🍁🍁🍁
Damar kembali ke rumahnya, dia mendapati rumah itu dalam keadaan gelap gulita. Damar menyalakan lampu rumah, dia melompat tinggi saat melihat Budi sedang duduk di kursi sambil melotot kearahnya.
Damar sempat mengira pria yang dilihatnya adalah zombie, duduk kaku tak bergerak. Padahal, dia adalah Budi Kakeknya sendiri.
"Kakek, mengagetkan aku saja!" Omel Damar.
"Apa maksud gosip yang beredar luas di sosial media itu? Apa benar kamu dan Soraya berpacaran?" Tanya Budi. Dia berharap Damar akan menjawab dengan jujur pertanyaannya itu.
"Ya, aku memang berpacaran dengan Soraya,"
"Lalu hubunganmu dengan Mawar?"
"Hanya sandiwara saja, untuk mengusir Angel yang terus menempel seperti upil di sisiku. Juga untuk menepis kecurigaannya karena pernah melihat aku berduaan dengan Soraya, tapi akhirnya berita itu viral juga olehnya,"
"Dasar anak tidak tau malu! Bisa bisanya kamu mempermainkan hati perempuan juga hatiku yang sudah rapuh ini!"
"Maaf," Damar menundukkan wajahnya sesaat.
"Kek, soal hubunganku dengan Soraya. Bisakah Kakek merestuinya?" Lanjut Damar.
"Tidak akan, aku tidak akan merestui hubungan yang tabu dimata masyarakat itu!" Budi bangkit dari kursi dan meninggalkan Damar seorang diri.
Budi sangat keras kepala, Damar akan kesulitan untuk meluluhkan hatinya. Damar perlu menggunakan cara lain untuk meraih hati pria tua itu, tapi dengan cara apa? Damar benar benar pusing karena ulahnya sendiri sekarang.
"Bos, mau ditaruh mana tas ini?" Tanya Tio yang sudah lelah sejak tadi membopong tas berukuran besar.
"Taruh saja di kamarku," sahut Damar.
🍁🍁🍁
Soraya merasa bersalah karena telah mengusir Daddy-nya begitu saja. Meski benci pada pria itu, Soraya seharusnya tidak melakukan pengusiran itu, terlebih pada pria yang pernah sangat berjasa dalam hidupnya.
"Aku terbawa emosi tadi, apa sebaiknya aku telfon dia saja ya?" Gumam Soraya lirih.
Soraya membuka dompet panjangnya, dia mencari kartu nama milik Damar. Soraya menghubungi nomor Damar untuk meminta maaf atas perlakuan kurang baik yang dia lakukan kemarin.
Tut.. Tut.. Tut..
Bunyi telfon tersambung, tak lama suara seorang pria menggema dari balik speaker ponsel itu.
"Hallo," sapa Damar. Soraya terdiam, mulutnya kaku tak dapat berbicara.
"Hallo, siapa ini?" Tanya Damar. Dia paling benci dikerjai oleh orang asing lewat telfon.
Tiba tiba saja hidung Soraya terasa gatal dan dia bersin beberapa kali.
"Soraya, itu kah kamu?" Tanya Damar.
"Ya, ini aku. Bagaimana bisa Daddy tau?" Tanya Soraya balik. Dia lupa kalau Damar punya daya ingat dan daya tebak yang bagus.
"Jangankan suaramu, aroma tubuhmu saja aku hafal," celetuk Damar.
"Heleh, ngarang ah," cicit Soraya.
"Ada apa kamu menelfon ku? Bukannya kemarin kamu mengusirku?" Damar mengungkit kesalahan yang Soraya lakukan kemarin.
"Aku mau minta maaf karena telah bersikap buruk padamu kemarin,"
"Tak apa, aku paham itu. Apa kamu sekarang juga rindu padaku? Kalau iya aku akan kembali kesitu lagi minggu depan,"
"Jangan kesini, aku sama sekali tidak rindu pada Daddy. Aku hanya mau minta maaf saja."
Klik...
Soraya mematikan telfonnya begitu saja, Damar hanya menggeleng gelengkan kepalanya sambil tersenyum. Jelas sekali kalau Soraya masih memiliki rasa kepadanya, hanya saja ego dan gengsinya lumayan tinggi. Bahkan lebih tinggi dari gunung Himalaya.
🍁🍁🍁
Pagi hari, Damar bangun kesiangan. Dia buru buru mandi, berganti pakaian dan bersiap berangkat ke kantornya. Sial tak dapat ditolak, Damar terpeleset dan jatuh terguling dari tangga. Budi yang kebetulan sedang ada diruang tengah melihat kejadian itu dan langsung berteriak histeris.
"Damar..." Budi berjalan lunglai mendekati cucunya yang jatuh pingsan. Tio dan Farel langsung masuk ke dalam rumah saat mendengar teriakan histeris dari Budi.
"Apa yang terjadi Tuan? Kenapa Bos besar bisa pingsan seperti ini?" Tanya Tio panik.
"Jangan banyak bertanya, cepat telfon ambulan!" Perintah Budi.
Tak lama ambulan datang, tim medis melakukan pertolongan pertama dan membawa Dimas ke rumah sakit. Segera Farel mengabarkan berita buruk itu pada Soraya, Soraya kaget bukan main dan langsung bergegas pergi ke rumah sakit tempat Damar di rawat.
"Jangan jangan dia jatuh karena terlalu fokus memikirkan aku? Jika terjadi sesuatu padanya aku tidak akan memaafkan diriku sendiri," gumam Soraya lirih.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih empat jam lamanya, Soraya tiba dirumah sakit tempat Damar dirawat inap. Soraya menangis saat melihat leher Damar di gips dan kedua matanya terpejam.
"Soraya, bagaimana kamu bisa tau Damar ada disini?" Tanya Budi.
"Om Farel yang memberi tahuku,"
"Hem, aku sudah bisa menduganya."
"Bagaimana keadaan Daddy Kek?"
"Dia baik baik saja, hanya cidera leher saja jangan ditangisi seperti orang lepas kepala," celetuk Budi.
"Kakek, bisa bisanya Kakek bicara seperti itu disaat menyedihkan seperti sekarang ini," omel Soraya.
"Aku juga sedih sama seperti kamu, tapi entah kenapa aku merasa dia itu sebenarnya sudah bangun sejak tadi tapi dia berpura pura pingsan karena ada kamu disini," sindir Budi sambil memperhatikan wajah Damar. Kedua mata Damar sedikit berkedip, hal itu menandakan kalau yang dikatakan oleh Budi adalah benar.
Sebenarnya Damar sudah sadar sejak tadi, tapi dia pura pura masih tak sadarkan diri begitu mendengar suara Soraya. Dia ingin tau, seberapa pedulinya Soraya pada keadaanya saat ini. Dan ternyata Soraya terlihat cemas dan khawatir, sesuai dengan apa yang Damar inginkan.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments