"Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu kalian?" tanya Marco.
"Tampung kami sampai Arsen datang!" celoteh Ben dengan gelak tawanya. "Sampai entah kapan dia akan datang! Haha!"
"Kalau masalah itu it's okay! Pintu apartemen ku terbuka lebar untuk kalian"
Dan bersamaan dengan itu, suara roda koper yang berputar di atas lantai terdengar sampai ke dalam apartemen Marco. Membuat obrolan yang sudah sampai pada tahap bercanda terhenti dan semua beralih fokus pada suara yang terdengar.
"Itu mungkin Arsen! Hanya Arsen yang keluar negeri saat ini!" ucap Marco.
Sontak tiga lelaki muda berlari mendekati pintu dan Naufal yang lebih dulu mengintip di lubang intip kecil yang ada di pintu. Membuka penutupnya, Naufal dapat melihat sosok yang tengah menarik koper berwarna abu-abu silver.
"Arsen!" lirih Naufal dengan lidah yang nyaris tercekat. Tak menyangka ia benar akan menemukan sahabat terbaiknya selama tiga tahun lamanya.
"Serius?"
"Coba lihat!" Ben menarik lengan Arsen untuk berebut melihat Arsen yang ada di luar. "Benar Arsen!"
"Lalu apa yang harus kita lakukan supaya dia tidak menghindari ku?" tanya Naufal pada dua teman barunya.
"Kita harus menyusun rencana!" gumam Marco yang sedari tadi bersandar pada dinding menatap dua temannya berebut lubang intip miliknya.
"Hemm, setuju!"
***
Arsen memutuskan untuk kembali ke New York lebih awal. Selain untuk menghindari Gwen, sang pemuda memang terlalu sibuk dengan urusan perkuliahan, di mana ia akan mendapat dua gelar sekaligus jika lulus tahun ini.
Sungguh gila memang sang pembalap. Tapi ini adalah keputusan yang sudah ia pikirkan secara matang, dan lagi ia kerjakan dengan sangat serius dan tekun.
Menarik koper yang berisi perlengkapan yang ia butuhkan selama di Brazil, Arsen berjalan dengan malas di lorong apartemen yang setiap hari ia lewati. Tanpa melihat ke kanan dan ke kiri, tanpa sadar jika tengah di awasi, sang pemuda menyentuhkan jemarinya pada finger lock apartemennya yang hanya ia huni seorang diri.
Menghempaskan tubuhnya di sofa nan empuk di ruang tamu yang menyatu dengan pantry, Arsen seketika terdiam membeku, merenung dengan menatap layar televisi yang mati. Kehidupannya kali ini memang jauh dari kata bahagia. Karena ia jauh dari seseorang yang ia harapkan.
Raganya ada di New York, pikirannya ada di Brazil, dan hatinya tertinggal di Indonesia.
Sedikit banyak itulah yang di rasakan oleh sang pemuda saat ini. Raganya di negeri orang untuk menuntut ilmu. Otaknya memikirkan Gwen yang sengaja ia hindari, dan tentang apa yang ingin di ceritakan oleh sang gadis. Tapi hati, sejak awal sudah tertinggal di Indonesia.
Bahkan gadis pirang yang sering mendatangi dirinya tak sedikitpun bisa menyentuh setitik bagian pun di dalam hatinya.
Menemukan jalan buntu akan semua itu, dimana ia tak tau harus bersikap seperti apa, akhirnya ia kembali berdiri. Melangkah mendekati area pantry, dan membuka lemari pendingin mini yang ada di atas meja dapur. Mengambil kopi botol dingin dan meneguk sepertiganya.
Saat meneguk kopi dingin itulah, tiba-tiba denting bel berbunyi, hingga membuatnya reflek menoleh pintu coklat yang dekat dengan area dapurnya itu.
Kembali menutup botol kopinya dan meletakkan di atas meja dapur, Arsen langsung melangkah mendekati pintu. Mengintip siapa yang menekan bel kamarnya. Dahinya berkerut ketika melihat seseorang yang sangat ia kenali ada di depan pintu kamarnya.
Clek!
"Arseeeenn!" seru Ben langsung merentangkan kedua tangan untuk berpelukan dengan teman yang sudah hampir setahun tak ia temui itu.
"Ben!" jawab Arsen menyambut pelukan persahabatan dengan cukup erat.
Di saat dua orang yang kembali bertemu setelah hampir satu tahun tidak bertemu tengah mengikat kembali hubungan yang pernah akrab, seseorang lagi keluar dari pintu apartemen yang berada tepat di sisi kanan apartemen Arsen.
Dia lah Naufal. Naufal menatap penuh rindu pada sabahat yang dulu selalu bersama dalam suka, duka dan yang tak luput adalah nakal bersama. Dulu ia yang berpelukan dengan pemuda itu ketika momen perpisahan berlangsung. Dulu ia yang di anggap sebagai sahabat sangat erat oleh sang pemuda. Tapi kini...?
Marco keluar dari apartemennya, menepuk-nepuk pelan pundak lelaki yang baru di kenalnya tak lebih dari dua jam itu. Meski baru dua jam berkenalan, keduanya kini terlihat bagai sahabat baik. Sedikit banyak Marco tau, seperti apa perasaan Naufal yang sudah berusaha mencari Arsen sejak lama.
"Apa kabar, Ben?"
