Duduk berempat di ruang tamu, Arsen yang biasanya selalu dingin dan akan ketus jika di usik, kali ini ia bagai bunga yang layu karena lupa tidak di siram. Tubuh yang basa berjalan dengan cepat dan gagah itu kini justru seperti manusia tanpa tulang.
Kemunculan Naufal di depan mata sesungguhnya sudah menjadi satu kejutan yang entah harus di sebut kejutan yang membahagiakan karena lama tak jumpa, atau bahkan menyedihkan untuk sang pembalap karena membawa kabar yang menyesakkan dadanya.
Apalagi cerita yang di sampaikan oleh Naufal membuat dirinya kian terperosok ke dalam lembah yang teramat dalam dan tidak tertolong lagi. Bahkan untuk bernafas saja rasanya tak sanggup.
Cerita tentang Clarice yang ternyata menolak Vino di malam prom night sudah membuat dirinya kian menyesal. Suatu kesalahan karena tidak menyaksikan segala sesuatu dari awal hingga akhir. Membuat dirinya tidak tau cerita akhir dengan benar.
Dan ketika tau ternyata Clarice menolak Vino tanpa alasan yang pasti, tentu sang pemuda menyesal setengah mati karena sudah menghilang dari kehidupannya yang dulu, secara sengaja.
Jika saja dia tau, sudah pasti mungkin kini ia dan Clarice sudah menjalin hubungan yang lebih baik. Seperti berpacaran mungkin.
Lantas kini, ia mendengar kabar jika Cla tengah di dekati Kakak Senior nya, membuat Arsen kelabakan sendiri. Jarak yang sangat jauh tentu menyulitkan dirinya untuk bisa menjaga, mendekati, mengambil hti secara langsung. Berbeda dengan Kakak tingkat Cla yang bahkan bisa melihatnya setiap hari.
"Kita harus pulang ke Indonesia, Sen!" jawab Naufal dengan tegas.
"Tapi tugas ku di sini sangat banyak, Fal! Aku tidak bisa meninggalkan semua begitu saja." Arsen menatap lekat sepasang mata Naufal, berharap menemukan ide yang lain. Waktu sangat tidak bersahabat dengan mempertemukan mereka dalam masa-masa sibuk skripsi seperti ini.
"Satu minggu!" sahut Naufal. "Sisakan waktu satu minggu untuk membuat semua ini menjadi lebih jelas bagi Cla dan kamu!"
"Aku kuliah di dua fakultas, Fal! Waktu libur ku bahkan tidak sesantai kamu dan yang lain!"
Naufal menarik nafas panjang dan menghelanya dengan berat dan setengah kasar. "Dua hari untuk perjalanan dan satu hari di sana! Temui Clarice dan jelaskan semua. Aku yakin dia akan mengerti! Cla bukan lagi gadis remaja!"
Arsen tampak berpikir keras. Menoleh Ben, Marco dan juga naufal secara bergantian. Seolah meminta solusi terbaik yang bisa di ambil untuk masalah satu ini.
"Kita ke Indonesia sekarang!" sahut Naufal lagi dengan suara permintaan lebih tegas.
Arsen tampak diam untuk sesaat. Hanya nafas kasar saja yang terdengar oleh yang lain. Nafas yang bercampur dengan perasaan resah.
"Pulanglah dulu... Aku akan menyusul mu setelah menyelesaikan semua urusanku di sini." ucap Arsen. "Dan jangan bilang pada Cla kalau kamu menemukan aku...." ucap Arsen sangat yakin.
Seketika sepasang mata Naufal mendelik mendengar ide sang sahabat yang menurutnya sangat konyol.
"Please...." pinta Arsen dengan wajah yang memelas.
Naufal membuang nafas dari mulut dengan sangat jengkel. "Apa lagi yang mau kamu lakukan?" tanya Naufal. "Kalau aku tidak memberi tahu Cla aku berhasil menemukan mu, lalu apa yang harus aku sampaikan padanya kalau aku sudah sampai di Indonesia?" tanya Naufal menggebu. Kembali mencerca Arsen dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan masuk akal.
"Dia sudah menunggu kabar dari ku, Sen! Apa lagi yang harus kamu pikirkan?"
Gemas-gemas kesal, itulah yang di rasakan sang pemuda. Jika saja tidak ada pasal pembunuhan di muka bumi ini, ingin sekali mencekik leher sang pembalap.
"Ada yang harus aku persiapkan sebelum kembali muncul di depan Cla, Fal... Percayalah! Cepat atau lambat aku pasti akan kembali ke Indonesia."
"Aku akan menunggu mu di sini, sampai urusan mu di sini selesai! Kita kembali ke Indonesia bersama-sama!" keukeh Naufal.
"Jangan, Fal... Please! Mengertilah juga posisi ku, aku mohon!"
