11

...----------------...

Gladio masuk ke rumah Jolan dengan mulut tertutup rapat. Matanya membengkak akibat menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menangis. Bahkan kemeja kerja yang dipakai Jolan sampai basah. Terlihat jelas dan tercetak di kemeja tersebut.

“Dio!” Randu terbang menembus dinding rumah Jolan. Menyapa riang Gladio, belum sadar bagaimana keadaan Gladio yang memprihatinkan.

Tidak ada sapaan balik, Gladio sibuk menyedot ingusnya agar tidak keluar. Mengacuhkan Randu dan meninggalkan kebingungan pada hantu kecil itu. Gladio di gandeng Jolan masuk ke dalam rumah.

“Mau bicara sama Alana dan Randu sekarang? Atau nanti?” tanya Jolan, ia tidak tahu Randu sedang berada di dekat mereka.

“Dio? Kamu habis nangis? Kenapa? Mama jahat lagi? Kamu mau ngomong apa sama aku?”

“Berisik!”

Jolan dan Randu terkejut secara bersamaan.

“Ah, maaf, Gladio.” Buru-buru Jolan meminta maaf. Perasaan Gladio sedang sensitif sekarang, Jolan harus lebih berhati-hati.

“Bukan Kakak.” Jawab Gladio ogah-ogahan. “Aku mau istirahat, ngantuk.” Jawabnya pada pertanyaan pertama Jolan.

Jolan menebak jika ada Randu disekitar keduanya. Maka ia bertanya,“Di kamar Kakak?” memastikan. Dan Gladio menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Randu masih terbang mengikuti Gladio masuk, menaiki lantai dua rumah tersebut. Hanya saja ia sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Masih mencerna bentakan Gladio yang dilayangkan padanya tadi.

“Kakak bersih-bersih dulu. Kamu langsung tidur saja. Nanti setelah Kakak selesai, Kakak kompres mata kamu.” Jelas Jolan.

Gladio merebahkan dirinya dengan cepat, Jolan siaga menyelimuti gadisnya dan mengatur suhu ruangan agar Gladio dipenuhi kenyamanan.

“Sleep tight, Gladio.” Ucap Jolan sembari mengecup kening Gladio.

Randu yang melihat pemandangan intim didepannya langsung membuat suara terkejut. “Wih kok udah cium-cium, ya.” Celetuknya.

Gladio mendengar suara Randu dan suara membuka pintu. Jolan sudah pergi, entah keluar atau ke kamar mandi, Gladio sudah menutup matanya karena lelah.

“Aku ketinggalan apa, Dio? Kamu marah sama aku? Aku salah apa?” Randu mengutarakan kebingungannya.

Sebuah ketukan di pintu kamar menandakan ada seseorang. “Randu, Mommy ada di dalam?”

“Ya, Alana!”

Pura-pura tertidur, Gladio tidak peduli tentang kedatangan Alana. Anak kecil itu bahkan menaiki ranjang milik Jolan, Gladio tahu sebab merasakan pergerakan di belakang punggungnya.

“Ssssttt, Dio tidur, Alana.”

Suara gesekan kresek dan kasur terdengar mengganggu Gladio. Membuatnya ingin tahu apa yang dibawa Alana hingga membuat anak itu terlalu berisik.

“Terus ini gimana?” tanya Alana berbisik pada Randu.

“Tunggu Daddymu saja. Aku tadi dimarahi Dio. Kayaknya suasana hatinya lagi gak baik.”

“Apa mengerikan?”

Randu menggeleng, “hanya dikatai berisik.” Sebenarnya ia tidak bermaksud menakuti Alana, tetapi anak kecil itu sudah reflek menutup mulutnya. Randu berusaha menahan tawanya.

Mereka pun akhirnya memilih untuk bungkam sembari menunggu Jolan keluar dari kamar mandi. Sedangkan Gladio masih berjaga-jaga.

Cklek!

“Daddy!” panggil Alana berbisik.

“Eh, baru datang? Kamu membawa apa itu, Alana?” Jolan langsung membuka lemari bajunya. Mencari kaos yang nyaman di pakai untuk bersantai di rumah.

“Buat Mommy! Tadi aku beli jajan sama Oma, banyak banget. Terus Randu kasih tahu aku kalau Mommy suka jajan manis. Sama kayak aku 'kan, Dad? Jadinya aku beliin sekalian deh. Hehehe. Tapi aku juga beliin kok buat Randu. Kata Oma harus adil.”

Gladio yang ikut mendengarnya hanya ber-oh ria didalam hati. Ternyata jajan.

“Randu di sini juga?”

“Iya, Dad. Ini di samping aku.”

“Emm, Alana. Bisa gak kamu tanyain Daddymu. Dio kenapa? Dia kayak habis nangis."

"Mommy habis nangis, Dad?"

Gladio tiba-tiba bangkit dari tidurnya.

Randu, Alana dan Jolan tersentak bersamaan. Mereka kira Gladio benar-benar tertidur. Atau Gladio terganggu karena mereka berisik?

"Dio, maaf. Kita ganggu kamu, ya? Tidur lagi aja. Kita bakal keluar."

Jolan yang tidak mendengar perkataan Randu justru mendekati Gladio, "berisik, ya?"

