Pagi di rumah sakit Revan sudah lebih baik dari kemarin. Tinggal menjalani masa pemulihan saja baik luka di wajah maupun di tangan yang lecet dan sedikit terkilir.
"Buk kapan Revan di bolehkan pulang? ", tanya Revan pada sang ibu yang setia menunggunya dari kemarin.
" Kata suster suruh tunggu dokternya nanti datang"
"Malesnya, aku udah gak betah di sini"
"Iya ibu tahu gak usah kamu jelaskan! "
Tiba - tiba pintu ruangan di buka dari luar, Sandi dengan menenteng kresek yang di dalamnya makanan untuk mereka bertiga. Pak Andi tidak berada di situ saat ini. Ia pulang dari semalam jadilah yang menemani Revan di rumah sakit Sandi dan sang ibu.
"Ini buk, mas sarapannya. Ayo kita makan dulu !", mereka kemudian segera mengambil makanan masing - masing. Revan sebenarnya dapat jatah makan dari rumah sakit akan tetapi ia kurang suka masakan rumah sakit. Al hasil jatah dari rumah sakit utuh tak terjamah. Setelah selesai makan Revan tiba - tiba memanggil adiknya dengan suara nyaris tak terdengar. Namun Sandi masih bisa mendengar, ia menoleh ke arah sang kakak dan kakaknya memberi isyarat agar ia mendekat tanpa di curigai sang ibu. Entah apa yang ingin di sampaikan sang kakak pada adiknya itu. Di sisi lain sang ibu sedang fokus membaca koran hari itu.
"Ada apa? ", Sandi bertanya pelan seraya mendekati kakaknya.
" Mila ada hubungi kamu gak? ", suara Revan berbisik.
"Nggak ada", Sandi menjawab dengan berbisik juga, " Emang kenapa? ", lanjutnya.
" Husst... pelan - pelan jangan sampai kedengaran ibuk. Dari kemarin sampai hari ini dia gak ada hubungi aku"
"Mungkin dia lagi sibuk", Sandi mencoba menenangkan sang kakak.
" Iya mungkin", balas Revan.
"Tenang aja nanti juga pasti dia bakal hubungi mas"
Setelah itu hening kembali dengan Sandi yang kembali menuju sofa yang ada di ruangan itu. Ia merogoh ponsel dari saku celananya lalu asyik dengan dunianya sendiri. Sekitar pukul setengah sebelas datanglah kedua orangtua Kamila menjenguk Revan.
"tok tok tok Assalamu'alaikum... ? ", suara dari luar.
" Waalaikumsalam, silakan masuk ! ", orang yang di dalam menjawab yang tak lain Sandi dan ibunya. Sementara Revan sedang tidur setelah minum obat.
" Eh bu Farah sama pak Doni.. "seru ibu Revan
" San bangunin kakak kamu, calon mertuanya kesini jenguk dia", tanpa menjawab Sandi bergegas bangun dari duduknya dan menghampiri sang kakak.
"Mas bangun...! Ada orangtua mbak Mila", pelan suara Sandi. Revan kemudian membuka matanya. Sandi membantunya posisi duduk.
" Van... gimana keadaan kamu? " pak Doni menyapa dan mendekat ke arah Revan yang di ikuti sang istri.
"Udah mendingan om. Alhamdulillah cuma masih ngilu - ngilu dan sedikit perih di wajah"
"Sampai seperti itu ya", ibu Farah yang memperhatikan wajah Revan.
" Bagaimana ceritanya sampai kamu begini? "
"Itu om ada ibu - ibu yang
nyelonong dari sebuah gang. Revan jadi rem mendadak dan ada truk dari belakang yang melaju kencang. Ya sudah langsung brak. Dan bodohnya Revan lupa ngelock tali helm jadilah saat Revan terpental dari motor bersamaan juga helm Revan terlepas"
"Ya ampun", respon bu Farah sambil menutupkan telapak tangannya ke mulut.
" Ya namanya juga musibah tidak ada yang tahu. O iya mana Mila bu Farah? tidak ikut? ", ibu Revan bersuara. Hati bu Farah merasa sedikit deg deg an. Yang sebenarnya ingin di hindari tidak bisa di hindari. Itu sudah pasti.
" Anu.. itu Mila ada undangan pernikahan dari temannya. Tadi sebenarnya juga mau ke sini tapi ia tidak enak kalau tidak datang. Mengingat itu salah satu teman dekatnya", ibu Farah berusaha bersikap biasa memberi jawaban.
"O iya tidak apa - apa", tanggap ibu Revan tidak merasa curiga sama sekali. Revan yang mendengar jawaban ibu Farah entah kenapa juga merasa lega. Berarti kekasihnya tidak kenapa - kenapa pikirnya. Mereka pun berbincang hingga satu jam kemudian orang tua Kamila undur diri. Di tengah perjalanan menuju rumah pak Doni bertanya pada sang istri karena ia melihat raut wajah istrinya itu berubah seperti marah namun juga sedih tidak semangat setelah keluar dari ruangan Revan di rawat.
