Mencari Tahu

Keesokan harinya di kantor sebuah perusahaan swasta, terlihat Kamila yang berdiri di teras kantor. Beberapa menit kemudian datanglah seseorang yang ia tunggu dari tadi. Orang tersebut memarkirkan motornya, setelahnya turun berjalan menuju kantor tempat ia bekerja.

"Ngapain masih di sini? Nggak masuk? ", tanya Dita yang merasa di perhatikan Kamila dari ia masuk halaman sampai saat ini.

" Aku nungguin kamu"

"Nungguin aku? ada apa? ", Dita bingung.

" Aku mau ngomong sama kamu. Nanti jam istirahat kita makan bareng yuk di warung sebrang ! "

"Oke. Ya udah ayo masuk! "

Siang harinya di sebuah warung makan tampak Kamila dan Dita berada sesuai rencana pagi tadi.

"Kamu mau ngomongin apa? ", Dita membuka percakapan setelah mereka memesan makanan dan minuman.

" Yang kamu bilang tempo hari itu beneran ya Dit, mas Revan menikah? "

"Iyalah beneran. Ngapain aku bohong. Mamaku kan kenal sama ibunya Revan, trus kita juga teman sekolah. Jadi ya di undang. Soalnya acaranya sederhana aja kok. Katanya sih cuma ngundang tetangga dekat sama keluarga aja. Mungkin sama teman dekat Revan"

"Kamu kata siapa kalau cuma ngundang orang dekat aja? "

"Mamaku lah, ibunya Revan yang cerita waktu ngundang mama"

"Oh, Ehm... ngomong - ngomong kamu tahu siapa mempelai wanitanya? "

"Nggak tahu aku, tapi sepertinya keluarganya Revan sudah kenal lama"

Kamila terdiam beberapa detik, dan di sadarkan suara Dita yang kembali berbicara.

"Kamu... kenapa membatalkan pernikahanmu ? "

"Kamu tahu? ", Kamila kaget dengan tahunya Dita bahwa ia yang membatalkan pernikahan.

" Iya. Dari mamaku. Dan mamaku tahu dari ibunya Revan"

"Mama kamu dekat dengan tante Yani ya? "

"Bisa di bilang gitu. Selain tetangga juga teman antar sekolah waktu aku dan Revan masih kecil. Dari situ mereka jadi berteman. Kamu belum jawab pertanyaanku Mil? "

"Aku... aku juga nggak tahu Dit tiba - tiba aku merasa belum siap aja", Kamila tidak mungkin memberitahukan alasan yang sebenarnya kepada Dita.

" Kenapa nggak di undur dulu kalau belum siap? kenapa main batal aja? Jadinya Revan cari yang lain deh. Yah... emang sih ada yang seperti kamu gini"

"Maksudnya? ", Kamila mengernyit tidak paham.

" Ada yang kasusnya seperti kamu begini, pernikahan udah dekat tapi tiba - tiba merasa nggak siap. Jadi batal deh. Jangan salah paham! "

"Oh"

"Mungkin belum jodohmu Mil"

"Iya kamu benar"

"Eh makanannya udah datang tuh ayo makan dulu! ", Dita memberitahu Kamila dengan memberi isyarat memajukan dagunya ke arah seseorang sambil membawa makanan yang saat ini berjalan ke arah meja mereka.

Setelah pelayan pergi dari hadapan kedua wanita tersebut, mereka pun mulai menyantap makanan yang di sajikan di meja. Mereka makan dalam keheningan. Dita terlihat menikmati makanannya namun tidak dengan Kamila, ia sebenarnya merasa kurang berselera dengan makanannya. Bukan makanannya yang bermasalah melainkan pikirannya yang tidak tenang. Ia masih penasaran dengan kehidupan Revan sekarang. Setelah beberapa menit mereka pun selesai makan. Setelah membayar makanan masing - masing, mereka pun berjalan menuju kantor kembali. Di tengah perjalanan Dita membuka pembicaraan.

"Mil, sudah ya kamu nggak usah mikir Revan lagi. Dia sudah punya kehidupan sendiri. Lagi pula ini kan keputusan kamu sendiri kan? "

"Iya Dit"

"Sebenarnya aku sih menyayangkan pernikahan kalian yang batal tapi mau bagaimana lagi kalau kamu belum siap iya kan? "

"Hm"

Setelahnya tidak ada pembicaraan lagi sampai mereka tiba di kantor.

