Malam harinya di rumah Kamila ada sebuah mobil masuk ke halaman rumah. Mobil itu berhenti dan keluarlah tiga orang yaitu orangtua Kamila serta adiknya. Mereka bergegas memecet bel tak lama berselang terbukalah pintu yang tak lain adalah Kamila. Sebelum kedua orangtua Kamila masuk ke dalam rumah mereka mengucap salam dan tentu di jawab Kamila. Mereka lantas duduk di sofa ruang keluarga.
"Bagaimana keadaan Revan? ", tanya sang ayah yang bernama Doni pada putrinya.
"Lumayan parah pa", jawab Kamila tidak semangat.
" Terus kira - kira di lanjut atau tidak rencana pernikahan kalian ? maksud papa di undur dulu atau tetap sesuai rencana ? "
"Mas Revan sih sepertinya lebih memilih di lanjut sesuai rencana tapi aku jadi bingung pa"
"Bingung gimana? ", pak Doni mengernyit mendengar penuturan putrinya sedang istrinya ibu Farah juga penasaran menunggu jawaban dari putrinya. Sementara Rafli di suruh oleh sang mama untuk masuk ke kamarnya lebih dulu.
" Mila ragu untuk melanjutkan rencana pernikahan ini pa"
"Kenapa? Maksud kamu bagaimana Mila ? ", Ibu Farah yang merasa gundah seketika dan curiga pada putrinya.
" Anu...ma wajah mas Revan rusak akibat kecelakaan itu dan sepertinya proses penyembuhannya agak lama"
"Lalu ? ", giliran sang papa yang bertanya dan di lanjut sang mama,
" Iya lalu apa? ". Mila tak menjawab. Ia sedikit menundukkan wajahnya dengan memilin jari jemarinya di atas pangkuannya. Ibu Farah yang sudah hafal dengan tabiat putrinya pun tanpa basa basi,
" Mila jangan bilang kamu punya pikiran yang tidak - tidak! ". Pak Doni hanya melihat ke arah istri dan kemudian berpindah ke arah sang putri. Ia masih belum paham.
" Ma kalau pernikahan ini tetap di laksanakan aku pasti malu dengan para tamu undangan. Mila rasanya nggak sanggup ma kalau harus malu di depan orang banyak"
"Kalau begitu di undur saja pernikahan kalian. Tunggu sampai Revan benar - benar pulih", pak Doni memberi saran dan ibu Farah membenarkan yang di katakan oleh suaminya dengan mangguk - mangguk. Tapi ternyata itu tidak membuat putri mereka luluh.
" Tetap saja ma pa kalau di undur Mila tetap masih mengganjal"
"Apa masalahnya Mila? ", tanya pak Doni.
"Papa kan tahu orangtua mas Revan sudah tidak sehat. Sewaktu - waktu bisa kambuh. Dan Mila nggak bisa kalau harus menjadi menantu yang setiap hari di rumah memperhatikan mertua dan merawat jika sakit"
"Ck ck. Mila sebenarnya kamu itu cinta atau tidak sama Revan? Kalau kamu cinta beneran itu tidak jadi masalah. Hal semacam itu biasa sayang", ayah Mila berdecak heran dengan putrinya. Ia berusaha menjelaskan kepada sang Putri.
"Benar yang di bilang papa Mila. Kalau kamu malu bisa di undur dulu tunggu sampai Revan benar - benar sembuh. Soal orangtua Revan kenapa kamu khawatir mereka kan ada pembantu"
"Tetap saja ma pa... Mila nggak sreg dengan ini"
"Lalu apa sebenarnya maksud kamu Mila? Coba katakan pada papa apa yang sebenarnya kamu mau ? "
" Mila pengen di batalkan saja pernikahan ini"
"Apa? ", kedua orangtua Mila terkejut dengan apa yang di katakan putrinya. Pak Doni yang agak geram pada putrinya,
" Jangan ngawur kamu Mila! Pernikahanmu tinggal sebentar lagi. Dan lagi mau di taruh mana muka orangtuamu ini jika batal? Mending di undur itu lebih masuk akal daripada batal jelas sekali kalau kamu sengaja menghindar atau tidak bisa menerima keadaan Revan saat ini"
"Iya Mil... pikirkan perasaan Revan dan keluarganya. Juga kami sebagai orangtuamu. Pikirkan dulu dengan tenang jangan gegabah mengambil keputusan ! Ini bukan main - main Mil"
"Bagaimana kalau kita undur saja? Selain untuk Revan sembuh juga untuk agar kamu lebih tenang. Besok papa dan mama akan menemui orangtua Revan membahas masalah ini".
