Impianku Akhirnya Terwujud

Setelah makan malam hari itu aku menata hati dan semakin memantapkan diriku untuk melanjutkan studi di negeri Gajah Putih. Aku sudah menginginkan ini sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan ternyata aku mendapat kesempatan pada jenjang S2 ku.

Meskipun jadwal keberangkatanku masih sekitar 3 bulan lagi, namun Ibu sudah heboh dengan segala persiapan untuk anak satu-satunya ini. Adapun aku, hanya belajar untuk menguasai bahasa lokal dasar dan belajar lebih lanjut untuk Bahasa Inggris. Karena menurutku bahasa adalah salah satu kemampuan dasar utama yang harus dimiliki jika kita menjadi pendatang di negara lain.

Belakangan aku memperhatikan Ayah sedikit murung. Aku tahu Ayah sedih akan melepas anak perempuan satu-satunya untuk pergi bersekolah di negara lain. Sejak kecil aku memang tidak pernah tinggal terpisah dari keluargaku. Meskipun Ayah tidak mengatakan kekhawatirannya aku tahu persis bagaimana khawatirnya dari guratan-guratan di wajahnya yang mulai nampak jelas. Ibu juga tidak jauh berbeda dengan Ayah. Kekhawatirannya begitu jelas terlihat dalam semua pembicaraan yang kita lakukan.

Dulu Ayah juga menempuh pendidikan tingginya di Thailand. Tapi untuk melepas putrinya bersekolah disana juga mungkin akan terasa berat. Ayah tidak dapat berbuat apapun kecuali menasihatiku agar berhati-hati ketika berada di Thailand nanti.

3 Bulan kemudian

Tak terasa hari keberangkatanku ke Thailand hanya esok pagi. Aku sudah mempersiapkan barang-barang yang akan kubawa dan mulai memasukkan barang-barangku ke dalam koper. Ibuku yang ternyata sedari tadi memperhatikanku dari pintu kemudian masuk ke kamarku.

"Ibu ngapain disitu, ayo bantuin aku.. Orang anaknya mau ke luar negeri kok enggak dibantuin nyiapin apa-apa.." Kataku menggodanya.

Ibu berjalan masuk dan mulai membantuku membereskan barang-barangku.

"kamu beneran siap kan Ta? Jangan kamu bayangin cuma ke luar kota. Ini luar negeri. Jauh dari keluarga, teman-teman juga mungkin kamu belum punya" aku bisa melihat raut wajah khawatir Ibuku. Meskipun beliau berusaha menyembunyikannya, aku tahu sebenarnya ia tak rela putri kecilnya ini belajar di negara tetangga dan harus jauh-jauh darinya. Aku berhenti sejenak, memeluk Ibuku yang duduk di sampingku.

"Tenang saja, Bu, sekarang kan komunikasi sudah canggih. Aku pasti akan videocall Ibu setiap hari. Ibu tidak perlu khawatir, putrimu ini pasti bisa jaga diri... Aku janji, aku akan selesaikan studiku secepat mungkin." Ibu memegang tanganku yang memeluknya sambil tersenyum. Setidaknya, ia merasa sedikit lega.

Bell rumah berbunyi, aku segara menyelesaikan pekerjaanku dan turun ke bawah. Mas Jana sudah berbincang dengan Ayah di ruang tamu. Aku segera menghampiri dan menyapanya.

"Maaf ya Mas lama, aku beres-beres baju nih.." Kataku pada Mas Jana sambil berjabat tangan dan duduk di sampingnya.

Mas Jana tersenyum dan membalas. "Enggak kok, kan ada Om Broto... Nih lg ngobrol serius sama Om Broto ngomongin kamu.."

Ayah hanya cekikian dan berlalu sambil berbisik kepadaku. "Udah sana, ngobrolnya dipuas-puasin. Kamu besok kan udah berangkat ke Thailand.. Nanti kangen lagi. Ayah gak akan ganggu kalian." Kata Ayah sambil berlalu menjauh dari kami berdua.

"Ayah bisa aja deh godain anak gadisnya.. Sana kalo mau ngurusin kerjaan." Balasku sambil mendorong punggung Ayah.

Aku kemudian duduk menghampiri Mas Jana. Dia menanyakan sejauh mana persiapanku untuk berangkat besok pagi,apakah masih ada yg kurang, atau ada yg masih perlu dicari.

"Mas aku ada yang lupa. Antar aku ke Supermarket sebentar yuk... Mau kannn?“ Aku merengek padanya.

