13

...----------------...

Selesai sarapan dengan menu sederhana yang dibuatkan oleh Zela, ibu dari Jolan, keluarga kecil itu berangkat bersama menuju sekolah Alana. Terbilang dekat, hanya menempuh limabelas menit saja, mobil yang dikendarai Jolan berhenti di samping pintu masuk gedung sekolahnya.

“Eh, Alana! Tasmu jangan lupa!” teriak Gladio kebingungan. Pasalnya Alana membuka pintu mobil dan berlari keluar tanpa membawa tas ranselnya.

“Ayo keluar. Sekalian bicara sama Missnya.” Ajak Jolan, membuka sabuk pengamannya kemudian berganti bagian Gladio.

“Ah, aku nunggu disini aja deh. Malu tau bajunya kegedean gini.”

“Masih tetap cantik. Ayo, Sayang. Ditungguin Alana itu lho tasnya.”

“Ikut aja, Dio. Sekolah Alana luas banget. Terus kebanyakan orangtua mereka setelah drop anaknya, langsung pergi. Dijamin gak akan ada orangtua yang gosip disana.”

Gladio menghela nafasnya, ia sangat malas berinteraksi dengan manusia baru. Tetapi untungnya, sekolah elit ini tidak menyediakan perkumpulan manusia yang dimaksud oleh Gladio. Suka bergosip.

Gladio keluar dari mobil sembari membawa tas milik Alana. Ia segera meraih tangan Jolan yang sudah bersiap menggenggamnya.

“Miss, Miss, itu Mommyku! Iya, 'kan, cantikkan? Aku gak bohong tau! Miss sekarang gak boleh tanya-tanya Daddyku, ya. Mommyku galak! Kalau Miss tanya terus nanti dibilangin, 'berisik!', gitu.”

Telinga Gladio sangat jelas mendengarnya, juga melihat ekspresi meringis yang dikeluarkan oleh guru Alana. Seperti merasa sungkan.

“Selamat pagi, Miss.”

“Selamat pagi juga, Daddy Jolan, Mommy Gladio. Hari ini waktunya saya mengajar di kelas Alana. Kemungkinan ada sesuatu yang ingin dibicarakan?”

Wah, Gladio terperangah dengan kecepatan dari guru Alana tentang menggali informasi dan langsung mempraktikkannya.

“Tidak. Ingin memberitahu saja, yang jemput Alana pulang sekolah nanti itu saya.”

Guru Alana mengangguk mengiyakan, lalu menerima uluran tas dari Gladio. “Baik, Daddy Jolan. Ayo Alana pamit dulu.”

Jolan mengecup kening Alana, Gladio hanya mematung diam. Merasa geli sebenarnya.

“Mommy! Mommy! Nanti jemput Alana sama Daddy, ya? Terus habis itu kita beli es krim. Oke?!”

Gladio mengangguk, memberikan jempol pada Alana. “Oke.”

“Cium! Cium!”

Mata Gladio berkedut mendengar permintaan Alana. Tetapi karena menjadi pusat perhatian guru Alana yang tersenyum sopan ke arahnya, membuat Gladio mau tak mau menundukkan tubuhnya.

Pipinya menjadi labuhan akhir bibir kecil milik Alana sebelum sang guru dan anak itu masuk ke dalam sembari melambaikan tangan.

Gladio menghela nafas panjang, lebih panjang lagi. “Berat.” Gumamnya mengundang tawa Jolan.

“Hahaha, berat apanya? Belajar biar terbiasa, ya.”

Mereka kembali masuk ke dalam mobil, Jolan segera mengendarai mobilnya menuju kantor tempatnya bekerja.

“Emangnya Alana yang anter-jemput Oma sama Opanya terus?”

“Seringnya seperti itu. Kakak mengantar cuma pas Mama dan Papa lagi ada urusan mendadak.”

“Oh...” Gladio mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti. “Terus ini kita kemana?” lanjutnya bertanya. Jalanan yang mereka lewati terlalu asing di mata Gladio.

“Ke kantor Kakak.”

“Terus aku ngapain disana? Pulang aja gak sih? Ngapain juga di kantormu.”

“Ya temani Kakak.”

“Yang bener aja, gak mau ah!”

Sudah menolak seperti itu, keduanya justru sudah menginjak di kawasan perusahaan milik Jolan. Mobil yang dikendarai berhenti didepan aula utama, seorang satpam pun dengan sigap membukakan pintu untuk Jolan.

Gladio dan Randu terperangah, “memang ada manusia yang dijunjung seperti itu sama manusia lain, Dio?”

“Itu buktinya. Udah kayak presiden aja ini bapak-bapak satu.”

Keduanya tidak kunjung keluar, sehingga Jolan harus membuka pintu. “Sayang? Lagi bicara sama Randu?”

“Aku gak mau ah. Kalau aku jadi terkenal gimana deh? Aku belum siap jadi artis.” Gladio masih enggan untuk keluar dari mobil.

Jolan tertawa kecil mendengar ucapan Gladio yang asal-asalan itu. “Ya justru dikenalkan supaya kenal kamu itu calon istri Kakak. Ayo, Kakak sebentar lagi ada pertemuan. Kamu tunggu di ruangan Kakak saja.”

“Gapapa, Dio. Kita bisa lihat-lihat, siapa tahu ada barang bagus buat kita. Hehehe...”

Mendengar nada bicara Randu yang terkesan bersemangat itu, akhirnya Gladio menerima uluran tangan Jolan. Keduanya masuk bergandengan tangan, ditemani Randu yang terbang di belakang.

“Wih, Dio, megah banget. Tapi kayaknya bener deh kamu jadi pusat perhatian sekarang. Gimana kalau kita dadah-dadah ke mereka?”