Kamila menggelengkan kepalanya tanda penolakan.
" Mila benar - benar nggak bisa ma pa. Luka di wajah mas Revan kemungkinan akan membekas dan Mila belum bisa kalau harus membantu mengurus orangtua mas Revan jika sakit. Mila merasa tidak bebas. Sedang mas Revan dari awal menginginkan istri yang berada di rumah saja. Apa iya Mila harus cuek saat mertua Mila butuh bantuan. Mila tidak mau ribet. Tolong mengerti Mila"
Pak Doni dan ibu Farah diam sejenak, kemudian pak Doni membuka suara,
"Kalau kamu belum siap dengan itu semua lalu kenapa kamu mau ketika di ajak menikah Revan? Harusnya kamu tolak saja dari awal! "
"Mila tidak punya pilihan saat itu pa. Mila sudah terlanjur pacaran dengan mas Revan selama beberapa bulan dan suatu hari ketika Mila di ajak ke rumahnya, Mila baru tahu kalau keadaan keluarga mas Revan sudah tidak seperti dulu lagi. Berubah drastis. Bahkan mereka sekarang menjalani hidup orang sederhana. Tidak seperti dulu yang selalu terlihat mahal"
"Apa maksud kamu Mila? papa semakin nggak ngerti "
"Ayah mas Revan mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Sehingga kehidupan mereka pun berubah. Beberapa aset sudah terjual, mobil mewah pun sudah tak ada. Mereka beli mobil juga belum lama itupun menjual sebagian tanah. Dan pembantu itu juga baru setelah mas Revan mulai stabil dengan keuangannya".
"Mila... semua itu tidak masalah nak. Dulu papa mana punya mobil iya kan ma? semua itu ada prosesnya. Keluarga kita dulu juga biasa - biasa. Mila pasti ingat kan waktu masih sekolah kita hanya punya satu motor, itu pun motor murah. Tidak perlu kamu khawatir dengan itu nak! Nanti kita akan bahas pernikahanmu dengan Revan ya ma? Kita akan menemui keluarganya besok sekalian jenguk Revan"
"Yang di bilang papa benar sayang. Kamu tidak perlu memikirkan sampai begitu jauh! Semua itu ada prosesnya toh sekarang keluarga Revan sudah mulai membaik juga kan. Sekarang lebih baik kamu istirahat supaya lebih tenang! Dan besok kita akan menemui keluarga Revan. Papa dan mama sampai pulang hari ini juga karena mendengar Revan kecelakaan padahal rencananya mau pulang besok. Iya kan pa? ", ibu Farah melihat ke arah suaminya dan mendapat jawaban sebuah anggukkan kepala. Kamila pun menyerah dan berlalu menuju kamarnya. Setelahnya ibu Farah membuka percakapan lagi dengan sang suami.
" Pa... sebenarnya mama khawatir dengan usaha kita meyakinkan Kamila tadi mengingat sifat Kamila yang keras kepala dari kecil"
"Papa juga ma. Tapi papa berharap jangan sampai batal. Mau di kemanakan muka kita ma. Biarpun papa tidak dekat dengan pak Andi tapi papa tahu orang itu punya power dan ia merupakan sosok yang tidak gampang menyerah. Mama tolong bujuk Mila agar tidak nekat! "
"Itu pasti pa tapi mama gak janji. Semoga besok lancar rencana kita bertemu keluarga Revan"
"Iya aamiin... ", balas sang suami. Kedua orang itu sebenarnya sangat lelah dari perjalanan. Namun begitu sampai di rumah harus lebih lelah lagi dengan menghadapi putrinya. Mereka saat ini sadar bahwa putri mereka belum dewasa. Sedangkan di kamar Kamila, perempuan itu tidak bisa tidur karena terus memikirkan apa yang ia khawatirkan. Benar - benar ia belum siap jika harus menjadi istri yang berdiam diri di rumah satu atap dengan mertua. Membayangkannya saja membuat ia merasa tidak bebas.