"Oke sayang.. Panggil Ayah sama Ibumu dong, aku ijin bawa kamu keluar dulu sebentar." Jawab mas Jana.

Aku naik ke atas memanggil Ayah dan Ibu sambil bersiap-siap. Mereka kemudian turun menemui Mas Jana. Aku tidak tahu apa yg mereka bicarakan. Mungkin sedang mengolok-olokku seperti biasanya. Setelah ganti baju aku kemudian turun kebawah menghampiri Mas Jana dan Ayah Ibuku.

"Hayo, pasti kalian lagi ngomongin aku kan.." Kataku pada mereka

"Dih, pede banget sih... Orang kita lagi ngomongin kerjaan sama Mas Jana.. " Jawab Ibuku dengan nada mengejek.

"Udah ah Ta, yuk berangkat sekarang Ta.. Udah makin sore nih. Om, Tante, saya keluar sama Sinta dulu ya... Nanti saya balikin tepat waktu kok hehee." Pamit Mas Jana kepada Ayah dan Ibu.

Kami kemudian masuk ke dalam mobil. Mas Jana melajukan mobilnya tidak begitu kencang. Mas Jana memang orang yang sangat baik, dia sangat perhatian kepadaku dan keluargaku. Meskipun usia kita terpaut hampir 13 tahun, Mas Jana mampu mengimbangi dan membimbingku dengan sabar.

Di sepanjang jalan aku melamun, membayangkan seperti apa kehidupanku di Thailand nanti. Membayangkan berpisah dengan keluargaku dan Mas Jana. Ah, sejujurnya aku juga sedikit berat. Tapi aku sendiri yang memilih jalan ini.

"Ta.. Kok diem aja sih? " Kata Mas Jana membuyarkan lamunanku. Tangannya kemudian memegang tanganku.

"Hah.. Aku cuma bayangin nanti hidup di Thailand seperti apa kok, Mas. Sejujurnya aku berat jauh sama kamu Mas.. Tapi mau bagaimana lagi." Jawabku sambil menatap ke depan.

"Sayang... Ayo jalani saja. Kamu selesaikan sekolahmu di sana. Aku akan bekerja di sini. Nanti setelah kamu pulang, aku janji akan segera menikahimu." Kata Mas Jana sambil mengusap kepalaku.

Aku begitu terharu hingga air mataku berlinang. "Mas, jangan macam-macam ya nanti aku tinggal.. Janji ya Mas, Mas enggak akan tinggalin aku..." Aku balik memegang tangan Mas Jana.

"Sayang, apa aku pernah tidak menepati janjiku? Atau kita nikah sekarang aja hahaha." Kata Mas Jana sambil tertawa.

"Mas, kalo kita nikah sekarang yang ada nanti aku gak jadi berangkat ke Thailand... Mana mau pengantin baru LDR karena sekolah." Jawabku sambil menepuk pelan pundak Mas Jana.

Kami tertawa lepas.

Sesampainya di Supermarket aku segera mencari barang-barang yang akan aku bawa. Seperti biasa Mas Jana selalu yang membayar. Kita memang belum menikah, tapi Mas Jana adalah tipe orang yang sangat bertanggung jawab. Sehingga jika pergi dengannya, dia yang selalu mentraktirku.

Tiba-tiba ponselku berdering. Aku membuka pesan di aplikasi Whatsapp yang ternyata dari Ibu.

Ta, Ibu sama Ayah mau kondangan. Mungkin pulang nya malam. Rumah enggak ada orang soalnya bi Vivi tadi pamit mau pulang.  Kunci ada di tempat biasa yaa.. Kamu jangan pulang malam-malam. Inget besok harus berangkat pagi ke bandara.

"Siapa Ta? " Tanya Mas Jana.

"Dari Ibu, Mas. Katanya sekarang mau berangkat kondangan nanti pulangnya malam. Terus aku disuruh jangan lama-lama perginya.. " Jawabku sambil mengetik balasan untuk Ibu

"Oke Sayang, ayo kita mampir makan terus pulang ya." Balasnya.

"Siap Bos. Aku ikut aja deh." Kataku sambil melempar senyum padanya.

Mas Jana kemudian melajukan mobilnya ke sebuah warung penjual Bakmi Jawa langganan kami. 15 menit kemudian kami sudah sampai. Aku dan Mas Jana turun dari mobil. Mas Jana memesan kepada penjual.

"Mie Goreng 1, Nasi Goreng 1, sama Teh panas 2 ya pak.." Pesan Mas Jana kepada penjual Bakmi. Si penjual mengangguk tanda mengerti.

Aku dan Mas Jana memilih duduk di meja lesehan. Tidak lama kemudian pesanan kami sudah selesai karena tidak ada antrian. Hanya ada beberapa orang yang sedang menikmati makanan mereka.

Kami segera menghabiskan makanan. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 7.30 malam. Aku mengajak Mas Jana pulang karena sudah malam. Ia kemudian berdiri dan membayar makanan kami. Setelah itu kami masuk ke dalam mobil. Mas Jana melajukan mobilnya ke arah rumahku yang berjarak kurang lebih 20 menit.

Sesampainya di rumahku Mas Jana memarkirkan mobilnya di halaman. Mas Jana membuka pintu belakang dan membantu membawakan barang-barang yang kami beli tadi. Aku berjalan lebih dulu ke arah pintu dan mencari kunci di bawah pot bunga. Tempat Ibu biasa menaruhnya saat rumah dalam keadaan kosong.

"Sepi banget ya Ta, lampunya juga dimatiin semua tuh." Kata Mas Jana padaku

"Iya mas.. Kan pergi semua. Mas temenin aku sampai Ayah Ibu pulang ya. Takut dong aku dirumah sendiri. Kan sekarang lagi banyak maling." Balasku pada Mas Jana sambil membuka pintu rumah.

"Iya deh aku temenin, lagian mulai besok kan kamu udah di Thailand... Biar puas dulu ya ketemunya hahaha." Mas Jana menggodaku tapi aku pura-pura tidak mendengar

Setelah pintu terbuka aku mengajak Mas Jana masuk ke dalam rumah. Aku menghidupkan lampu sembari berjalan  naik ke kamarku. Seperti biasa, Mas Jana akan membawakan semua barang-barangku. Ia tidak pernah keberatan meskipun terkadang aku merasa tidak enak hati. Tapi ya sudahlah, toh dia juga tidak keberatan

Aku mengeluarkan barang-barang yang tadi kubeli. Sambil mengingat kalau-kalau ada yang masih kurang.

"Oiya Mas, aku lupa sesuatu. Mas mau kopi? Biar aku buatkan sebentar.. Mas tunggu disini ya.." Kataku pada mas Jana.

Tanpa menunggu jawabannya aku turun ke dapur untuk membuat secangkir kopi dan segelas susu untukku. Aku membawanya naik, Mas Jana bersandar di sandaran tempat tidurku. Aku menaruh kopi, susu, dan camilan di meja.

"Minum dulu, Mas. Sudah aku buatin nih.. Keburu dingin nanti" Kataku pada mas Jana sambil menunjukkan kopi yang sudah kubuat.

Mas Jana kemudian berdiri menghampiriku dan meneguk kopinya. Aku sibuk membereskan peralatan make up ku di atas meja rias. Tiba-tiba Mas Jana memelukku dari belakang. Aku tersentak.

"Mas, kamu mau ngapain?" Aku berusaha untuk melepaskan pelukannya. Tapi tenagaku tidak sekuat tenaganya.

“Aku cuma mau memelukmu saja.. Tidak lebih.” Balasnya sambil menempelkan pipinya di telinga kananku.

Aku akhirnya pasrah saja, toh mulai besok juga aku akan jauh dengannya. Ia semakin mempererat pelukannya, dan mengendus di sekitar telingaku. Aku mulai agak takut kalau-kalau Mas Jana berbuat macam-macam.

"Mas kamu mau ngapain sih.. Awas ya kalo macam-macam" Ancamku padanya sambil mencoba untuk lepas dari pelukannya.

Mas Jana tidak menanggapiku sama sekali. Ia malah semakin mempererat pelukannya. Aku mulai panik, takut ia melanjutkan aksinya. Jujur saja, selama kita menjalin hubungan Mas Jana tidak pernah melakukan hal yang melampaui batas. Ia selalu mengatakan bukannya tidak mau, tapi ia menghormatiku dan keluargaku.

"Tenang, aku hanya ingin seperti ini sebentar aja.. Karena mulai besok aku tidak bisa bertemu denganmu lagi secara langsung. Cuma lewat videocall saja. Yakin kamu enggak mau aku peluk gini?" Mas Jana malah menggodaku.

Aku tidak menjawabnya sama sekali. Sejujurnya aku juga merasakan perasaan nyaman saat Mas Jana memelukku seperti ini.

"Apa kamu tidak akan merindukanku, Sayang?" Tanya Mas Jana padaku.

"Tentu saja aku akan merindukanmu.. Aku kan sudah terbiasa bersamamu, Mas. Tapi mau tidak mau kita harus menabung rindu untuk kebaikan bersama Mas.." Jawabku.

Mas Jana membalikkan tubuhku sehingga kita saling berhadapan. Ia meraih kedua tanganku dan memegangnya.

"Sayang, aku percaya padamu.. Jaga dirimu baik-baik. Ingat, kamu akan menumpang di negeri orang. Kamu akan jauh dariku dan orang tuamu. Mungkin akan sangat berat.. Segera selesaikan sekolahmu, dan setelah itu kita akan menikah.."

Mataku berkaca-kaca. Aku beringsut memeluk Mas Jana dengan erat. Air mata yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk mata tidak dapat tertahan lagi. Aku segera mengusap yang sudah terlanjur keluar. Aku menangis tertahan. Sedih rasanya harus terpisah jarak dengan orang terkasih. Meskipun kapan saja kami bisa saling berkunjung.

Aku sadar Mas Jana menaruh kepercayaan yang begitu besar kepadaku. Ia begitu menyayangiku, dan bersungguh-sungguh akan menikahi gadis kecilnya ini. Aku sadar, ada harapannya yang begitu besar kepadaku.

Mas Jana melepas pelukanku. Ia memandangiku sambil tersenyum. Sejurus kemudian ia mendaratkan bibirnya di bibirku. Mencium dengan sekilas. Sangat lembut.

"Bolehkah aku melakukannya?" Ia bertanya kepadaku.

Aku tidak menjawabnya, hanya memandang wajahnya dan mengangguk. Aku gugup, tapi aku tahu bahwa aku juga menginginkannya. Mas Jana menciumku dengan sangat lembut. Hanya itu saja, tidak ada yang lebih. Aku menikmati ciuman yang ia berikan.

Mas Jana melepas ciumannya dan memelukku dengan erat. Aku membalas pelukannya.

"Maaf, aku sudah menciummu.. Dan terimakasih telah membuatku semakin percaya kepadamu." Katanya padaku.

Aku masih tertegun dan tidak bisa menjawab. Aku hanya tersenyum dan memeluknya dengan erat. Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Tidak lama kemudian ada suara pintu terbuka. Ternyata Ayah dan Ibu sudah pulang.

Mas Jana bergegas menghabiskan kopinya dan berpamitan denganku.

"Sayang, aku pamit dulu ya kalau gitu. Ini sudah malam, Om dan Tante juga sudah pulang. Besok aku antar ke Bandara ya.." Pamit mas Jana sambil menyambar ponsel dan kunci mobilnya.

"Baiklah Mas, makasih ya Mas udah mau direpotin hehehe.." Balasku sambil meraih tangannya.

Mas Jana hanya mengangguk dan mencium keningku. Lalu kami turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibu.

"Loh, mau kemana Mas? Kok kami baru datang langsung mau pulang?" Kata Ayah pada Mas Jana

"Iya Om, kan sudah malam.. Sinta juga harus istirahat karna besok dapat jadwal penerbangan pagi.." Balas Mas Jana pada Ayah.

"Wah ya sudah kalau begitu, hati-hati dijalan ya Mas.. Jangan ngebut-ngebut. Makasih ya Mas sudah mau direpotin." Kata Ibuku sambil memegang kedua tangan Mas Jana.

"Tidak masalah Tante.. Kan kita sudah seperti keluarga. Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu ya Om, Tante." Kata Mas Jana sambil berjabat tangan bergantian dengan Ayah dan Ibu.

Ayah dan Ibu mengangguk sambil tersenyum. Aku mengantar mas Jana sampai halaman. Kupeluk tangannya seperti anak kecil yang takut ditinggal oleh kakaknya.

"Hati-hati di jalan ya Mas... See you tomorrow morning.. Daaaa..." Kataku sambil melambaikan tangan pada Mas Jana yang masuk ke dalam mobil.

Mas Jana tersenyum dan melajukan mobilnya keluar dari rumahku. Aku menunggunya di depan hingga mobilnya berbelok dari gang kompleks ku dan tidak terlihat lagi.

