Kau Sakiti, Ku Buat Malu

Besoknya Alya meminta ijin pada Revan kalau ia ingin bertemu dengan teman sewaktu ia masih bekerja dulu.

"Mas besok aku mau ketemu sama temanku boleh? Sekalian menginap? "

"Teman kamu cowok apa cewek Yank? Trus kenapa mesti nginap? "

"Cewek kok, soalnya kan aku udah lama banget nggak ketemu sama dia semenjak kita udah nggak bekerja bersama. Jadi aku mau sedikit menghabiskan waktu bersama dia"

"Hm gitu, memang temanmu itu belum menikah?

"Sudah, tapi suaminya sering keluar kota jadi ini pas nggak di rumah"

"Boleh ya mas...? ", rengek Alya manja.

" Boleh aja, tapi kamu nanti bilang ke ibuk juga ya? O iya berapa hari nginap?"

"Pasti, hm belum tahu mungkin sehari atau dua hari"

"Faya... ? "

"Ya ku ajaklah masa ku tinggal"

"Maksudku sekolahnya gimana ? "

"Kayaknya ijin dulu deh, biar nggak ribet antar jemputnya"

"Ya udah jangan lama - lama kalau nginap ! Faya kan sekolah juga kasihan ketinggalan pelajaran"

Dalam hati Revan, 'pas banget aku mau ketemu sama Kamila'. Sedang Alya 'kamu sebenarnya baik mas tapi kenapa kamu masih berhubungan dengan wanita itu? Sekarang kamu seneng kan mas...? lihat aja nanti', geram dalam hati. Setelahnya mereka sibuk dengan kegiatan masing - masing. Revan yang berangkat bekerja dan Alya mengantar anaknya ke sekolah. Setelah pulang dari mengantar Faya,

Alya pun mengutarakan keinginannya pada ibu mertuanya. Ibu Yani juga tidak masalah kalau Revan sudah mengijinkan. Alya merasa lega setelah mendapatkan ijin dari Revan sekaligus ibu mertuanya, itu akan mempermudah rencananya. Ia berjalan masuk ke kamar, sesampainya di dalam kamar ia lantas merebahkan diri di atas kasur. Malas - malasan lantaran kecewa pada Revan.

Keesokan harinya setelah sarapan bersama sekeluarga, Alya mulai bersiap - siap pergi sesuai rencanannya. Ia mengajak serta putrinya. Sekitar perjalanan empat puluh lima menit menaiki angkutan umum tibalah ia di sebuah rumah sederhana namun asri karena banyak tanaman bunga serta pohon mangga di depan rumah tersebut.

"Assalamualaikum... ", salam Alya di depan pintu yang terbuka.

" Waalaikumsalam... hai ayo masuk - masuk ! ", balas suara dari dalam sambil berjalan keluar. Alya dan temannya yang bernama Nina lantas berjabat tangan dan pelukan. Nina mengajak Alya serta putrinya masuk ke dalam rumah.

" Aduh... aku kangen banget sama kamu Al, udah berapa tahun ya kita nggak ketemu? Eh anakmu baru satu ini ya Al? Ramai rumah kalau ada anak kecil Al", cerocos Nina yang memang sudah seperti itu karakternya.

"Udah berapa tahun ya, entahlah pokoknya tahunan deh. Iya anakku baru satu. Kamu sendiri anakmu berapa? "

Mereka berjalan sambil mengobrol menuju ruang tengah rumah tersebut.

"Silakan duduk Al ! Sama aku juga baru satu tapi dia tinggal sama mertua ku. Memang mertua ku yang minta karena mas Edy jarang pulang kampung. Katanya biar sebagai pengganti mas Edy di rumah. Gak mesti setiap setahun sekali aku sama mas Edy bisa pulang ke kampung halaman mas Edy. Tahu sendirilah mas Edy kerjanya ke sana sini", Nina mempersilakan Alya duduk dan masih nyerocos. Sembari menuju arah dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang tengah.