"Randu," panggil Gladio menggantung. Ia duduk membelakangi Alana dan Randu. Menghadap Jolan yang sigap menggenggam tangan Gladio. Pria itu duduk berjongkok di depan Gladio.

"Kamu satu-satunya yang tau ketakutan aku. Semuanya aku cerita sama kamu. Gak ada satu pun yang aku sembunyiin dari kamu. Dan hari ini, aku baru rasain ternyata aku sendirian tanpa kamu. Aku gak punya siapa-siapa selain kamu. Sakit, Ran. Rasanya hatiku sakit banget. Lihat kamu lebih milih Alana daripada aku."

"Dio...." lirih Randu.

Alana yang mendengarnya segera memeluk Gladio dari belakang, ia menggelengkan kepalanya brutal. "Mommy, enggak. Randu enggak milih aku. Aku yang salah. Harusnya aku gak ngajak Randu. Maaf."

Gladio sudah menangis dari sejak ia memulai pembicaraan. Jolan yang mendengar sang anak membela Randu dan menyalahkan dirinya sendiri hanya tersenyum menatap Gladio. Mengatakan dengan isyarat mata, jika apa yang ada dipikiran Gladio sebelumnya hanyalah pikiran negatif dari kepala gadis itu.

"Dio, maaf. Mama marahin kamu lagi, ya? Kenapa lagi?"

"Mama siapa? Mama Mommy? Kenapa marahin Mommy?" Alana ikut mencecar ingin tahu.

"Kalau udah tau, emangnya kamu mau ngapain?" tanya Gladio pada Alana. Ia menyedot ingusnya lagi.

"Marahin balik!"

Jolan tertawa mendengar jawaban dari anak tunggalnya itu. Ia memilih berdiri kemudian mengusap air mata Gladio. "Ayo, mau bagaimana? Mumpung ada Randu di sini. Gladio maunya apa, biar sama-sama enak."

"Gak tahu."

Jolan mengambil tempat untuk duduk di samping Gladio. Melihat perpindahan itu, Randu segera terbang mendekati Gladio. Melayang di depan gadis itu, menatap sendu ke arahnya. "Maaf, Gladio."

"Alana juga minta maaf, Mommy."

"Coba kita pikir sama-sama. Alana tidak apa-apa kalau Randu pulang dulu ikut Mommy?" tanya Jolan pada sang anak. Dan diangguki tanpa pikir panjang lagi oleh Alana.

"Gapapa. 'Kan Randu emang sama Mommy dari dulu. Akunya aja yang kesenengan baru pertama kali lihat hantu makanya ajak Randu terus. Maaf, ya, Mommy." Ujar Alana sembari memeluk Gladio semakin erat.

"Mommy gimana ini?" Jolan mencolek dagu Gladio. Gadisnya sudah berhenti menangis, hanya menatap kosong ke depan sesekali mengeluarkan suara sesenggukannya.

"Randu, main sama Alana kalau kalian berdua datang kesini atau kita datang kesana saja, ya?" Jolan bertanya pada sosok yang tidak bisa ia lihat dengan percaya diri.

"Iya, Dio. Maafin aku terlalu semangat main sama orang yang bisa lihat aku selain kamu."

Jolan berbisik ke arah Alana, bertanya apa jawaban Randu. Dan Alana ikut berbisik menjelaskan jawaban Randu.

Jolan menganggukkan kepalanya, "Mommy.." Panggil Jolan, mengikuti si kecil yang kemarin memaksa memanggil Gladio dengan sebutan itu walaupun si empu sudah menolak keras.

"Aku mau tidur. Sendiri."

Jolan mengangguk mengerti, "ayo anak-anak. Kita keluar dulu. Mommy mau istirahat. Alana bawa jajan kamu keluar, makannya setelah Mommy bangun."

Alana menghela nafas, tidak rela melepaskan pelukannya. Tetapi patuh pada perintah Jolan, membawa satu kresek jajan miliknya dan mengajak Randu untuk keluar. Jolan juga akan pamit, hanya saja mengurungkan niatnya setelah melihat Gladio kembali menangis.

"Kakak..." panggil Gladio sembari merentangkan tangannya. Entahlah, ia tidak pernah menangis seperti ini. Apalagi merengek manja pada seseorang yang baru saja ia kenal. Sepertinya Jolan adalah pengecualian.

Jolan tertawa sebelum masuk ke dalam rentangan tangan milik Gladio. "Kok tambah nangis?"

"Aku jadi ngerasa bersalah. Mereka berdua sama-sama excited, pertemuan mereka jadi hal baru buat masing-masing. Alana yang baru bisa lihat hantu, terus Randu yang punya temen baru selain aku. Harusnya aku gak mikir kayak gitu, hiks... Kakak, aku jahat, ya? Aku kayaknya gak cocok jadi ibu Alana. Cuma gini aja aku udah gak jelas banget, hikss.... hikss...."

Gladio bersembunyi di perpotongan leher Jolan saat pria tersebut mengangkatnya dan beralih memangkunya.

"Kamu juga baru merasakan ditinggal Randu pertama kali. Semuanya sama-sama baru. Tidak perlu merasa jahat begitu. Terus, Gladio cocok jadi Mommy buat Alana. Cocok jadi istri saya. Ssssttt, udah jangan nangis lagi nanti tambah bengkak matanya, Sayang."

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!