5

...----------------...

“Sebentar lagi Papa dan Mama kesini buat jagain Alana. Setelah itu saya antar kamu pulang, ya?” ujar Jolan kepada Gladio, keduanya duduk berdampingan diatas sofa yang tersedia di kamar Alana.

Sedangkan si pemilik kamar sibuk bermain bersama Randu. Dengan dua kotak musik yang sejak tadi terus berbunyi. Membuat mata Gladio semakin berat karena suara musik yang berulang itu seperti menghipnotisnya.

“Ngantuk,” gumam Gladio yang tanpa sadar sudah mendaratkan kepalanya ke lengan Jolan. Bersandar dan mencari kenyamanan disana.

Si empu pemilik lengan tersenyum melihatnya, dipikir-pikir kotak musik memang penghantar tidur, ‘kan?

“Tidur dikasur Alana saja, Gladio. Disini nanti kamu tidak nyaman.” Tutur Jolan. Walaupun begitu dirinya tidak berani bergerak sedikipun.

Tidak ada percakapan lagi, Jolan hanya sibuk memandang anaknya yang seperti bermain dan berbicara sendirian. Ia sudah menceritakan semuanya pada orang tuanya.

Mereka dengan cepat mengatakan akan menjenguk cucunya, seakan ikut merasakan keterkejutan seperti Jolan.

“Ran, aku gak mau dijodohin. Aku takut.”

Gumaman itu seketika membuat Jolan, Alana, dan si empu yang tidak kasat mata itu menoleh ke arah Gladio. Jolan berdeham.

“Alana, kamu main sama Randu dulu, ya? Daddy mau pindahin Kak Gladio ke kamar biar tidurnya nyenyak. Kamu tidak apa-apa Daddy tinggal sebentar?”

Alana menatap Randu, “kayaknya Dio kecapekan, Alana. Soalnya tadi belum tidur siang.”

“Iya, Daddy. Alana gak apa disini sama Randu.” Jawabnya memberi izin.

Jolan tersenyum lalu berterima kasih pada Alana dan Randu. Lalu perlahan-lahan dirinya beranjak dari duduknya setelah ia menyandarkan kepala Gladio ke sofa.

Kemudian lagi-lagi Jolan harus pelan, mengangkat Gladio dalam satu gendongan. Ala bridal, Jolan menggendong Gladio tanpa kesusahan. Gadis itu terlihat berisi tetapi sangat ringan.

Melangkahkan kakinya tanpa banyak bicara, Jolan keluar dari kamar Alana yang pintunya dibiarkan terbuka lebar. Menuju ke kamar yang berada tidak jauh dari kamar Alana, Jolan membuka pintu tanpa kesulitan.

Gladio bergumam lagi entah apa saat Jolan membaringkan gadis itu ke kasurnya. Entah terlalu nyaman atau memang dalam keadaan lelah dan mengantuk, Gladio dengan cepat kembali bernafas tenang.

Jolan menghela nafasnya, menarik selimut untuk menutupi Gladio. Gaun yang dipakai gadis itu jujur sangat cantik, tetapi terlalu pendek. Akan sangat mengundang mata jika mereka berada di luar ruangan.

Mungkin jika Gladio benar-benar menjadi istrinya, Jolan akan menyuruh gadis itu untuk memakai baju dan celana yang nyaman dipakai saja.

Setelah dirasa benar-benar sudah cukup, Jolan langsung mengarahkan tubuhnya untuk membersihkan diri barang sejenak. Seharian ini seperti menaiki rolercoster menurutnya.

Tidak ada yang pernah Jolan bayangkan sebelumnya, karena itu ia sangat terkejut saat hal ini terjadi. Apalagi Alana, anak tunggalnya, bagaimana bisa melihat hantu padahal sebelumnya ia baik-baik saja?

Ataukah Alana hanya bisa melihat teman kecil Gladio dan tidak bisa melihat hantu lain? Semoga saja. Jolan berharap penuh akan hal itu.

Duapuluh menit Jolan butuhkan di kamar mandi, ia segera keluar dengan handuk yang melilit di leher. Menahan air yang jatuh dari rambutnya agar tidak mengenai baju yang dipakainya.

“Jolan.”

Si empu nama segera menoleh dan mendapati sang Mama yang berada didepan pintu.

“Oh, kapan sampai, Ma?” tanya Jolan berbisik. Menjaga suaranya agar tidak menganggu Gladio yang masih tertidur pulas di ranjangnya.

“Barusan aja. Mama siapin makan malam dulu, ya? Jangan dianter pulang dulu Gladionya.” Ucap beliau yang langsung diangguki oleh Jolan.

Tidak ada yang istimewa dari hidup Jolan, tetapi mempunyai orang tua yang masih peduli dengannya dan anak semata wayangnya adalah kecukupan bagi Jolan. Apalagi saat Alana ditinggal oleh ibu kandung atau bisa dibilang mantan istri Jolan setelah beberapa bulan melahirkan Alana.

Tidak ada yang mudah, tetapi orang tuanya mendampingi Jolan secara fisik dan mental. Dan kini terbitlah Jolan yang selalu mengiyakan kemauan orang tuanya, merasa berhutang budi lagi walaupun itu adalah kewajiban mereka.

Jolan sebenarnya tidak suka dijodohkan, mantan istrinya dulu adalah pilihannya sendiri. Tetapi restu tidak dikantongi Jolan waktu itu sampai Alana lahir dan wanita itu meninggalkan keduanya.

