Setelah Berpisah Lima Tahun

Setelah Berpisah Lima Tahun

Bertemu Kenzi

Lima tahun setelah bercerai dari Kenzi, Alin benar-benar kesulitan dalam urusan keuangan.

Wanita berusia dua puluh delapan tahun itu harus bekerja dari pagi sampai malam. Pagi bekerja menjadi penjaga toko, dan malamnya terpaksa menjadi pelayan di kafe. Dia baru bisa pulang setelah kafe tutup.

Hal yang paling membuat Alin sedih adalah waktunya bersama Naufal-anak laki-lakinya, berkurang banyak. Naufal terpaksa dititipkan pada sang ibu.

"Capek, kan, Lin. Aku udah bilang, aku mau jadi bahu buat kamu. Aku cinta sama kamu," ucap Rafa sembari memeluk tubuh kurus wanita bermata cokelat itu.

"Aku janda anak satu, Fa. Kamu bisa mencintai aku, tapi orang tuamu belum tentu setuju."

Alin menutup mata ketika Rafa mulai menciumi wajahnya dengan penuh hasrat.

"Lepaskan, Fa. Aku mau kerja lagi." Alin mendorong pria itu lantas keluar dari ruangan itu. Ya, Rafa adalah pemilik kafe tempat Alin bekerja.

Alin segera kembali ke tempat para pengunjung untuk mencatat pesanan. Pakaian yang dipakai Alin malam ini cukup terbuka. Menampakkan beberapa lekukan tubuhnya yang mulus sempurna.

Tinggal di kota besar itu tak mudah. Kebutuhan hidup mahal. Belum lagi, Alin membiayai ibu dan anaknya seorang diri. Itu sebabnya dia rela menampakkan tubuhnya yang seksi demi mendapatkan tip dari pelanggan kafe yang mesum.

Zaman sekarang, yang masuk kafe bukan cuma anak muda. Om-om yang sedang puber kedua juga banyak meluangkan waktu mereka untuk sekadar ngopi sambil mendengarkan lagu di kafe.

Dari ruangan bos, Rafa memusatkan perhatiannya pada tubuh Alin. Wanita yang dia temui beberapa bulan yang lalu. Wanita yang sebenarnya malu-malu dan hatinya tertutup. Dia hanya terlihat murahan dari luarnya saja.

Itu sebabnya hati Rafa terpikat. Meskipun usia mereka terpaut cukup jauh. Alin lebih tua tujuh tahun darinya.

"Aw, maaf … maaf saya nggak sengaja!" ucap Alin sembari membersihkan pecahan kaca di lantai. Tubuhnya terdorong salah satu pengunjung kafe lalu menabrak bahu keras seorang pria.

Pria itu memperlihatkan senyum yang mengerikan. Senyum yang penuh dendam.

"Wanita bodoh, tidak bisa bekerja," ucapnya sinis.

Alin tertegun mendengar suara itu. Seluruh badannya kaku, kepalanya sulit untuk digerakkan. Dia tak mau mengangkat kepala dan melihat sosok yang barusan berbicara.

"Pelayan nggak punya sopan santun! Minta maaf!" seru seorang perempuan yang sejak tadi berdiri di samping pria misterius itu.

"Ada apa, ya? Alin, cepat bereskan dan minta maaf!" tegur salah satu pelayan senior di sana.

Suasana pun semakin menegang. Alin sama sekali belum siap jika harus bertemu pria itu. Iya, dia masih begitu hafal dengan suara pria sialan itu.

"Setelah bercerai dariku, ternyata makin buruk dan murah!"

Perkataan itu, jika Alin dengar dari pria lain, rasanya tak akan sesakit ini. Namun, karena yang mengatakan adalah Kenzi, dadanya panas seolah terbakar api.

Namun, dia tak ingin terus-menerus merasakan sakit sendirian. Dia berusaha mengulas senyum manis, menghilangkan jejak ketakutan pada wajahnya. Kemudian, dia mengangkat wajahnya langsung berhadapan dengan Kenzi.

Sudut mata Kenzi berkedut karena terkejut. Wanita ini … Wanita ini, kenapa semakin ….

Kenzi segera mengenyahkan pikiran konyolnya lalu menatap tajam sosok Alin.

"Lebih baik kamu menemani para pria hidung belang di hotel bintang lima, daripada bekerja jadi pelayan yang tidak berapa gajinya."

Hati Alin sakit, tapi wajahnya tersenyum.