"Posisi seperti apa lagi yang kamu maksud, hah?" tanya Naufal sedikit ketus saking kesalnya. "Kamu meminta aku untuk mengerti posisi mu! Tapi kamu tidak bisa mengerti posisi Clarice yang sudah sekian lama menunggu mu! Dan juga posisi ku yang harus berpura-pura pulang dengan tangan kosong!" protes Naufal.
"Aku tau, Fal! Aku tau!" seru Arsen frustasi.
Pemuda satu ini juga bisa di bilang sangat frustasi saat ini. Selain menyesali kenyataan yang ada. Ia juga tengah berada di momen yang sesungguhnya tak bisa ia tinggal kemanapun juga selain menetap di New York sampai sekitar 6 sampai 8 bulan ke depan.
"Aku bisa memperkirakan seperti apa Cla ketika menungguku kembali ke Indonesia dan memperjelas semuanya." jawab Arsen. "Tapi aku juga tidak mungkin meninggalkan tanggung jawabku begitu saja. Kalau aku meninggalkan tanggung jawab ku di sini, bagaimana dengan nasib kuliah 2 fakultas sekaligus yang aku ambil?" tanya Arsen. "Pikirkan itu juga, please! Aku juga butuh dua gelar itu!" ujarnya.
"Kalau begitu kita telpon Cla!" ujar Naufal segera merogoh ponsel dari saku celana yang ia kenakan. "Kita video call, supaya Cla tdiak menyerah dengan kenyataan ini."
"Tidak perlu!" sahut Arsen. "Aku belum siap untuk bicara dengan nya melalui panggilan telepon." jawab sang pembalap. "Aku mohon ... pulanglah terlebih dahulu! Tidak lama lagi aku akan menyusul kamu, dan kembali berkumpul dengan kalian walau tidak lama! Aku janji!" mohon Arsen dengan sangat memelas.
"Jangan katakan pada Cla kalau kamu menemukan aku!"
Menghela nafas kasar. "Aku tidak tau lagi dengan jalan pikiran kamu, Sen!" gumam Naufal. "Kamu tidak segarang saat berada di arena balap!" cetus Naufal.
"Arena balap tidak punya hati, Fal! Sedangkan kali ini aku harus berhadapan dengan hati yang sudah lama aku kecewakan!" jawab Arsen dengan lesu.
Setelah berunding cukup lama, akhirnya Naufal menyetujui permintaan Arsen. Sang pemuda akan kembali lebih dulu ke Indonesia, dan menunggu janji Arsen terwujud.
# # # # # #
Waktu terus berlalu. Hari-hari sudah di lalui dengan sangat serius oleh Arsen selama di New York demi bisa kembali ke Indonesia. Dua minggu bergelut dengan kesibukan yang seolah berkejaran dengan waktu, kini ia punya waktu sekitar 4 hari untuk terbebas dari tugasnya sebagai Mahasiswa semester akhir.
"Semoga urusan kamu selesai sesuai dengan harapan..." ucap dosen yang sedang bersama Arsen di Fakultas bisnis.
"Semoga! Thank you, Sir!" jawab Arsen mengangguk hormat.
"Kapan kamu berangkat ke Bandara?"
"Setelah ini, Sir!" jawab sang pembalap. "Saya sudah tidak sabar untuk bisa segera sampai di Indonesia. Saya ingin menjelaskan semuanya secara langsung."
"Hemm... hati-hati, Arsen! Dn ingat! kamu harus kembali tepat waktu! Semester akhir tidak bisa memberimu waktu libur yang panjang... Urus semua dengan cepat."
"Saya tau, Sir..."
***
Burung besi bertuliskan Qatar Airways mengudara di atas Bumi. Menembus awan putih dan seolah hendak menyentuh langit yang biru. Menabrak udara di atas ketinggian 35.000 kaki. Membuat perjalanan dari satu negara ke negara lain tentu semakin cepat.
Perjalanan dari Amerika Serikat menuju Indonesia tidaklah singkat. Butuh waktu kurang lebih satu hari termasuk waktu transit untuk bisa mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno Hatta.
Arsen sudah berulang kali tertidur di kursi first class yang ia pesan. Dan di antara semua itu, ada jantung yang berdebar hebat tidak karuan. Ada pikiran yang terus belajar merangkai kata. Ada hati yang sudah tidak sabar untuk bisa melihat secantik apa gadis itu saat ini.
Meski sang pemuda bisa dengan mudah meretas apapun yang berhubungan dengan teknik informatika.
...🪴 Bersambung ... 🪴...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
dina
aku kok gemez banget sama arsen ya😍😘😁
2023-08-06
1
Errie Imanine
double up dong thorrr,,,, semangatttt buat othornya,,, 💪💪💪😘
2023-08-06
1
herny Yulia
semoga hati Cla belom berpaling ke Viktor...
2023-08-06
1