"Terima kasih kalian sudah membantuku." ucap Arsen pada dua teman dan seorang Dosen yang bertemu dengan Gwen.
"Kenapa kamu menghindar sampai sejauh ini?" tanya sang Dosen menoleh ke belakang. "Siapa gadis yang tadi?"
Arsen terdiam untuk sesaat, menatap jendela mobil yang menunjukkan ramainya jalanan Brazil di siang hari. Hanya hembusan nafasnya yang resah saja yang dapat di rasakan oleh seisi mobil.
"Aku hanya belum siap untuk bertemu dengan mereka, Sir!"
"Kenapa?"
"Aku belum siap dengan kenyataan yang mungkin saja... pahit."
"Kamu belum tau kenyataannya, Sen. Kenapa kamu sudah mengatakan jika kenyataannya akan buruk?" sahut teman Arsen.
"Aku memang selalu tidak siap jika menyangkut Indonesia..." jawabnya tanpa melihat semua yang ada di dalam mobil. "Bukan pada negeri ku sendiri, tapi pada orang-orang yang ada di sana."
"Lalu siapa yang di maksud gadis itu? ada seorang gadis yang selalu menunggumu?" tanya temannya lagi. "Siapa?"
Menarik nafas panjang. "Hem... Gadis yang di maksud itulah yang membuat aku tidak bisa semudah itu untuk kembali ke Indonesia." jawab Arsen.
"Aku punya kisah yang pilu dengannya, 2,5 tahun lamanya...Dan berakhir dengan kisah sedih di malam prom night Untuk itu aku memilih untuk meninggalkan Indonesia. Karena saat itu aku tau jika kami terdaftar di kampus yang sama di sana."
"Kamu yakin, kisah yang kamu tinggalkan itu sangat memilukan?"
Arsen kembali diam, tidak menjawab juga tidak bereaksi apapun. Ia hanya menarik nafas panjang dan menghelanya dengan berat. Momen malam prom night masih teringat jelas di dalam ingatan nya.
Melihat ekspresi Arsen yang seketika berubah, membuat 3 teman dan 1 dosen hanya bisa saing tatap dengan saling mengangkat pundak masing-masing.
***
Burung besi dengan warna dasar putih bertuliskan British Airways, mengudara dari London City Airport menuju New York JFK. Dengan tiket seharga kisaran 22 juta, dan waktu perjalanan kurang lebih 8 jam, Naufal di temani oleh temannya yang berasal dari Kanada.
"Dari Columbia University, berapa lama menuju apartemen yang kamu sewa dulu, Ben?"
"Dekat! Tidak lebih dari 10 menit dengan berjalan kaki!"
"Dekat juga!" sahut Naufal.
"Ya! Mahasiswa yang memiliki uang cukup memang lebih memilih untuk tinggal di sana. Kaena tidak terlalu memakan waktu dan juga biaya transport!"
"Hemm..." Naufal mengangguk paham.
Hingga burung besi itu mendarat dengan sempurna di Bandar Udara John F. Kennedy, New York ketika hari sudah nyaris pagi. Lelah 8 jam dalam perjalanan udara, sang pemuda memilih untuk menginap di hotel terdekat.
"Aku rasa rombongan Arsen juga pasti kembali besok!" ucap teman Naufal yang bernama lengkap Ben Adley itu. "Tapi tak apa, besok pagi kita harus lebih dulu sampai di apartemen ku yang lama. Kita harus mencari tau, apa Arsen masih tinggal di sana atau tidak!"
"Hemm... Aku setuju!" jawab Naufal sembari melepas sepatunya.
"Aku tidak menyangka dunia sesempit ini!" gumam Ben. "Setelah melihat video dari kekasih mu tadi, aku benar-benar seperti dalam mimpi. Sama sekali tidak menyangka, aku justru bertemu dengan teman Arsen."
"Apa sejak dulu dia mengganti warna rambutnya menjadi seperti sekarang?"
"Terakhir aku bertemu dengan nya memang begitu." jawab Ben. "Tapi sebelum warna rambutnya seperti itu, dia pernah membuat rambutnya menjadi pirang di seluruh helainya."
Naufal mengangguk, sebagai tanggapan dari apa yang di ceritakan oleh tetangga apartemennya itu.
"Ayo tidur! Aku sudah tidak sabar dengan misi kita!" ajak Naufal.
"Hemm!"
***
Jika di New York menjelang pagi, maka di Brazil saat ini sudah nyaris pagi. Bahkan Matahari mulai malu-malu menampakkan diri. Sehingga hanya cahaya redup saja yang menyebar di seluruh langit kota Brazil.
Perbedaan waktu satu jam membuat dua kota di benua yang sama itu mengalami perbedaan aktivitas pada penduduknya.
Pagi-pagi sekali Gwen sengaja mendatangi resepsionis hotel yang menjadi tempatnya menginap. Sang gadis tidak akan putus asa untuk bisa menemukan sosok Arsenio Wilson.
Ia harus benar-benar mendapatkan informasi penting sebelum menyampaikan pada Cla tentang apa yang ia temukan selama di Brazil selain untuk berkompetisi. Sepakat dengan sang kekasih untuk tidak memberi tahu Cla sebelum semua jelas. Minimal adanya percakapan antara dirinya dan Arsen.
"Permisi..."
"Ya? Ada yang bisa kami bantu?"
"Apa rombongan dari New York dalam ajang kompetisi Coding Code menginap di hotel ini juga?" tanya Gwen dengan ekspresi mengiba.
"Sebentar, saya cek terlebih dahulu."
"Iya!"
Satu menit kemudian...