Aku masuk ke dalam dan mengunci pintu rumah. Ayah dan Ibu sudah menungguku di ruang keluarga atas. Aku tahu bahwa mereka akan sedih jika aku pergi apalagi ke negeri orang yang tidak bisa seenaknya bertemu. Mereka memberikan banyak sekali nasihat. Dalam beberapa hal aku sampai tidak kuasa menahan air mataku dan menangis. Menyadari begitu besarnya cinta orang tua kepada anak-anaknya. Mereka tidak menuntut dan meminta apapun, hanya selalu mengusahakan yang terbaik untuk anaknya.

Malam itu aku tidur terlambat. Aku pasti akan sangat merindukan kamarku, rumahku, Ayah, Ibu, dan tentu saja Mas Jana. Mereka adalah orang yang paling mengerti aku dan selalu ada dalam hidupku.

Sejujurnya, hal yang paling ku takutkan adalah jika aku merindukan rumah...

Dan tidak bisa sebebas mungkin bertemu orang-orang tersayang

Terpopuler

Comments

Hanna Devi

Hanna Devi

mampir lagi ya kak 🤗

2021-02-26

1

lihat semua
Episodes
1 Aku, Sinta Ismayana
2 Impianku Akhirnya Terwujud
3 Sarapan Terakhir di Indonesia
4 Kejutan Mas Jana Sebelum Keberangkatanku
5 Menginjakkan Kaki di Negeri Gajah Putih
6 Penyesuaian
7 Kabar Mendadak dari Mas Jana
8 Undangan Nat
9 Kedatangan Mas Jana
10 Bodohnya Kamu Ta!
11 Kali Pertama Tidur Denganmu
12 Piknik!
13 Mereka Tidak Menjawab Sama Sekali
14 Villa di Luar Bangkok
15 Sore Hari di Villa
16 Make Up Artist dan Seperangkat Attelier
17 Sepertinya Pertunangan Kak Sarah dan Pi Joy
18 Aku Salah Menduga
19 Kejutan!
20 Sebuah Reuni Sahabat Lama
21 Pagi yang Sangat Memalukan
22 Pantai!
23 Railay Beach
24 Menemui Papa Hamid dan Mama Carissa
25 Berpamitan
26 Kembali ke Bangkok
27 Bercanda Bertiga
28 Berburu Khao Tom
29 Bertemu dengan Klien
30 PENGUMUMAN
31 Siam Paragon Mall
32 Kabar Baik!
33 Terimakasih Sudah Mau Mengerti Aku
34 Melepas Mas Jana Kembali
35 Aku Tunggu Kamu, Mas
36 Secangkir Coklat Hangat
37 Apakah Aku Berlebihan?
38 Pertemuan dengan James
39 Semangkuk Khao Tom
40 Lumpini Park
41 Semoga Saja Dia Tahu Batasannya
42 Ucapan yang Tak Kumengerti
43 Terkejut!
44 Mengantar ke Kampus
45 Pasti Akan Kuakhiri
46 Mengakhiri
47 Kuceritakan yang Sebenarnya
48 Maaf
49 Terus Mengganggu
50 Sudah Cukup!
51 Sebuah Bukti
52 Melunak
53 Tak Sadarkan Diri
54 Pukulan Panas
55 Apa Kau Akan Melepaskan Tanganku?
56 Tentang James
57 Rencana Pernikahan
58 James Si Serba Bisa
59 Si Duo Konyol
60 Gaun Pernikahan
61 Apapun Yang Kamu Mau, Akan Aku Berikan
62 Mahar
63 Kembali ke Indonesia
64 Menikah itu Tidak Mudah (Part 1)
65 Menikah itu Tidak Mudah (Part 2)
66 Persiapan
67 Malam Pernikahan
68 Author Menyapa
69 The Wedding (Part 1)
70 The Wedding (Part 2)
71 Malam Ini Kau Milikku
72 Membara dan Memuncak
73 Apa Kau Ingin Segera Memiliki Anak?
74 Nenek Aida (Part 1)
75 Nenek Aida (Part 2)
76 Safiya
77 Tentang Nenek Aida dan Safiya
78 Fakta Lain
79 Wanita Tak Tahu Malu
80 Menjebak
81 Akan Aku Selesaikan Sendiri (Part 1)
82 Akan Aku Selesaikan Sendiri (Part 2)
83 Selesai Sudah
84 Tidak Akan Ada Lagi yang Berani Menyakitimu
85 Doa Dua Ibu
86 Kembali ke Thailand
87 Terlambat
88 Semua Butuh Privasi
89 Karena Kita Membutuhkannya
90 Harus Bersabar
91 Tidak Perlu Untuk Kecewa
92 Kelulusan
93 Sebuah Keputusan
94 Nasi Padang
95 Sarah (Part 1)
96 Sarah (Part 2)
97 Harapan Dalam Kehancuran
98 Luka Menganga
99 Kenyataan Mengejutkan
100 Kembali Dalam Pelukan
101 Untuk Yang Terakhir
102 Nekat
103 Huru Hara
Episodes

Updated 103 Episodes

1
Aku, Sinta Ismayana
2
Impianku Akhirnya Terwujud
3
Sarapan Terakhir di Indonesia
4
Kejutan Mas Jana Sebelum Keberangkatanku
5
Menginjakkan Kaki di Negeri Gajah Putih
6
Penyesuaian
7
Kabar Mendadak dari Mas Jana
8
Undangan Nat
9
Kedatangan Mas Jana
10
Bodohnya Kamu Ta!
11
Kali Pertama Tidur Denganmu
12
Piknik!
13
Mereka Tidak Menjawab Sama Sekali
14
Villa di Luar Bangkok
15
Sore Hari di Villa
16
Make Up Artist dan Seperangkat Attelier
17
Sepertinya Pertunangan Kak Sarah dan Pi Joy
18
Aku Salah Menduga
19
Kejutan!
20
Sebuah Reuni Sahabat Lama
21
Pagi yang Sangat Memalukan
22
Pantai!
23
Railay Beach
24
Menemui Papa Hamid dan Mama Carissa
25
Berpamitan
26
Kembali ke Bangkok
27
Bercanda Bertiga
28
Berburu Khao Tom
29
Bertemu dengan Klien
30
PENGUMUMAN
31
Siam Paragon Mall
32
Kabar Baik!
33
Terimakasih Sudah Mau Mengerti Aku
34
Melepas Mas Jana Kembali
35
Aku Tunggu Kamu, Mas
36
Secangkir Coklat Hangat
37
Apakah Aku Berlebihan?
38
Pertemuan dengan James
39
Semangkuk Khao Tom
40
Lumpini Park
41
Semoga Saja Dia Tahu Batasannya
42
Ucapan yang Tak Kumengerti
43
Terkejut!
44
Mengantar ke Kampus
45
Pasti Akan Kuakhiri
46
Mengakhiri
47
Kuceritakan yang Sebenarnya
48
Maaf
49
Terus Mengganggu
50
Sudah Cukup!
51
Sebuah Bukti
52
Melunak
53
Tak Sadarkan Diri
54
Pukulan Panas
55
Apa Kau Akan Melepaskan Tanganku?
56
Tentang James
57
Rencana Pernikahan
58
James Si Serba Bisa
59
Si Duo Konyol
60
Gaun Pernikahan
61
Apapun Yang Kamu Mau, Akan Aku Berikan
62
Mahar
63
Kembali ke Indonesia
64
Menikah itu Tidak Mudah (Part 1)
65
Menikah itu Tidak Mudah (Part 2)
66
Persiapan
67
Malam Pernikahan
68
Author Menyapa
69
The Wedding (Part 1)
70
The Wedding (Part 2)
71
Malam Ini Kau Milikku
72
Membara dan Memuncak
73
Apa Kau Ingin Segera Memiliki Anak?
74
Nenek Aida (Part 1)
75
Nenek Aida (Part 2)
76
Safiya
77
Tentang Nenek Aida dan Safiya
78
Fakta Lain
79
Wanita Tak Tahu Malu
80
Menjebak
81
Akan Aku Selesaikan Sendiri (Part 1)
82
Akan Aku Selesaikan Sendiri (Part 2)
83
Selesai Sudah
84
Tidak Akan Ada Lagi yang Berani Menyakitimu
85
Doa Dua Ibu
86
Kembali ke Thailand
87
Terlambat
88
Semua Butuh Privasi
89
Karena Kita Membutuhkannya
90
Harus Bersabar
91
Tidak Perlu Untuk Kecewa
92
Kelulusan
93
Sebuah Keputusan
94
Nasi Padang
95
Sarah (Part 1)
96
Sarah (Part 2)
97
Harapan Dalam Kehancuran
98
Luka Menganga
99
Kenyataan Mengejutkan
100
Kembali Dalam Pelukan
101
Untuk Yang Terakhir
102
Nekat
103
Huru Hara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!