Gladio menoleh ke belakang saat Randu berbicara, lalu menahan tawanya sebab Randu benar-benar melambaikan tangannya bak seorang artis yang disambut oleh para penggemarnya.

“Kenapa, Sayang?”

“Randu, pft---- Randu malah dadah-dadah ke pegawaimu, Kak.”

“Memangnya dia kelihatan?” Jolan kebingungan.

“Kelihatan lah, tapi sama sebangsanya hahahaha...” Gladio bersembunyi di lengan Jolan, berusaha untuk meredam tawanya agar tidak terlalu berlebihan. Tidak ingin mengundang lebih banyak tatapan ke arahnya.

Mereka memasuki lift menuju ke lantai 11. “Kamu ngapain ikut naik? Bukannya lebih cepet nembus, ya?” tanya Gladio berbisik kepada Randu.

“Sekali-kali naik ruangan ini.”

“Kayak gak pernah aja.”

Jolan terkekeh kecil mendengar Gladio berbicara bersama Randu. Meskipun ia tidak tahu Randu membalas apa, tetapi kemungkinan balasan dari Randu terasa lucu didengar.

“Selamat pagi, Pak Jolan.”

“Wih, disini ada ajang fashion show kah?”

Gladio seketika menyemburkan tawanya, kemudian menutup mulutnya setelah tahu wanita yang menyambut Jolan menatap sinis ke arahnya.

“Pagi. Pertemuan hari ini diadakan di lantai berapa?”

Jolan berjalan bersama Gladio mendahului wanita tersebut, bahkan terang-terangan menggandeng tangan Gladio didepan wanita itu. Sepertinya wanita itu sedang kebakaran rambut melihatnya.

“Maaf, Pak Jolan. Itu siapa, ya? Pertemuan hari ini ada di ruangan Bapak. Takutnya adik ini mengganggu.”

Adik? Adik? Randu sudah tertawa terbahak-bahak mendengar panggilan yang disematkan wanita itu untuk Gladio.

“Emang kayaknya aku tuh cocok jadi adik kamu deh, Kak.” Bisik Gladio pada Jolan yang justru mengabaikan wanita itu. Lalu memilih masuk ke ruangan Jolan.

“Kamu istirahat saja di kamar Kakak.”

“Kamar? Yang bener aja. Ngapain di kantor ada kamar? Kamu nginep sama wanita itu kah disini?”

“Ngawur banget ini ngomongnya, ya ampun.” Jolan menepuk pelan bibir Gladio. “Kalau lembur bisa istirahat disini. Tidak perlu pulang.”

“Lah? Gak perlu pulang? Terus Alana kamu tinggal sendiri gitu? Kok tega banget jadi orang tua. Gak mau, ah. Aku pulang aja kalau gitu. Ini tempat gak baik.”

Jolan menghela nafas panjang, kemudian tersenyum sangat lebar. “Pintar banget jawabnya, Sayang. Sini bibirmu Kakak cobain, seenak apa.”

Plak!

“MESUM BANGET! SANA UDAH KERJA, AKU DISINI AJA! PERGI!” usir Gladio pada Jolan secara brutal.

Randu tertawa cekikikan mendampingi Gladio masuk ke ruangan yang katanya tempat istirahat Jolan saat lembur itu.

“Kamu tahu wajah perempuan tadi, Dio? Mungkin dia syok berat deh. Hahahaha, adik ini gak boleh kasar-kasar sama Kakaknya, hahahaha..”

“Kenapa sih semua orang di sekitar Kak Jolan aneh-aneh.” Keluh Gladio. Merebahkan dirinya di atas ranjang dengan cepat.

“Di sekitarmu kayaknya juga aneh deh, Dio. Kalian berdua udah cocok banget. Takdir.”

Gladio melirik sinis ke arah Randu, “dijodohin kok takdir. Pemaksaan lah.”

“Ngomong-ngomong soal pemaksaan, Mama ngapain kamu lagi, Dio? Maaf kemarin aku gak temenin kamu.”

“Gapapa, udah lewat juga. Kemarin marah-marah ngomong maunya pernikahanku tetep di akhir bulan ini. Takut keburu brangkut itu perusahaan Papa kalau pernikahanku di undur. Soalnya keluarga pihak Kak Jolan mau suntik dana kalau aku sama Kak Jolan resmi nikah.”.

“Wah, licik juga. Nenek lampir itu. Terus kamu gimana, Dio?”

“Enaknya gimana?”

“Itu semua terserah kata hatimu, Dio. Tapi sepenglihatanku, kayaknya lebih baik cepet nikah sama Daddynya Alana aja deh. Soalnya, kemungkinan kehidupan kamu gak disetir lagi itu banyak. Aku tadi pagi bicara sama Opanya Alana. Beliau tahu kalau kamu ada masalah sama keluargamu itu. Agak sedikit curiga pertama kali keluargamu itu kenalin kamu padahal mereka lagi bahas soal keuntungan mereka suntik dana ke perusahaan Papa itu apa.”

“Apa?! Kamu bicara sama Papanya Kak Jolan? Yang bener aja, Randu! Bahaya ngobrol sama orang tua!”

“Apanya yang bahaya?” Randu total kebingungan dengan maksud Gladio.

“Bahaya soalnya kebanyakan orang tua itu bisa berinteraksi sama hantu. Nanti kalau kamu dimasukin ke barang antik terus di jual mahal, gimana?!”

“Kamu kira Opanya Alana itu dukun?!”

...----------------...

Terpopuler

Comments

Achakajayes

Achakajayes

boom like nih😍 yuk semangat terus, dtunggu kelanjutan ceritanya

2024-06-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!