"Mil aku duluan ya ", pamit Dita karena tempat kerjanya lebih dekat daripada tempat Kamila yang berada di ujung dekat tembok.

"Iya Dit, makasih ya...? ". Dita hanya merespon dengan kedipan mata sebelah kanan sambil tersenyum sebagai tanda oke. Kamila masih belum puas dengan informasi yang di dapat dari Dita. 'Aku harus cari tahu melalui mas Rio, dia mungkin tahu karena dia kan sahabatnya mas Revan. Iya aku harus ketemu dia', batin Kamila. Ia pun berencana akan pergi ke cafe Rio malam nanti.

Di sebuah sekolah menengah Revan berjalan beriringan dengan salah satu rekan guru.

"Ah akhirnya pak Revan sudah mulai mengajar juga", ujar rekan guru Revan yang juga seorang lelaki bernama pak Amir.

" Iya pak Amir alhamdulillah"

"Jadi kapan dilangsungkan pernikahannya pak? "

"Alhamdulillah sudah pak kemarin"

"Ha? Yang benar pak? Alhamdulillah, selamat kalau begitu ya pak? Semoga jadi keluarga yang diberkahi allah aamiin...", pak Amir menjabat tangan Revan memberi selamat atas pernikahan Revan.

" Terimakasih pak Amir, aamiin... "

Beberapa jam kemudian waktu pulang sekolah pun tiba. Revan hari ini mengendarai mobil karena malas membawa motor. Entah kenapa ia merasa panas bekas luka di wajahnya jika mengendarai motor di siang hari. Di perjalanan ia melihat toko boneka di pinggir jalan. Tanpa rencana pun ia lantas membawa ke tepi mobilnya tepat di depan toko tersebut. Ia teringat putrinya yang tak lain adalah Faya. Biarpun Faya bukan darah dagingnya setiap Revan melihat pakaian anak perempuan, boneka, dan yang identik dengan barang anak perempuan entah kenapa ia merasa gemas ingin membelikannya. Padahal mereka baru mengenal beberapa hari. Apakah naluri kebapakkannya muncul? mungkin... Turun dari mobil Revan segera memasuki toko dan di lihatnya berbagai macam boneka yang lucu - lucu. Rasanya ia ingin memborong semua. Tapi untuk apa banyak - banyak pikirnya. Revan memilih salah satu boneka beruang warna cream yang ukurannya lumayan besar hampir sebesar Faya. Ia terkekeh sendiri membayangkan Faya menenteng boneka tersebut. Kemudian ia segera membayarnya di kasir, dan berlalu menuju rumah. Begitu sampai di rumah,

"Tok tok tok Assalamu'alaikum...? ", Revan mengetuk dan mengucap salam.

" Cklek, waalaikumsalam", Alya yang membuka pintu dan menyambut dengan ukuran tangan. Menjabat serta mencium punggung tangan suaminya.

"Apa itu Yah? ", Alya yang melihat tentengan di salah satu tangan Revan.

" Boneka buat Faya"

"Lagi? , kemarin kan yang dari cafe juga sudah di belikan? " Alya terheran dengan suaminya.

"Biarin aja", jawab Revan cuek. Lalu berjalan masuk ingin menemui Faya.

" Fay... " , ia membuka pintu kamar sembari memanggil Faya. Kamar yang di tempati Faya saat ini sebelumnya

 adalah kamar Sandi. Setelah Revan menikah dengan Alya kamar Sandi pun di jadikan kamar Faya supaya lebih dekat dengan kamar Revan yang ada di sebelahnya.

"Ayah... ", jawab Faya girang.

" Nih lihat ayah bawa apa? "

"Apa itu yah? "

"Lihat sendiri dong, nih...! ", hampir Faya menyambar kantong besar di tangan Revan,

" Eits, tunggu dulu! cium ayah dulu dong! ", suruh Revan. Faya pun mencium kedua pipi Revan setelahnya menerima kantong tersebut.

Alya yang memperhatikan tersenyum melihat interaksi ayah dan anak tersebut.

Di cafe Rio tampak hampir penuh kursi malam ini, Rio yang keluar dari ruangannya baru saja melewati meja kasir melihat sekilas ke arah keluar. Ia melihat Kamila baru masuk ke cafe. Rio pun buru - buru ingin berbalik, tapi baru saja ia ingin berbalik suara yang familiar memanggilnya.

"Rio? "

'Sial baru mau kabur udah ketahuan duluan', batin Rio yang sebenarnya ia enggan bertemu dengan Kamila. Ia ikut sakit hati setelah tahu sahabatnya di kecewakan wanita itu.

