendiri.
Ayah ternyata sudah menunggu di meja makan. Ada raut sedih sekaligus bahagia di wajahnya. Mungkin Ayah masih belum ikhlas melepaskan putri satu-satunya untuk melanjutkan studi di negeri orang. Tentu saja aku juga merasa agak berat.
Jujur saja, momen pagi ini membuatku sedih. Mengetahui kenyataan mulai hari ini aku tidak tinggal dengan mereka untuk beberapa waktu kedepan.
Ibu yang paham dengan atmosfer yang tidak mengenakkan segera memecah keheningan diantara kami.
"Sini biar ibu yang siapkan makanan untuk kalian.. " Kata Ibu sambil berdiri.
Dengan sigap Ibu membalikkan piring-piring kami dan mengisinya dengan nasi, sayur, lauk lengkap. Menuangkan susu dan air putih dalam gelas-gelas kami.
Mataku tiba-tiba terasa panas. Air mata sudah akan lolos dari pelupuk mata. Aku sangat sedih. Ini momen-momen yang akan kurindukan nanti. Yang pasti akan selalu membuatku ingin pulang sesegera mungkin.
Aku menundukkan kepalaku. Rasanya air mata ini sudah tidak tertahankan. Aku berlari menuju tempat cuci piring, mengusap air mataku dengan air dan mengeringkannya dengan tisu. Setelah itu aku kembali ke meja makan. Aku tidak ingin semua orang tahu bahwa aku sedang menangis.
"Maaf, tiba-tiba hidungku terasa gatal. Aku ingin bersin, makanya lari ke wastafel. Tapi tidak bisa bersin.. Hahaha" Kataku mencairkan kembali suasana agar mereka tidak mencurigai bahwa aku hampir menangis.
"Ya sudah ayo segera makan. Ini sudah siang" Kata Ayah sambil mempersilahkan Mas Jana untuk makan.
Sarapan pagi itu berlalu dengan sangat hening. Tidak ada suara keluar dari mulut kami kecuali dentingan sendok dan garpu pada piring-piring kami. Semuanya menjadi sunyi, jelas hal yang sangat berbeda dari biasanya.
Saat kami selesai makan bel rumah berbunyi.
"Biar aku saja yang buka pintu." Kataku pada semua orang.
Aku kemudian beranjak dari dapur menuju ruang tamu. Aku menengok dari jendela, ternyata Bi Vivi kembali. Segera kubuka pintu dan mengajak Bi Vivi masuk. Aku berlari kecil menuju dapur diikuti Bi Vivi.
Sesampainya di dapur kulihat Ibu sedang membereskan peralatan makan Kami. Bi Vivi dengan sigap mengambil alih yang sedang Ibu kerjakan.
"Biar saya saja Bu, Ibu duduk saja.." Kata Bi Vivi pada Ibu.
Ibu menyusul kami duduk di meja makan dan meneguk teh yang dibuatnya tadi. Mas Jana kemudian membuka pembicaraan.
"Om, Tante apa mau ikut antar Sinta ke Bandara? Sama saya saja, nanti saya antarkan pulang lagi. " Kata Mas Jana memecah keheningan di meja makan.
"Tentu saja.. Aku dan Ibumu akan ikut ke Bandara. Bagaimana bisa kami tidak mengantarkan anak manja ini.." Jawab Ayah sambil meledekku.
Aku hanya nyengir. Bisa-bisanya Ayah malah menggodaku padahal besok kita sudah berada di negara yang berbeda. Terpisah jarak yang jauh. Ini kali pertama bagiku berpisah dengan orang tuaku. Pasti akan terasa sangat berat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Hanna Devi
Boleh aja Sarapan Terakhir di Indonesia tapi bukan berarti like terakhir ku ya kk 😅😅🤭
2021-02-26
1