"Ma... mama kenapa ? Dari tadi papa perhatikan mama kayak kurang semangat begitu"
"Iya pa. Mama merasa kesal sama putri kita. Kenapa seolah - olah dia jadi main - main saja dengan hubungannya. Mama takut Revan kecewa berat"
"Kecewa berat itu pasti ma. Bahkan bukan Revan saja tapi seluruh keluarganya bisa jadi membenci Kamila. Tapi kita juga tidak bisa memaksa Kamila ma. Akan bahaya juga kalau kita memaksanya, ingat ancamannya tadi pagi kan? "
"Iya mama ingat. Terkadang mama berpikir apa kita yang sudah salah dalam mendidiknya, mungkin kita terlalu memanjakannya. Apa yang dia minta kita selalu berusaha menuruti sekalipun kita dalam keadaan sulit. Hiks hiks... ", Ibu Farah tidak mampu menahan tangisnya yang sudah di tahannya tadi malam. Saat di rumah sakit sebenarnya dadanya terasa sesak karena ada beban yang mengganjal. Dan hal itu adalah pembatalan yang di inginkan putrinya.
" Udah udah ma jangan nangis. Papa nggak tega kalau lihat mama nangis. Papa bingung harus apa "
"Pa kenapa anak kita jadi begini ? padahal kalau di lihat dari silsilah keluarga kita tidak ada yang seperti ini sebelum - sebelumnya. Baik dari pihak mama maupun papa"
"Mungkin ini ujian buat kita ma. Atau bisa jadi sebenarnya Kamila memang tidak mencintai Revan"
"Maksud papa? ", ibu Farah mengusap air matanya di pipi sembari melihat ke arah suaminya.
" Apa menurut mama kalau cinta bisa dengan mudah meninggalkan seseorang yang di cintai apapun alasannya? "
"Mungkin...tidak pa, tidak mudah"
"Itu yang papa maksud ma. Tapi apa yang terjadi dengan putri kita? Dia seolah tidak peduli dengan semua. Dia malah merasa malu dan takut jika tinggal satu atap dengan mertua akan kerepotan. Papa berpikir mungkin putri kita hanya mengagumi Revan yang dari keluarga berada. Terdengar jahat bukan papa ini ma? Tapi itulah yang terbesit di pikiran papa saat ini. Papa tidak nyakin dengan perasaan putri kita kepada Revan".
Ibu Farah berusaha mencerna apa yang di sampaikan suaminya. Ia pun tak menyalahkan pemikiran dari sang suami karena menurutnya juga itu bisa saja terjadi. Di lain tempat keluarga Revan mendapat kabar bahwa Revan sudah di perbolehkan pulang. Revan yang merasa senang kemudian menyuruh adiknya untuk mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Kemudian mengirimkan sebuah pesan pada seseorang,
"Yank, sore ini aku sudah bisa pulang. Sayang nggak ke rumah kah? ". Revan mengirim pesan pada sang kekasih tapi nampaknya kekasihnya itu belum membuka pesannya. Revan masih menunggu balasan dari sang kekasih namun satu jam berlalu masih belum kelihatan pesan yang di kirimnya dibaca oleh sang kekasih. Rasa gundah menghampirinya hingga ia berulang kali mengecek ponselnya. Nihil, masih tetap sama jangankan di balas di buka saja tidak. Sampai akhirnya ia mencoba menelepon sang kekasih. Hanya bunyi tut tut hingga mati dengan sendirinya. Ketika akan berusaha menghubungi kembali tiba - tiba Revan di kagetkan oleh suara,
"Revan ayo kita pulang! Kamu sudah kuat berjalan sendiri atau mau pakai kursi roda saja? "
"Revan bisa jalan pelan - pelan kon buk"
"Yakin? ", ibu Revan merasa sanksi namun di legakan dengan ucapan Sandi yang baru masuk ruangan setelah membawa barang - barang yang akan di bawa pulang ke mobil terlebih dulu,
" Biar Sandi papah mas Revan buk"
"Iya kalau gitu"
Mereka bertiga pun berjalan keluar meninggalkan ruangan. Sesampai di mobil Sandi mengarahkan sang kakak untuk duduk di depan samping kursi kemudi. Setelah sang kakak duduk dengan nyaman ia lalu menutup pintu mobil. Revan mengeluarkan ponselnya dan lagi mengirim pesan pada seseorang,
"Yank... kamu dimana? sibuk banget ya? "
"Yank... kangen... ", tidak peduli di buka atau tidak pesan yang dikirim. Ia tetap mengirim pesan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Kaylin
Tiap selesai kerja, langsung deh baca cerita ini, beneran bikin rileks!
2023-07-30
0
Min meow
Seneng banget nemu cerita ini, buat hari-hariku lebih berwarna! 😄
2023-07-30
0