Semua orang di kafe melihat kejadian itu dan mendengar ucapan Kenzi. Pria itu benar-benar ingin mempermalukan Alin hingga ke dasar jurang.

"Cepat minta maaf!" ucap wanita di samping Kenzi.

"Saya minta maaf karena lalai, lain kali nggak akan Saya ulangi lagi," ucap Alin. Setelah itu dia pergi meninggalkan Kenzi yang tersenyum meremehkan.

***

Alin meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena Lela bekerja seharian.

Pukul 23.30, Alin baru selesai mandi, dia pun segera berbaring di kasur menemani Naufal.

"Nak, maaf ya malam ini Mami pulang malam lagi. Mami janji, kalah uang Mami udah terkumpul, Mami akan berhenti jadi pegawai dan buka usaha sendiri."

Alin memeluk tubuh bocah tampan itu. Tanpa Alin sadari, Naufal ternyata belum tidur.

Naufal merasa sedih karena ibunya selalu bekerja setiap hari. Dia ingat kata-kata temannya di sekolah. Kalau mau ibunya berhenti bekerja, maka dia harus mencarikan ibunya seorang suami.

"Mami, aku akan carikan suami untuk Mami," ucap Naufal polos. Anak berusia empat tahun itu mengecup pipi Alin yang sudah tertidur pulas.

Keesokan paginya, Alin terbangun dengan badan yang lesu. Perutnya terasa keram. Dia melihat tanggal di kalender ternyata sudah waktunya dia datang bulan.

Wajah Alin tampak pucat meski sudah memakai make up.

"Mami mau berangkat? Mami sedang sakit, kenapa nggak libur saja?" tanya Naufal. Anak kecil itu memberikan air putih hangat untuk ibunya.

"Anak Mami pinter sekali, makasih," ucap Alin lalu mengecup dahi anak itu.

"Mami, kenapa nggak menikah saja? Cari suami baru, biar Mami nggak capek kerja," ujar Naufal.

"Astaga, anak kecil zaman sekarang kok pinter-pinter ya ngomongnya!"

Di sisi lain, Santi tertawa melihat tingkah anak dan cucunya. "Jangan samakan pola pikir anak kamu dengan kamu dulu. Sudah beda zaman, Lin."

Benar juga kata Santi. Alin merasa kurang perhatian pada anaknya sehingga tidak tau perkembangan anaknya seperti apa selama ini. Dia terlalu sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Nanti Mami cari suami deh, kamu tenang aja!" ucap Alin pada akhirnya. Dia tiba-tiba teringat sosok Kenzi semalam. Pria itu pergi ke kafe dengan wanita cantik dan kaya. Selama ini, dia juga menyembunyikan Naufal dari pria itu.

Dia jadi berpikir, sebaiknya dia memikirkan tawaran Rafa. Agar tidak ada yang bisa mengambil Naufal dari sisinya.

"Mami sudah selesai sarapan. Mami berangkat dulu, ya!" Alin memeluk ibu dan anaknya lalu berangkat menuju swalayan tempat dia bekerja.

Alin berjalan dari rumah menuju halte bus, kakinya sedikit tergesa agar tidak ketinggalan. Namun, takdir sedang tidak memihak padanya. Seseorang datang hendak mencopet tas kecil Alin. Dia berusaha mempertahankan tasnya dari tangan si pencopet itu.

"Copet! Hei!" Alin berteriak sekencang mungkin agar ada yang melihat ke arahnya dan menolongnya.

Bruk!

Seseorang menendang punggung pencopet hingga terjatuh ke tanah, pencopet itu segera bangkit dan lari terbirit-birit. Tas yang hendak dicuri pun terselamatkan dan langsung dipeluk oleh Alin dengan erat.

"Kau!" teriak pria yang menolong Alin.

"Kamu!" Alin benar-benar terkejut melihat sosok Kenzi yang hanya menggunakan kaus tanpa lengan dan celana olahraga. Tubuhnya dipenuhi keringat. Sontak pipi Alin memanas entah kenapa.

"Ternyata kau. Sial," ucap Kenzi lalu pergi meninggalkan Alin yang kini mengepalkan tangannya.

"Sial!"

Ya, Kenzi merasa selalu sial jika berdekatan dengan Alin.

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Salam kenal kak..

2024-04-25

0

SalsaDCArmy

SalsaDCArmy

bagus ceritanya 😃

2023-07-28

0

KLOWOR GAMING apa??

KLOWOR GAMING apa??

Terima kasih telah membuat kami terhibur dengan cerita yang luar biasa ini. Semoga terus sukses 🙏

2023-07-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!