"Dia masih jadi sopir antar kota kah? "

"Iya, masih. Sama aku aja jarang bisa menghabiskan waktu bersama kalau liburan apalagi pulang ke kampung halamannya. Rumah mertua kan nyebrang pulau. Jadilah anakku yang di minta tinggal di sana. Supaya kalau kangen mas Edy ada anaknya di sana", Nina menjawab pertanyaan Alya dari dapur.

Beberapa detik kemudian Nina keluar dari dapur dengan membawa kue dan jus.

"Nih Alya silakan di nikmati, seadanya aja ! "

"Makasih ya... udah repot - repot"

"Repot apaan...kayak sama siapa aja. Eh Al jadi gimana katanya kamu mau cerita soal itu... ", Nina sambil melirik sebentar ke arah Faya.

" Fay... bunda mau ke dapur sama tante Nina. Faya di sini ya sambil nonton TV? "

"O iya aduh tante lupa nyalain TV... maaf ya Faya? ", sahut Nina. Kemudian menyalakan TV dan berlalu ke dapur seperti yang dikatakan Alya.

Mereka berdua saat ini berada di ruang sebelah ruang tengah. Berbicara di ruang makan yang merupakan satu ruangan dengan dapur.

" Jadi gimana - gimana? ", Nina membuka pembicaraan terlebih dulu. Ia sudah penasaran dengan cerita Alya dari semalam.

Alya pun menceritakan semua mulai dari kenapa ia bisa menikah dengan Revan hingga ia membaca pesan dari Kamila serta rencana bertemunya mereka, yaitu Revan dan Kamila.

"Gila ya tu perempuan", Nina yang terbakar amarah mendengar cerita Alya tentang Kamila mengirim pesan yang kurang pantas di tujukan kepada suami orang.

" Sstt... pelan - pelan nanti Faya dengar! ", Alya yang khawatir suara Nina bisa di dengar Faya karena lumayan keras.

" Aduh, sorry sorry mulut ini memang begini. Habisnya aku emosi sih dengar cerita kamu. Maunya apa perempuan itu? Di ajak nikah nggak mau giliran orang udah nikah sama yang lain di uber - uber"

"Aku juga nggak tahu Nin, mungkin sebenarnya dia masih cinta sama mas Revan. Yang bikin aku kesal lagi itu mas Revan malah ngerespon baik mantannya itu"

"Kalau dengar cerita kamu ya Al, sepertinya lakimu itu bunci lumayan parah sama mantannya. Kalau nggak mau alasan apa pun aku rasa dia nggak bakal mau di ajak ketemuan. Apalagi sampai udah bikin bapaknya jantungnya kumat "

"Sepertinya memang iya sih. Yang ku dengar dari cerita mbak Surti art di rumah mertuaku itu memang mas Revan sepertinya cinta banget sama mantannya itu. Mas Revan sering manjain dia dengan makan di tempat mahal, baju, sepatu, sandal, tas bermerk. Apalagi kalau pas ulangtahunnya gitu hm... entah habis berapa aja"

"Wuih... kaya juga laki mu Al"

"Iya dia memang kaya, soalnya dia bukan jadi guru aja. Tapi juga punya usaha cafe and resto yang ramai dan terkenal"

"Dimana itu Al? "

"Di daerah xxx"

"Astaga... itu kan daerah perkantoran. Berjajar kantor perusahaan - perusahaan besar dan juga dekat hotel hm... dan apartemen orang kaya - kaya. Ya iyalah ramai cafenya karena strategis tempatnya. Itu perempuan bodoh atau gimana di ajak nikah nggak mau. Kalau aku ya ayuk gitu deh, apalagi kalau orangnya baik begitu"

"Wanita itu nggak tahu kalau mas Revan punya usaha itu"

"Kok kamu tahu? "

"Rina, istri dari sahabat mas Revan cerita ke aku. Hal yang belum di ketahui Kamila soal mas Revan yaitu salah satunya. Tahunya Kamila cafe and resto itu punya mas Rio sendiri"

"Siapa lagi itu Rio? "

"Suaminya Rina sekaligus sahabatnya mas Revan. Dia bekerja di bidang perbankan gitu"

"Lumayan keren - keren juga ya kerjaannya laki mu sama temannya ? "

"Hm... begitulah sesuai dengan tempat kuliah mereka yang terkenal. Kamu tahu suamiku itu dulu fakultas apa? "

"Apaan? "

"Hukum"

"Lha kok...? "

"Bilangnya males berhubungan sama hukum - hukum"

"Kok bisa sih hahaha"

"Entahlah... karena udah terlanjur bilangnya jadi di jalanin aja sampai lulus"

Mereka masih melanjutkan pembicaraan panjang lebar bercerita berbagai macam hal bukan tentang kehidupan Alya semata.

Waktu terus bergulir sampai pada waktunya Alya menjalankan rencananya. Faya di titipkan pada sahabatnya, Nina. Alya saat ini sedang berada di dalam mobil yang ia sewa beserta sopirnya. Ia mengamati di pinggir jalan tak jauh dari rumah Revan. Beberapa menit kemudian pintu pagar rumah tersebut terbuka dan tak lama keluar sebuah mobil hitam. Ia yakin itu adalah Revan. Sebenarnya Alya sudah tahu Revan dan Kamila akan bertemu dimana namun ia tetap memilih mengikuti karena siapa tahu mereka berubah rencana.

"Bang... ikuti mobil hitam itu jangan terlalu dekat ya...? ", perintah Alya kepada sopir setelah melihat mobil yang di yakini itu adalah Revan berjalan sekitar dua meter dari posisinya.

" Siap mbak", jawab sang sopir yang tak lain adalah tetangga Nina. Ia lebih muda dari Alya dan Nina.

Sekitar tiga puluh menit sampailah di sebuah cafe and resto yang baru di lihat dari nuansanya sudah bisa di pastikan kelas mahal.

Alya turun dari mobil sementara ia menyuruh sopir stay di tempat. Ia mengikuti arah Revan diam - diam dengan menggunakan masker berwarna coklat muda, pakaian gamis berwarna babi pink yang elegant berbahan ceruty full puring serta kerudung polos warna senada. Ia sengaja menunggu dahulu di meja agak jauh namun tidak memesan apapun. Ia sengaja menunggu waktu. Dadanya sedikit sesak melihat Revan dan Kamila yang duduk bersebelahan dimana tempat yang mereka duduki spotnya sangat pas. Karena di pinggir pantai, deburan ombak pun terdengar. Semakin terasa panas melihat penampilan Revan yang terkesan maskulin. Kemeja putih yang di gulung sampai sikut, celana panjang putih tulang dan rambut terkesan basah karena menggunakan gel di sunggar ke belakang menampakkan wajah yang fresh. Dan sang wanitanya menggunakan memakai dress di atas lutut sedikit tanpa lengan berwarna hitam dengan aksen kerlap - kerlip. Rambut hitam panjang lurus di biarkan tergerai dengan anting panjang putih. Wajah yang cantik dan body yang bagus. Sudah seperti aktris. Benar - benar seperti orang berkencan. Dada Alya naik turun, apakah itu tanda cemburu? mungkin... tapi tidak salah juga karena Alya adalah istri Revan. Alya berpikir apakah ia harus berhenti sampai di sini ? Jika ia berhenti itu berarti dia kalah. Tidak, mereka sudah menyakitiku...akan ku buat mereka malu. Alya bertekat dalam hati. Di lihatnya pelayan mengantar pesanan ke meja Revan dan Kamila. Alya harus menahan pemandangan Kamila memeluk manja lengan Revan dan tanpa penolakan dari Revan. Alya beberapa kali menarik nafas kemudian menghembuskannya untuk menetralkan api amarah dalam dadanya serta degup jantung yang tak karuan seperti drum yang dipukul berlanjut tiada henti. Serasa sudah cukup ia kemudian berdiri dan melangkah dengan elegan menghampiri meja Revan dan Kamila.

