2. Mengerikan

Setelah kepergian Mila dari kamar inap yang di tempati Revan saat ini tinggalah kedua orangtua Revan dan adiknya yang berada di ruangan itu.

"Van, kamu yakin akan melanjutkan acara pernikahanmu yang tinggal dua minggu lebih ? ", tiba - tiba pak Andi membuka pembicaraan.

" Kenapa pak? bukannya tadi kita sudah sepakat kalau pernikahanku tetap akan di langsungkan sesuai rencana? ", Revan sedikit ragu dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh ayahnya. Ia balik bertanya sambil menahan tubuhnya yang terasa sakit dan lemah. Namun sang ayah tidak menjawab pertanyaan Revan justru menyuruh sang adik untuk memperlihatkan sesuatu padanya.

"San kamu perlihatkan sama kakakmu", Sandi yang mengerti maksud sang ayah lantas mengeluarkan handphone dari saku celananya. Kemudian membuka kamera handphone tersebut dan mengaturnya dalam mode orang yang akan selfi. Sandi menyodorkan pada kakaknya handphone tersebut di hadapkan ke arah wajah Revan yang dalam keadaan baring dengan brankar yang di atur lebih tinggi sehingga posisinya seperti orang duduk. Revan terbelalak melihat pantulan dirinya dari kamera handphone adiknya. Sedang yang lain hanya diam seakan menunggu reaksi Revan.

"Mu-ka-ku... seper-ti in-i ? ", Revan terbata terkejut melihat wajahnya sendiri. Mengerikan... itulah yang pertama kali terlintas di pikiran Revan bahkan mungkin orang lain yang melihatnya juga berpikir sama. Bapak dan adiknya masih diam namun tidak dengan ibunya yang merasa tersayat hatinya dengan yang di alami putranya. Ia memejamkan mata seakan menahan rasa pedih dan pahit dalam hatinya. Ia berusaha agar tidak keluar air mata yang sesungguhnya sudah menumpuk dan ingin meluap. Revan masih terkejut, matanya berkaca - kaca. Antara sedih juga merasa bodoh. Ia sadar jika saja ia tidak lupa melock tali helm mungkin ia tidak akan mengalami hal seperti ini. Ceroboh. Sesaat kemudian pak Andi mencairkan suasana yang seperti waktu terhenti.

"Itu kenapa bapak bertanya padamu. Sebenarnya bapak juga tidak tega tapi pasti nanti kamu juga akan tahu sendiri. Persiapan untuk pernikahanmu sudah matang tinggal menyebar undangan. Rencananya kurang seminggu baru kita akan menyebar undangan itu. Keluarga besar kita sudah tahu semua soal rencana pernikahanmu bahkan yang di luar kota juga sudah tahu". Revan hanya mendengarkan dan mencerna apa yang di katakan ayahnya. Ia bingung dan masih terkejut dengan keadaan saat ini. 'Apakah tidak malu dirinya nanti jika tetap di lanjut? Apakah tamu undangan tidak jijik melihat keadaanya? Anak - anak kecil yang melihatnya apakah tidak takut? Lalu bagaimana dengan kekasihnya, Mila? '. Pertanyaan - pertanyaan muncul di benaknya membuat kepalanya tiba - tiba merasa pusing. Ia menghela napas pelan meluruhkan pundaknya lemas. Semua pun terkejut.

"Mas mas", Sandi panik melihat sang kakak yang seperti akan pingsan.

" Revan... ", sang ibu memanggil namanya histeris dan tak bisa menahan air matanya lagi. Bersamaan ayahnya yang menghampiri sang putra,

" Van van sadar kamu harus kuat ! ", mencoba memberi semangat walaupun tahu saat ini mungkin tidak akan mempan. Beruntung Revan tidak sampai pingsan. Orang terdekatnya berusaha membuatnya tenang. Keadaan pun terkendali dalam keheningan dengan pikiran masing - masing.

Di sisi lain Mila yang berjalan menuju tempat parkir di rumah sakit tersebut terlihat menggerutu pelan namun juga sedih.