"Sedikit baik!" jawab Ben dengan suara yang terdengar tidak sesemangat saat awal bertemu tadi.
Arsen langsung melepas pelukannya, dengan masih memegang lengan Ben, Arsen menatap wajah Ben yang terlihat seperti ada beban yang sedang di tanggung nya.
"Ada apa, Ben? Ceritakan padaku?" ucap Arsen menurunkan tangannya.
Ben terdiam, hanya kelopak mata yang berkedip sesekali. Setelah Merasa Arsen pasti sudah siap dengan momen yang akan terjadi berikutnya, Ben menoleh ke sisi kiri, di mana Naufal tengah berdiri di sana dengan Marco.
Arsen yang sejak tadi fokus pada Ben, sungguh tak menyadari jika sejak tadi ada yang melihat apa yang mereka lakukan. Sehingga ketika Ben menoleh, Arsen pun reflek ikut menoleh ke kanan.
Dan ketika sang pembalap menoleh ke kanan, semua seolah bergerak dengan sangat lambat. Jika ini terjadi pada adegan sebuah film, maka gerakan slow motion berlaku untuk sekian detik lamanya. Padahal bisa terjadi dalam waktu satu detik saja.
DEG!
Apa yang di lihat Arsen sungguh membuat tubuhnya yang kini jauh terlihat lebih dewasa di banding dulu membeku dalam diam. Untuk sesaat bahkan matanya tak bisa berkedip. Hanya terfokus menatap mata pemuda yang dulu sangat dekat dengannya.
Sosok sahabat yang dulu selalu ada di sampingnya. Bahkan ketika kelas XI dan XII mereka duduk sebangku.
Lama tak jumpa, keduanya memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh sesungguhnya. Hanya tinggi badan yang sedikit bertambah dan ukuran tubuh yang lebih besar.
Dua pasang mata terpaku dalam diam. Dulu dua pasang mata itu selalu melihat satu sama lain. Selalu berbagi cerita, kecuali cerita tentang satu ini, Clarice.
Dulu di bangku yang sama, keduanya sering berceloteh untuk menjahili teman atau bahkan guru mereka. Yaa... seperti itulah anak IPS pada masanya. Terkenal dengan suka bercanda dan kurang serius dalam belajar. Tak seperti anak IPA yang selalu lebih serius dalam belajar.
Tapi di situlah letak keseruan di usia remaja ketika berada di sekolah Menengah atas. Di mana sekolah menjadi waktu dan momen yang akan selalu di kenang sampai kapanpun. Seragam sekolah, ruang kelas dan setiap sudut sekolah adalah bagian dari saksi bisu momen bersejarah itu.
Naufal berjalan pelan mendekati Arsen dan Ben tanpa melepas pandang pada Arsen. Ada tatapan Naufal yang tidak bisa ia artikan oleh Arsen. Ada rindu dan benci yang seolah terpancar secara bersamaan.
Ben menyingkir dari depan tubuh Arsen, dan Naufal langsung mengambil alih posisi itu. Hingga ini dua pasang mata bertemu dalam jarak pandang yang tak lebih dari satu langkah saja.
Untuk sesaat, ruangan yang berisi empat anak muda itu membeku seperti ruangan kosong. Hampa tanpa suara manusia maupun dua benda atau lebih yang bertubrukan. Bahkan desah nafas pun tak bisa di dengar oleh satu sama lain.
"Kenapa kamu menjauhi kmi, Sen?" tanya Naufal dengan nada yang seolah meminta pertanggung jawaban. "Apa yang salah dengan kami? Kenapa kamu menghilang?"
Pertanyaan Naufal membuat Arsen seketika menundukkan pandangannya.
"Bahkan kamu pergi sebelum kamu tau semua kejelasan yang ada!" lanjut Naufal mengintimidasi.
"Jawab, Sen?" paksa Naufal dengan nada yang santai namun terdengar cukup tegas.
"Aku... Aku tidak tau, Fal!" jawab Arsen menunduk semakin dalam. "aku tidak tau..."
"Ya!" sahut Naufal tegas. "Kamu memang tidak tau!" ucapnya menyindir. "Kamu tidak tau jika ada seseorang yang harus menjadikan dirinya seperti patung berjalan karena tidak punya cinta kasih untuk siapapun!" cecar Naufal dengan kalimat yang cukup menyayat hati sang pembalap.
DEG!
Arsen seketika mendongakkan kepalanya, sepasang matanya membulat menatap Naufal dengan penuh tanda tanya.
"Apa maksud kamu, Fal?" tanya Arsen dengan serius.
...🪴 Bersambung ... 🪴...
✍️ Besok Cinta Dalam Rindu libur dulu ya guys! Karena ada kegiatan yang harus di ikuti dan tidak bisa di ganggu gugat.
Salam manis, Lovallena ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Alya Marali
Up thor.....😭😭😭gak sabaarrr mau tau reaksi Arsen kalau Naufal jelasin apa yang sebenernya terjadi... double up ya thor... semoga Selalu semangat nulisnya❤💐🤗
2023-08-03
2
Wiwin Nugroho
gret
2023-08-03
1
Novi Agus
duh semoga cepat dipertemukan antara atsen dan cla jadi deg2 an nich nunggu ceritanya.semoga lanjut ya n jangan lama2 author
2023-08-03
2