"Mas... kok nggak bilang kalau mau ketemu sama teman? ", Alya menyapa sambil mengelus pundak Revan dengan senyuman yang begitu manis.

Revan terkejut bukan main sampai tidak bisa berkata apa - apa beberapa detik. Sementara Kamila juga tidak kalah terkejutnya ia refleks melepaskan gelayutan manjanya di lengan Revan. Alya duduk di samping Revan yang masih kosong. Meja yang di tempati memang berbentuk bundar. Alya lantas mengulurkan tangannya ke arah Kamila untuk berjabat tangan.

"Hai... kenalin aku Alya istrinya mas Revan? "

"H-hai juga, aku... Kamila"

"Kamila... nama yang bagus ya? ", Alya melirik ke arah Revan dengan tersenyum.

" Y-yank kamu kok di sini? bukannya kamu di rumah temanmu? ", Revan mulai sadar dari keterkejutan dan berusaha tenang walaupun sebenarnya tidak tenang terbukti yang sempat tergagap bicaranya.

" Ah... iya, kita juga mau makan di sini tapi kebetulan dia ketemu sama temannya di depan tadi. Jadi aku duluan masuk dan nggak sengaja aku lihat mas. Ya udah aku ke sini aja",

"Faya...? "

"Faya masih sama temanku. Dia lengket sama temanku"

"Yank... suapin donk! Aku udah laper banget nih", lanjut Alya sengaja. Revan pun menurutinya tanpa bicara apa pun.

Kamila merasa panas melihatnya.

" Sini sayang juga ku suapin aaa...! ", Alya semakin menjadi. Ia juga mengusap bibir Revan yang sedikit belepotan dengan ibu jarinya.

" Lhoh Kamila nggak makan? ", Alya mengalihkan pandangannya.

" I- iya" , jawab Kamila dengan amarah yang sudah mau meledak.

Bagaimana dengan Revan tentu saja ia hanya pasrah dengan permainan Alya. Karena ia sudah ketahuan. Alya dan Revan saling suap. Beberapa kali Alya terlihat menggoda Revan dengan menarik janggut, mengelus rambut yang dekat dengan pelipis, memeluk lengan, menatapnya intens dari samping Semua aktifitas Alya tak luput dari pengamatan Kamila. Hingga akhirnya makanan mereka habis.

"Yank... aku ke toilet dulu ya? ", ijin Alya hanya alibi.

" Apa - apaan sih kamu mas? ", Kamila meluapkan kemarahan yang ia tahan sedari tadi setelah kepergian Alya.

" Maaf... aku juga nggak tahu kalau Alya ada di sini"

"Huh... ", dada Kamila naik turun sambil menyunggar rambut panjangnya ke belakang. Kemudian ia berdiri menyambar tas yang di letakkan di atas meja lalu pergi meninggalkan Revan tanpa pamit.

Pertemuan yang buruk, marah dan malu tentu saja ia rasakan. Mengingat ia dan Revan adalah langganan di cafe ini. Bahkan hampir semua karyawan cafe tahu Revan dan Kamila karena sering makan di sini. Mereka kadang juga menggoda Kamila dan Revan jika datang ke sini. Seperti tadi begitu mereka masuk langsung dapat godaan dari penerima tamu dan di sambut senyuman dari beberapa karyawan cafe yang sudah hafal. Tapi apa yang terjadi semua hancur gara - gara kemunculan Alya.

Begitu keluar dari cafe Alya langsung naik ke mobil. Ia yang pamit ke toilet itu hanya bohongan belaka.

"Kita pulang...! ", perintahnya pada sang sopir dan di angguki oleh sang sopir.

Di perjalanan Alya hanya diam, membuat sang sopir memperharikannya sebentar dari spion yang berada di atasnya. 'Wanita ini tidak baik - baik saja', batin si sopir karena ia melihat mata wanita itu berkaca - kaca dalam diam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!