...----------------...
Gladio berjalan dengan anggun menuju ke meja makan yang ternyata entah sejak kapan sudah tersusun rapi menu makanan, juga beberapa orang yang berbincang hangat tengah duduk melingkari meja tersebut.
Hingga satu persatu tatapan dari orang disana menyambut kedatangan Gladio. Gaun putih sebatas lutut dikenakannya hari ini, senyuman manis yang sangat palsu itu menghiasi wajahnya.
Benar-benar definisi barang lelang yang dihiasi sedemikian rupa demi menggait pemilik baru
“Gladio, sini, Nak.” Satu wanita paruh baya memanggilnya untuk mendekat, Gladio pun dengan patuh mengambil duduk didekat wanita itu.
“Oh, ini, Nak Gladio. Ya Tuhan, cantik banget, Jeng! Saya gak pernah tahu kalau Jeng Lina punya anak secantik ini. Disembunyiin banget, ya. Saya dapet harta karun dong ini.” Wanita asing lainnya berkata, membuat perut Gladio bergejolak mual.
Ada dua pria asing juga wanita didepannya. Gladio tebak, mereka adalah orang tua barunya.
“Halo, Tante. Perkenalkan saya Gladio Lusnent.” Gladio memperkenalkan diri begitu ramah. Dan disambut senyuman hangat dari sepasang suami istri itu. Tetapi tidak dengan pria diujung.
“Waduh, paket lengkap ini, Bro. Jolan pasti suka ini. Iya, 'kan, Lan?”
Pria diujung memaksakan senyuman, Gladio yang melihatnya ingin sekali mencibir. Tetapi diurungkannya karena suasana tidak mendukung untuk Gladio bersikap arogan.
“Iya, Yah. Jolan suka.” Ucap lelaki itu dengan mata yang menghunus tajam menatap Gladio.
“Kak Jolan ini mau jadi Kakak saya, ya? Salam kenal Kak Jo, saya Gladio. Semoga saya bisa jadi adik yang baik buat Kakak.” Ucap Gladio yang sungguh hanya manis di lidah saja.
“Lho!” wanita yang sejak tadi menatapnya begitu semangat terkejut mendengar penuturan Gladio.
“Aduh, Jeng Zela, maaf. Gladio belum saya kasih tahu soalnya biar jadi kejutan gitu.”
Lina--- Mama angkat Gladio segera mencubit paha Gladio dibawah tanpa sepengetahuan semua orang.
Gladio menahan ringisan. Kemudian ikut meminta maaf jika perkataan dirinya ada yang salah.
“Jadi, Gladio mau dijodohin sama anak Tante. Ini, Jolan, anak Tante. Nanti bisa kenalan lebih lanjut berdua, ya.” Penjelasan dari wanita yang bernama Zela itu seketika membuat Gladio terkejut.
“Mama?” tanya Gladio lirih.
“Iya. Apa yang dikatakan Tante Zela itu benar. Kamu udah lulus sekolah, dari pada pengangguran dan keluyuran gak tahu kemana mending Mama jodohin sama anak temen Mama.”
Gladio sudah kehilangan akalnya sekarang. Ia menatap ke arah samping dimana Randu juga ikut duduk disana menemaninya sedari tadi.
“Dio, aku juga gak tahu kalau kamu bakal dijodohin. Aku kira kayak sebelumnya.” Ucap Randu merasa bersalah. Harusnya ia menguping lebih lama lagi waktu itu.
Gladio mengangguk, “Gladio nurut Mama aja. Gimana baiknya.” Katanya sangat pasrah.
Zela yang berhadapan dengan Gladio langsung tersenyum lebar. Beliau langsung bersikap begitu berlebihan menurut Gladio, mengambilkan nasi beserta lauk untuknya. Yang sudah lama Gladio tidak menerima sikap perhatian seperti ini.
Dua keluarga itu disibukkan dengan makan siang hari itu. Setelah selesai, Gladio dan pria yang sedari tadi diam didorong menjauh berdua untuk menghabiskan waktu.
Sehingga lelaki itu entah membawa Gladio kemana, tanpa satu katapun terucap. Seperti Gladio tengah diculik sekarang.
“Saya tahu kamu tidak sepolos itu.” Celetukan pria disampingnya yang sedang fokus mengemudi membuyarkan lamunan Gladio.
“Saya duda anak satu. Demi keluarga dan menebus kesalahan dulu karena tidak mendengarkan petuah beliau, saya menerima perjodohan ini.” Lanjutnya karena tidak mendapat jawaban dari Gladio.
Sedangkan Gladio dibuat terkejut kembali setelah mendengar jika lelaki disampingnya adalah duda. Dan yang lebih parah adalah sudah mempunyai anak.
“Anak saya perempuan, sedikit nakal dan tidak bisa diatur. Kita akan menemuinya kali ini. Maaf terlalu mendadak dan tidak memberitahu lebih dulu.”
Randu yang berada dikursi penumpang bagian belakang juga ikut terkejut, “ini benar-benar sial, Dio. Apa kita kabur aja? Gak perlu terima perjodohan itu. Toh kamu udah punya pemasukan stabil.”