'Apa - apaan ini ? Kenapa harus terjadi pada diriku ? Aku sudah berusaha menerima keadaan orangtua mas Revan yang sudah tua dan keduanya sudah tak sehat lagi, sekarang di tambah mas Revan kecelakaan. Dan wajahnya... ah sial'

Ini bukanlah yang di inginkan Kamila. Sejak awal ia memang suka pada Revan yang saat itu bertemu dengannya kembali setelah lulus kuliah. Mereka dulu sekolah SMA yang sama dan hanya berteman biasa seperti anak - anak pada umumnya. Tidak ada hubungan khusus atau dekat. Hanya saja mereka pernah satu kelas tidak lebih. Setelah lulus SMA Revan memilih kuliah di kota salah satu keluarganya yang tidak lain adalah adik dari ibunya. Begitu lulus kuliah Revan kembali ke kota kelahirannya saat itulah Revan bertemu kembali dengan Kamila dalam acara reuni. Revan yang lebih dewasa dan berkharisma dengan kacamata yang bertengger di hidungnya mampu membuat Kamila ingin mendekatinya. Apalagi ia ingat jelas bahwa Revan adalah dari keluarga berada. Semua teman sekolahnya tahu hal itu. Terbukti hampir semua anak - anak kala itu segan dan banyak yang ingin dekat dengan Revan. Tentu saja materi yang membuat begitu, walaupun Revan sendiri memanglah anak yang cerdas. Akan tetapi tidak semua anak bisa dekat dengannya karena Revan terkenal dingin. Kamila yang sudah pintar berdandan merasa percaya diri untuk mendekati Revan. Tidak seperti dulu saat masih SMA, Kamila termasuk jajaran anak gadis yang lugu dan pendiam. Penampilan yang biasa tidak neko - neko. Namun satu hal yang Kamila lupa, ia tidak berpikir setelah beberapa tahun keadaan bisa berubah. Misal dengan keadaan Revan, keluarganya? Beberapa tahun bisa merubah keadaan. Ayah Revan yang mengalami kemunduran usahanya hingga sakit jantung dan ibunya yang punya tekanan darah tinggi. Bahkan adik Revan pun harus menunda satu tahun baru bisa kuliah karena kondisi keuangan yang tidak stabil. Sandi memilih kerja ikut di perusahaan salah satu keluarga dari ayahnya.Keluarga pak Andi memang orang yang berada dari dulu - dulunya maka tidak heran kalau pak Andi bersaudara menjadi orang yang sukses. Meskipun begitu bukan berarti pak Andi bangkrut sepenuhnya. Pak Andi mempunyai lumayan banyak aset, seperti tanah. Dan ia juga masih bekerja mandiri di rumah dengan ternak ayam sekalipun stamina sudah tidak seperti dulu dan yang pasti hasilnya bisa untuk sehari - hari keluarga.

Selama di perjalanan menuju rumahnya Kamila masih kesal dan berusaha berpikir langkah apa yang harus ia ambil. Menikah dengan Revan saat ini adalah keputusan yang berat. Jika ia tetap menikah dengan Revan maka dia harus siap malu di depan teman - temannya dan lelaki yang pernah suka padanya. Setelah menikah ia juga harus siap menjadi ibu rumah tangga yang sehari - hari di rumah karena Revan melarangnya bekerja. Ia harus memperhatikan kedua mertuanya karena penyakit mereka yang bisa aja setiap saat kambuh. Meskipun ada pembantu tetap saja sebagai menantu bukankah sudah sewajarnya ia harus memperhatikan keluarga suami? Lagi pula bagaimana dengan imagenya kalau sampai orang tahu ia menantu yang tidak peduli? Hah memikirkan itu membuat Kamila lelah. Karena ia memang orang yang tidak suka repot. Beberapa menit kemudian sampailah Kamila di depan rumahnya yang langsung memasukan motornya ke halaman rumah. Setelah mematikan mesin motornya ia bergegas masuk rumah. Begitu sampai di dalam lalu ia mengunci pintu kembali dan berlalu ke kamarnya. Kamila melempar tasnya ke kasur kemudian membanting tubuhnya pula.

Terpopuler

Comments

Grecia Amiel

Grecia Amiel

Ceritanya bikin seru, terus lah menulis, author!

2023-07-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!