Keesokan harinya masih di rumah Kamila tepatnya di meja makan mereka sekeluarga sedang menikmati sarapan. Pak Doni membuka suara,
"Nanti kita pergian ke tempat Revan jam sepuluhan aja ya? Mila kamu udah tanya Revan dimana siapa tahu hari ini pulang? "
"Aku gak ikut", jawab Kamila datar. Orang di ruangan itu merasa kaget semua terutama kedua orangtuanya. Kalau adiknya Kamila, Rafli memang tidak ikut - ikut yang menyangkut urusan orang dewasa. Ia masih duduk di bangku SMP kelas 2.
" Lhoh...? ", ibu Farah yang kaget sejurus memandang ke arah putrinya lalu berpindah ke suami.
" Kenapa? ", kini pak Doni yang bertanya.
" Mila tidak mau melanjutkannya"
"Tapi nak... ", belum sempat ibu Farah melanjutkan ucapannya namun di potong oleh sang putri.
" Udahlah ma pa... jangan paksa Mila. Kalau kalian paksa Mila akan minggat dari rumah. Pokoknya Mila mau batal".
Jder.... seperti di sambar petir mereka yang mendengar tak terkecuali Rafli sampai langsung mendongak melihat ke arah kakaknya.
Sejurus kemudian setelah mengucapkan kata - kata itu Kamila beranjak dari duduknya dan pergi menuju kamarnya. Ketiga orang yang di meja makan masih terdiam mencerna apa yang mereka dengar. Baik Pak Doni dan ibu Farah tidak melanjutkan makannya melainkan hanya diam entah apa yang mereka pikirkan. Sementara Rafli, ia tak tahu harus bagaimana jadi ia lebih memilih diam dan berusaha menikmati makannya walaupun sebenarnya sudah terasa tidak enak lagi. Beberapa menit kemudian,
"Ma ayo kita bicara! ", Pak Doni mengajak sang istri dan langsung di ikuti sang istri tanpa menjawab. Tibalah mereka di ruang keluarga kemudian duduk di sofa.
" Hari ini kita pergi berdua saja menjenguk Revan tapi sementara jangan membahas keinginan Kamila yang meminta batal. Siapa tahu nanti dia berubah pikiran, mungkin dia masih butuh waktu untuk menerima keadaan saat ini"
"Lantas kita nanti jawab apa kalau keluarga Revan bertanya tentang Kamila? Sedangkan ini hari libur, Kamila tidak bekerja"
"Kita bilang saja Kamila ada undangan pernikahan dari temannya"
"Baiklah. Tapi bagaimana kalau Kamila tetap tidak berubah pikiran? Apa yang harus kita lakukan? "
"Apa lagi yang bisa kita lakukan selain membatalkannya"
"Papa serius? "
"Tak ada gunanya kita tetap memaksa Kamila kalau orang nya saja tidak mau. Bisa - bisa nanti malah nekat dia seperti yang di katakannya tadi", " Memang ini berat ma tapi kita juga tidak bisa memaksa dan kita juga harus siap dengan resikonya karena bagaimanapun Kamila anak kita, tanggung jawab kita lebih tepatnya tanggung jawab papa"
"Mama menurut saja sama papa. Mama sudah gak tahu harus bagaimana. Jujur mama buntu saat ini pa. Tapi kita juga tidak bisa mengulur lama memberitahu keluarga Revan soal pembatalan jika Kamila tetap tidak berubah pikiran. Karena setahu mama mereka sudah hampir semua persiapannya"
"Iya papa tahu, tunggu lagi dua atau tiga hari ".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
iza
Mencengangkan
2023-07-29
0
@le_10
Thor, ceritanya keren banget! Cepat update lagi dong!
2023-07-29
0
∠?oq╄uetry┆
Nggak sabar pengen tahu kelanjutannya.
2023-07-29
0