Gladio diam, ia benar-benar kehabisan kata-kata sekarang. Dalam satu hari sudah mendapat begitu banyak kejutan hingga membuatnya pening tujuh keliling.
“Gladio, saya Jolanza Biznav. Anak saya Alana Biznav, umur tujuh tahun. Baru beberapa bulan masuk sekolah dasar. Semoga kamu tidak tersinggung dengan sikap Alana nanti.”
Setelah mengatakan itu, mereka tiba disebuah rumah sederhana. Disambut gonggongan anjing yang menyapa mobil tuannya.
“Kenapa manusia kebanyakan pelihara anjing, Dio?”
Suara itu terdengar bergetar dibelakang sana, Gladio menoleh ke belakang dan mendapati Randu sudah menggigil ditempatnya. Ia segera menutup mulutnya agar tidak menimbulkan kecurigaan karena dirinya sekarang sangat ingin menertawakan Randu.
“Kamu kenapa lihat belakang? Rumah saya ada didepan.” Celetukan Jolan membuahkan hasil dimana tatapan sinis Gladio dilayangkan kepadanya.
Gladio berdeham, “anjingmu lucu.”
Jolan melihat anjingnya yang tidak biasanya menggonggong sangat keras. “Sebenarnya anjing itu hanya sebagai anjing penjaga, karena Alana tidak selalu ikut saya. Tetapi hari ini sepertinya anjing itu terlalu berisik.”
“Anjing menggonggong tuh kadang karena ada makhluk selain manusia disekitar.” Celetuk Gladio yang sepenuhnya tidak berbohong.
“Maksudmu sejenis hantu?”
Gladio mengangguk sebagai jawaban, mereka bahkan belum berniat untuk keluar dari mobil.
“Ya semuanya balik ke diri sendiri, percaya atau tidak tentang mitos itu. Kalau saya, sepenuhnya tidak percaya hal begituan.” Kata Jolan sembari menatap Gladio.
“Ngomong-ngomong, itu anakmu?” tanya Gladio segera setelah melihat pintu rumah didepannya terbuka dan menampakkan seorang anak kecil dengan piyama kebesarannya berwarna merah muda.
“Oh, iya. Ayo,” ajak Jolan. Keduanya keluar dari mobil bersamaan.
“Dio, aku gimana? Kalau anjing itu ngejar aku gimana? Dio! Jangan tinggalin aku!” teriak Randu dari dalam mobil. Yang tentu saja di abaikan oleh Gladio.
Dimana gadis itu sekarang mati-matian menahan tawanya, apalagi kini dirinya ditatap intens oleh anak itu.
“Ngomong-ngomong Kak Jolan, hantu takut sama anjing. Jadinya anjing terus menggonggong karena merasa aura negatif yang dihasilkan hantu itu berbahaya. Tapi kalau emang Kak Jolan gak percaya, anggap aja saya lagi cerita dongeng.”
Jolan menoleh menatap Gladio dengan alis terangkat, “dongengmu bagus. Sedikit berimajinasi.”
Dan tawa Gladio yang sejak tadi ditahan akhirnya keluar. “Terima kasih pujiannya. Juga sebagai informasi, saya adalah penulis cerita horor yang gak dipercayai Kak Jolan.” Ucapnya dengan senyuman lebar.
“Daddy. Dia siapa?”
Pertanyaan itu memutuskan pandangan antar Gladio dan Jolan yang bersitatap dalam diam.
“Oh, Alana. Kasih salam buat calon Mommy kamu.”
“Gak mau.” Tolak anak kecil itu mentah-mentah. “Kata Oma dia gak punya anak, Daddy?”
Gladio dan Jolan sedikit kebingungan dengan pertanyaan itu.
“Iya? Kak Gladio belum punya anak. Kenapa, Sayang?”
“Terus itu siapa? Kenapa gak ikut turun dari mobil?”
Gladio menahan nafasnya saat anak dari Jolan menunjuk ke arah mobil. Dimana Randu melambaikan tangannya ke arah Gladio meminta pertolongan. Hantu kecil itu tidak tahu jika dirinya sekarang menjadi topik utama.
“Kamu ngomongin siapa, Alana? Kamu baru bangun tidur, ya? Ayo masuk. Tidur lagi.” Ucap Jolan tidak merasa curiga.
“Maaf, Gladio. Anak saya sering bertindak jahil pada orang baru. Ayo masuk, kita ngobrol didalam.”
Gladio tersenyum, “Alana,” panggilnya.
Alana menatap Gladio penuh tanda tanya.
“Itu bukan anak Kak Gladio. Dia yang sering disebut hantu sama manusia. Mau kenalan?”
Dan wajah pucat dari Alana serta teriakan Jolan saat tubuh anaknya ambruk terlihat lucu dihadapan Gladio.
“Kak Jolan harus percaya. Soalnya Alana lihat sejenis hantu yang takut anjing. Hehehehe.” Cekikiknya diakhir kalimat.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Kustri
randu... randu tinggal kibas anjing'a jg takut
alana indigo?
2024-06-26
0
Cherlys_lyn
baru pertama kali tau kalo hantu takut sama anjing, menarik nih 🤔
2024-06-17
0