"Benar! tim dari Amerika Serikat menginap di hotel ini."
Gwen merasa lega dengan informasi satu ini.
"Saya punya urusan yang sangat penting dengan mereka. Boleh tau, di kamar nomor berapa mereka menginap?"
"Tim dari Amerika Serikat ada di tiga kamar. Dengan nomor kamar 1024, 1025 dan 1026." jawab sang resepsionis.
"Kemana saya harus berjalan?"
"Silahkan menaiki lift satu lantai, kemudian belok kanan, dan kanan lagi."
"Okay, thank you!" seru Gwen berpuas diri.
"Aku yakin dia belum kembali!" gumamnya sembari menemukan arah yang di tunjukkan oleh sang resepsionis.
Berjalan cepat mencari kamar yang di tempati oleh tim Amerika Serikat, Gwen terus meneliti setiap nomor kamar satu persatu. Hingga akhirnya ia menemukan kamar dengan nomor 1024. cepat ia menekan tombol bel.
Selang beberapa waktu, terbukalah pintu dengan memunculkan sosok dewasa yang bisa di perkirakan jika ini dosen yang kemarin menemani tim Amerika di depan gedung.
"Kamu yang kemarin, kan?"
"Iya, Sir!" jawab Gwen mengangguk.
"Kamu masih mencari Arsen?" tanyanya yang di angguki oleh sang gadis. "Arsen sudah kembali ke New York! Arsen bukan sembarang Mahasiswa yang bisa punya banyak waktu untuk mengurusi segala sesuatu yang bisa di tinggalkan."
"Apa Sir bisa memberikan bukti kalau Arsen sudah kembali ke New York?" tanya Gwen bagai tengah mengintimidasi tawanan.
"Kamu geledah saja kamar saya dan dua kamar Mahasiswa saya!" ucap sang Dosen dengan tegas dan yakin.
Gwen menatap wajah itu tanpa berkedip dengan raut wajah yang sangat tegas. Seolah menelisik sang Dosen bohong atau tidak.
Setelah melihat wajah jujur sang Dosen, Gwen menengok ke dalam kamar yang sepi. Dan ia memang tak melihat kehidupan lain di dalam sana.
"Saya permisi, Sir! Maaf sudah mengganggu." Gwen menunduk hormat, menghormati Dosen temannya.
"Hemm.." jawab si Dosen.
***
Gwen kini mendatangi kamar nomor 1025 yang ternyata hanya berisi satu orang. Dan di kabarkan jika malam sebelumnya memang Arsen berada di sana, sebelum kembali ke New York.
Setelah itu Gwen mendatangi kamar nomor 1026 yang berisi dua orang yang ia temui di depan gedung tempat dilaksanakannya kompetisi.
Dan semua jawaban tetap sama, Arsen sudah kembali ke New York.
Hingga membuat sang gadis kembali ke kamar dengan tangan kosong dan membawa rasa kecewa.
***
Waktu berselang... Di kota dengan julukan Big Apple, ada dua anak muda beda usia yang kini berada di depan pintu kamar yang di gadang-gadang sebagai tempat tinggal Arsen selama di New York.
"Sepertinya sangat sepi!" gumam Naufal.
"Coba aku tanya Marco dulu!"
"Marco?"
Ben menoleh satu pintu yang berada di samping apartemen Arsen, dan menggerakkan dagunya untuk menunjuk.
"Hemm!" Naufal mengangguk sebagai kata setuju.
Setelah menekan bel, tak berselang lama pintu terbuka oleh seorang pemuda yang di perkirakan seumuran dengan Arsen dan Naufal.
"Ben!" pekik pemuda itu.
"Hai!"
Dua anak muda yang saling mengenal itu berpelukan dengan menguarkan kata lama tak jumpa.
"Masuk!" ucap Marco.
"Oh! Kenalkan dulu, Naufal!" ucap Ben menunjuk Naufal.
"Hai! aku Marco!" ucap Marco.
"Hai, Marco! Aku Naufal! Teman Ben! Kami bertemu di Oxford."
"Hemmm! Dia memang suka berkeliling tidak jelas!" ujar Marco yang di sambut dengan sebuah pukulan kecil di lengannya oleh Ben.
Dan ketiga anak muda itu akhirnya masuk ke dalam apartemen Marco, dan mengobrolkan apa tujuan mereka berdua mendatangi kota yang tidak pernah tidur itu.
"Sepertinya Arsen belum kembali dari Brazil..." gumam Marco.
Bersamaan dengan obrolan mereka yang sudah sampai di titik penjelasan, terdengar suara seseorang menggeret koper membuat ketiga anak muda itu terdiam sesaat, dan langsung berjalan cepat mendekati pintu. Untuk bergantian mengintip melalui lubang kecil yang di gunakan untuk melihat apa yang terjadi di luar pintu.
Di lantai apartemen itu, hanya ada empat pintu. Yang mana semua apartemen di huni oleh Mahasiswa dari Oxford University dengan jurusan yang berbeda.
Salah satu pintu adalah apartemen yang pernah di sewa oleh Ben Adley beberapa waktu silam.
Lantas siapa yang sedang menarik koper?
Arsen 'kah?
...🪴 Bersambung ... 🪴...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Novi Agus
lanjut Thor jangan lama ceritanya kapan arsen ketemu sama cla terutama sama teman2 nya untuk menjelaskan semua kok lama sekali ceritanya cuma sedikit banyakin dong
2023-08-02
1
Hidayah Amalia
aku yang deg deg kan thor😁
2023-08-02
1
dina
duh yg gentle dong arsen
2023-08-02
1