"Hai Mil... ", basa basi Rio untuk menutupi gelagatnya.

" Sendiri aja? ", lanjut Rio.

" Iya. Mau sama siapa lagi"

"Ya siapa tahu sama teman kamu atau siapa gitu? "

"Nggaklah Yo. Sebenarnya aku mau ngomong sama kamu, bisa kan? "

"Hm... bisa sih. Memang mau ngomong apaan sih kayaknya serius amat? ", Rio tidak enak jika menolak.

" Soal mas Revan"

"Revan?"

"Iya. Kita duduk deh Yo! "

"O iya aku lupa, sorry sorry? "

"Santai aja"

"Begini Yo... apa benar ya mas Revan sudah menikah? ", mereka saat ini yang sudah duduk.

" Iya. Aku kaget waktu datang ke acara pernikahannya. Pasalnya bukan kamu yang jadi mempelai wanitanya"

"Apaas Revan sudah cerita... soal... pernikahan kita yang batal"

"Iya dia udah cerita ke aku kemarin. Dia bilang kamu yang batalin. Kenapa Mil? Kenapa kamu batalin setelah tinggal beberapa hari saja? "

"Aku... aku tiba - tiba merasa tidak siap"

"Tidak siap bagaimana? "

Kamila seperti berpikir, belum ia menjawab sudah di sambung lagi oleh Rio.

"Jika kamu tidak siap harusnya jauh - jauh hari kamu bilang Mil! Bukan sudah di depan mata tiba - tiba kamu batalin. Bahkan kamu nggak memberi penjelasan apapun ke Revan. Kamu tahu nggak... Revan benar - benar hancur waktu mendengar kamu membatalkan pernikahan? Sudah sakit badannya kamu tambah sakit hatinya. Ya...paling tidak di undur dulu lah pernikahan kalian kan bisa? nggak perlu sampai batal"

"Nggak segampang itu Yo"

"Kenapa? Apa masalahnya? Atau jangan - jangan kamu takut malu di depan orang - orang dengan keadaan Revan yang wajahnya rusak? "

"Yo... ", Kamila berteriak cukup keras sehingga membuat orang di sekitar melihat ke arah mereka.

" Sstt...! Ini tempat umum Mil, Gak usah nge gas gitu kalau memang kenyataannya nggak seperti yang aku bilang. Dengan kamu teriak begini malah bikin aku penasaran kalau apa yang ku bilang barusan itu benar, hm...? "

"Aku ke sini karena ingin memastikan sesuatu bukan mendengar celotehanmu yang nggak jelas"

"Memastikan apa? Revan? Dia sudah menikah dengan janda cantik anak satu dan sudah bahagia sekarang. Itu kan yang ingin kamu ketahui? "

"Janda anak satu? "

"Iya.Itu gara - gara kamu", Rio sambil menunjuk wajah Kamila karena sudah kesal. Amarah yang biasa tahan - tahan sudah tidak bisa di bendung.

" Coba kamu nggak main membatalkan pernikahan kalian, dia pasti sudah jadi suamimu sekarang. Tapi aku bersyukur sih di saat Revan jatuh ada seorang wanita yang bisa menerima dia apa adanya, bukannya kekasih yang malah meninggalkannya"

"Rio kamu kok bilang begitu? ", Kamila benar - benar heran dengan Rio yang ada di hadapannya sekarang. Rio tidak seperti dulu yang ia kenal. Dimana saat ia tertawa dengan Revan maka Rio juga ikut tertawa, di saat ia dan Revan sedih maka Rio juga ikut sedih. Rio sudah berubah.

" Sudahlah Mil! Kamu sudah dapat informasi dariku, sekarang aku rasa sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Dan satu pesanku mengingat kita adalah teman dari sekolah, sekarang kamu lebih baik tidak usah lagi mengurusi hidup Revan ! Dia sudah berkeluarga. Dan kamu juga pikirkanlah untuk kehidupanmu ke depan oke! Aku pergi dulu ya Mil masih ada urusan. Sorry kalau aku tadi menyinggungmu, itu karena aku nggak habis pikir sama sikapmu. Aku pergi bye... ", Rio berdiri dari duduknya kemudia berlalu meninggalkan Kamila.

" Sok nasehatin" gumam Kamila setelah Rio pergi.

"Kita lihat aja nanti", Kamila tersenyum sinis.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!