Lalu sekarang, setelah melihat kebelakang, Jolan akhirnya mau-mau saja dijodohkan. Dan itu adalah Gladio. Gadis yang baru saja ia temui hari ini. Jolan iya-iya saja, dengan syarat utama mau menerima Alana.

Hanya saja, Gladio ternyata baru diberitahukan hal itu saat pertemuan mereka. Di mata Jolan, gadis itu terlihat terkejut, ia mengira jika akan ditolak secara mentah-mentah melihat ekspresi tidak sukanya sekilas. Tetapi ternyata yang Jolan dapati hanya anggukan pasrah darinya.

“Ran, aku takut.”

Lagi? Jolan menghadap ke arah ranjang. Mengamati kening Gladio yang mengkerut dan kepalanya menggeleng dengan mata tertutup.

Kakinya melangkah mendekati Gladio, “kecapekan banget, ya?” gumam Jolan bertanya. Merasa sedikit heran juga karena nama Randu yang sejak tadi disebut gadis itu.

Kenapa tidak orang tuanya?

Jolan diam, memandangi gadis itu lamat-lamat. Hanya ada wajah tidak berdosa yang harus Jolan rebut masa remaja akhirnya.

Tidak bisa. Jolan tidak bisa membatalkan perjodohan ini. Ia sudah berjanji pada orang tuanya.

Lalu bagaimana aksi Jolan agar Gladio mau menerimanya dan Alana? Bagaimana agar gadis itu mau menjalin hubungan bersamanya?

“RANDU!”

Jolan terkejut, segera menangkap tangan Gladio yang mengambang seperti menggapai sesuatu.

“Randu? Randu dimana?” tanya Gladio yang sejak teriakannya tadi ia sudah seratus persen sadar dan terduduk.

Mimpi buruk itu lagi-lagi hinggap dalam tidurnya.

“Hei, tenang, Gladio.”

Nafas gadis itu terburu, Jolan duduk lebih dekat. Meraih punggung Gladio dan mengusapnya perlahan. “Tarik nafas panjang, hembusin perlahan.”

Gladio menggeleng, “Randu dimana?” tanyanya lagi, terlihat frustasi.

“Lagi sama Alana. Sama saya saja, ya? Ayo nafas dulu yang benar.” Ucap Jolan begitu lembut. Tenang. Gladio semakin dibuat terhipnotis oleh suara itu.

Kemudian suara dari langkah kaki bergesekan dengan lantai terdengar mendekat ke kamar Jolan yang pintunya terbuka lebar.

“Gladio?”

“Kakak? Kakak kenapa?”

“Dio? Mimpi buruk lagi?”

Gladio mengangguk menjawab pertanyaan Randu, ia menatap Randu yang terbang rendah disampingnya. Mengesampingkan semua orang yang ikut khawatir juga. Bahkan ia belum sepenuhnya sadar jika ada orang tua dari Jolan di kamar tersebut.

“Gak apa-apa, Dio. Ada aku. Mereka gak akan ganggu kamu lagi.”

“Mereka siapa? Siapa yang ganggu Kak Gladio?” tanya Alana ingin tahu.

Jolan mengangkat alisnya, ikut bertanya. Ia masih terus mengusap punggung tangan Gladio memberi ketenangan. Walaupun ia tahu jika gadis itu hanya membutuhkan Randu saja.

“Sudah-sudah. Mama jadi ikut ngelamun, 'kan. Ayo, Gladio, minum air dulu, Sayang.”

Mendengar ada suara baru, Gladio terkejut melihat siapa yang ada didekatnya. Mama Zela, tengah menyodorkan air putih kepadanya dan suami dari wanita tersebut juga datang ke kamar yang Gladio tempati.

“Ah, Tante. Kapan sampainya? Maaf, Gladio malah ketiduran disini. Gak apa, Tante, saya udah minum tadi. Saya mau pulang aja soalnya udah mau malem juga.”

“Kok gitu? Aku masih mau main sama Randu, Kakak. Disini aja, tidur sama aku, ya?” Alana segera mendekat ke arah Gladio, duduk menggeser Daddynya.

“Tuh denger, makan disini dulu deh. Mama udah terlanjur masak banyak banget nih. Masa gak kasihan?” ucap beliau, lalu dengan paksa menyuruh Gladio untuk meminum air putih yang dibawanya.

“Iya bener, Nak Gladio. Lebih baik kalau kita cerita-cerita dulu sekalian makan malam. Kayaknya Randu juga kelaparan dilihat dari ekspresinya.” Ujar Papa dari Jolan, Bisma.

Gladio menghela nafas, akhirnya mengangguk-angguk pasrah. Belum menyadari ucapan dari Bisma yang seakan tahu keberadaan dan keadaan Randu.

Tetapi sesaat kemudian, “sebentar----”

“Hahahaha,” Bisma tertawa melihat ekspresi kocak yang diperlihatkan Gladio. “Iya. Papa bisa lihat Randu dari pertama kali kita ketemu. Cuma, Papa diem-diem aja. Eh, sekarang Cucu Papa juga ikutan bisa lihat Randu.”

Penjelasan itu menjadikan Randu berpegangan kuat pada tangan Jolan. Kalau begini, bagaimana Gladio bisa keluar dari keluarga mereka?

...----------------...

Terpopuler

Comments

miilieaa

miilieaa

randu/Drool//Drool/

2024-12-06

0

Kustri

Kustri

eh, randu kelaparan? 🤔kamu mau makan apa randu😁

2024-06-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!