🍁🍁🍁
Damar tak bisa tidur semalaman, semua gara gara Soraya mengutarakan cinta kepadanya. Kepalanya pusing bukan main karena kurang tidur, juga karena kelakuan gila putri angkatnya yang cantik itu.
Ya, Soraya memang cantik dan menarik. Banyak pria yang suka padanya, tapi Damar terlalu membatasi pergaulan Soraya dengan lawan jenis. Bukan egois, tapi karena dia ingin menjaga Soraya dari pria hidung belang. Didunia ini tidak ada yang pria yang benar benar baik pada Soraya, kecuali Damar.
Selesai mandi, Damar pergi ke ruang makan untuk sarapan. Seperti biasa Soraya sudah menyiapkan segalanya dengan baik, hanya saja hari ini menjadi canggung untuk keduanya bertatap muka, semua gara gara ulah Soraya.
"Kakek mana? Kenapa tidak ikut sarapan?" Tanya Damar.
"Mungkin dia sedang ngambek pada Daddy, jadi dia mogok makan dan mengurung diri di kamarnya," sahut Soraya seolah dia sudah hafal tentang kebiasaan buruk Budi.
"Kekanakan sekali! Zaman moderen masih saja memaksakan kehendak dan menjodohkan cucunya dengan wanita genit," gerutu Damar lirih.
"Percayalah Daddy, tidak ada wanita yang cocok untuk menjadi istri Daddy kecuali aku," ucap Soraya pede. Senyumnya mengembang bak sekuntum bunga mawar merah di taman.
"Jangan bicara omong kosong Soraya, kita ini pasangan Ayah dan anak, mana mungkin kita menikah," hardik Damar.
"Tapi kan bukan pasangan Ayah dan anak kandung," cicit Soraya.
"Stop! Jangan bahas soal cinta cintaan lagi denganku," ucap Damar.
Soraya terdiam, dia menutup mulutnya rapat rapat dan menguncinya agar tidak mengeluarkan suara lagi. Bukannya takut, hanya saja saat ini dia sedang malas ribut.
Sarapan pagi kali ini seperti acara pemakaman, benar benar sepi. Tak ada tawa dan canda seperti biasanya. Damar terus menikmati sarapannya, sementara Soraya menggerutu di dalam hati.
"Apa salahnya mengutarakan cinta pada pria yang kita cintai? Apa mengutarakan perasaan adalah sebuah dosa?"
🍁🍁🍁
Soraya membawa nampan berisi sepiring nasi dan air putih. Dia membawa nampan itu ke kamar Budi, dia berencana membujuk Kakeknya agar mau makan dan minum.
Tok... Tok... Tok...
Soraya mengetuk pintu, karena tak dijawab makan Soraya menerobos masuk begitu saja. Budi nampak tengah duduk disebuah kursi kayu menghadap jendela, tatapan matanya kosong seperti orang yang sedang terkena tekanan batin.
"Kek, makan dulu ya. Aku sudah membawa makanan untuk Kakek," bujuk Soraya.
"Jangan mencoba untuk merayuku anak sial, aku tidak akan luluh seperti cucuku yang bodoh itu!" Omel Budi.
"Aku tidak sedang merayu siapapun, aku hanya sedang menunjukan kepedulian ku pada orang tua saja, tidak lebih," ujar Soraya. Dia tidak tersinggung dengan ucapan Budi karena memang dia sudah sering mendengar hinaan dan makian darinya.
Soraya meletakan nampan itu diatas meja, lalu keluar dari kamar Budi tanpa bersuara. Damar yang mendengar omongan kasar Budi pada Soraya langsung menghampiri pria tua itu dan mengajaknya berbicara.
"Kakek, Soraya sangat sayang padamu. Tak bisakah Kakek juga berpura pura sayang padanya?" Ucap Damar. Budi hanya diam dan mengabaikan ucapan cucunya seperti angin lalu.
"Soal perjodohanku dengan Angel aku minta maaf karena aku telah menolaknya. Cinta itu tidak bisa dipaksakan, aku harap Kakek bisa mengerti," lanjut Damar.
Damar keluar dari kamar Budi, dia bersiap untuk pergi ke tempat kerja. Hari ini otak Damar terasa panas karena memikirkan kelakuan dua orang terdekatnya itu. Semoga saja masalah diantara mereka bertiga tidak semakin berlarut dan bisa segera selesai.
🍁🍁🍁
Ting... Tong...
Bel rumah berdering, Soraya membuka pintu dan sedikit terkejut karena mendapat kunjungan dari salah satu teman dekatnya bernama Bimo. Bimo datang ingin meminta tanda tangan pada Soraya karena salah satu novel buatan Soraya berhasil diangkat kedalam sebuah film.
Satu satunya orang yang selalu mendukung kegiatan Soraya dalam tulis menulis adalah Bimo, sementara Damar sering kali melarangnya menulis karena takut Soraya menjadi perempuan yang suka berkhayal.
"Mr. Jerapah sudah pergi kan?" Tanya Bimo.
"Sudah, sejak tadi. Kalau dia masih dirumah, aku tidak akan mungkin turun membukakan kamu pintu," celoteh Soraya.
Damar sangat posesif pada Soraya, dia tidak boleh menerima tamu laki laki sekalipun itu adalah teman semasa sekolahnya dulu. Aneh memang, tapi itulah Damar. Dan setiap Soraya protes, Damar selalu bilang yang dia lakukan untuk kebaikan Soraya semata. Menyebalkan bukan?
Soraya dan Bimo duduk berdampingan, Bimo menyodorkan selembar kertas dan pulpen pada Soraya. Sebentar lagi Soraya akan menjadi orang terkenal, dia mungkin akan sulit untuk ditemui dan dimintai tanda tangan. Sebelum itu terjadi, Bimo menemui Soraya terlebih dahulu.
"Nih, udah selesai," Soraya menyodorkan kertas dan pulpen kembali pada Bimo.
"Terimakasih ya,"
"Sama sama. Mau aku buatkan kopi atau teh?"
"Tidak usah repot repot, nanti aku mainnya jadi lama,"
"Tidak apa apa, kan Mr. Jerapah tidak ada dirumah, jadi bebas," Soraya berharap Bimo main sedikit lebih lama untuk menemaninya mengobrol.
"Disini ada cctv tidak, kalau ada bicaranya jangan keras keras. Nanti Daddy kamu bisa marah kalau tau kita memberikan dia julukan," Bimo sedikit ngeri.
"Biarkan saja dia marah, memang kenyataanya dia jerapah, tinggi dan besar. Ha... Ha... Ha..."
"Dasar kamu! Anak durhaka!" Bimo ikut tertawa kecil.
Keduanya berbincang hingga siang hari, setelah makan siang bersama Soraya dirumah itu Bimo pun pamit pergi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments