Akhir pekan pun tiba.
Pagi ini, usai makan sarapan, Alin dan Naufal bersiap untuk pergi ke taman bermain. Keduanya menunggu Rafa di depan rumah karena sebelumnya Rafa sudah janjian dengan mereka.
Setelah menunggu beberapa menit, mobil Avanza milik Rafa pun terlihat. Mereka segera masuk ke dalam mobil, Alin duduk di depan dengan Rafa, sedangkan Naufal di belakang.
"Sudah sarapan? Kalau belum, kita mampir sarapan dulu," ajak pria berbaju abu-abu itu.
"Sudah, Om. Om sudah sarapan? Kalau belum, ini … aku bawa bekal. Ini masakan Mami, lho," ucap Naufal sembari mengeluarkan kotak bekal dari mobilnya.
"Om sudah sarapan juga, Nau sayang. Yaudah, berarti kita langsung go taman bermain!"
"Yeee!" seru ketiganya senang.
Sementara di tempat lain, Melodi berusaha membangunkan pamannya yang pura-pura tertidur. Kenzi, pria itu masih mempertahankan matanya untuk tetap terpejam meskipun sebenarnya dia sudah bangun sejak satu jam yang lalu.
"Paman nakal! Paman bohong! Ayo Paman, bangun!"
Melodi menggerak-gerakkan bahu Kenzi, namun pria itu tetap terpejam.
Melodi tidak mau menyerah, dia sudah janjian dengan Naufal akan menaiki wahana yang asyik dan menyenangkan.
Melodi menghela nafas kasar. "Andai aja Tante Alin yang jadi tanteku, pasti aku nggak perlu bangunin Paman nakal kayak gini. Ah, apa aku minta dijemput saja ya sama Tante Alin," ucap Melodi pelan tetapi tetap terdengar oleh Kenzi.
Sontak Kenzi membuka matanya, membuat Melodi kaget.
"Apa kamu bilang tadi?" tanya Kenzi penasaran. Wajah Melodi tampak kebingungan.
"Apa? Melodi bilang apa?" tanya anak itu heran.
"Tadi kamu bilang Tante Alin. Tante Alin siapa maksudnya, Melodi!" seru Kenzi tak sabar.
"Oh, Tante itu, dia maminya temanku. Kami, kan udah janjian di taman bermain hari ini, Paman." Wajah Melodi cemberut melihat pamannya yang sudah membuka mata tak terlihat baru bangun itu.
"Paman dari tadi pura-pura tidur, ya! Paman nakal!" Melodi memukuli pria itu dengan sekuat tenaga. Tapi bagi Kenzi itu tak terasa sedikit pun.
"Sudah, sudah. Ayo berangkat, katanya mau ke taman bermain," ucap Kenzi pada akhirnya.
"Aku sudah mandi dari tadi, anak kecil. Tinggal ganti baju saja! Sana keluar, tunggu di depan!" ujar Kenzi sambil mendorong anak manis itu keluar dari kamarnya.
Dia pun bergegas mengganti pakaiannya dengan baju santai berwarna hitam, warna favoritnya.
Setelah selesai berganti pakaian, Kenzi pun menghampiri Melodi yang masih cemberut di depan mobil.
"Paman lama sekali!" serunya sebal. Kenzi terkekeh melihat sifat anak itu, anak itu sangat mirip dengan saudara sepupunya.
"Ayo berangkat," sahut Kenzi cuek. Melodi pun menyebutkan alamat taman bermain yang akan mereka tuju. Alex segera menancap gas.
Penampilan Kenzi saat memakai baju santai terlihat sangat berbeda dari biasanya. Namun wajahnya yang tampan masih terlihat begitu dingin dan menyeramkan bagi Alex.
Setelah empat puluh menit perjalanan, akhirnya mobil pun sampai di depan area parkir taman bermain. Melodi berseru dengan senang.
Dia segera turun dari mobil lalu menyerahkan selembar kertas yang berisi nomor telepon.
"Paman, telepon maminya . Biar kita bisa naik wahana barengan," ucap Melodi.
"Baiklah, baik," jawab Kenzi malas. Dia pun segera menelepon nomor tersebut dan langsung diangkat.
'Halo? Ini siapa?' tanya wanita dari ujung telepon.
Kenzi merasa tak asing dengan suara wanita ini. Perasaannya jadi tidak menentu.
"Pamannya Melodi." jawab Kenzi.
'Oh,oke. Kami sudah di dalam. Kalian masuklah, lalu cari wahana perahu di atas kolam. Kami akan menunggu di sini,' jawab wanita itu. Dia pun menutup teleponnya.
"Ayo," ucap Kenzi sembari menarik lengan Melodi memasuki wahana bermain setelah membayar tiket masuk.
Sesampainya di dalam, dia segera mencari wahana yang dikatakan oleh wanita di telepon barusan.
Matanya langsung susah berkedip ketika melihat sosok Alin yang sedang memberi minum seorang anak laki-laki, dan di sampingnya ada seorang pria.
Pakaian Alin dan pria itu tampak senada. Seolah olah mereka adalah sepasang kekasih, pandangan Kenzi langsung menjadi tajam.
"Paman, itu dia temanku!" seru Melodi.
Dia berlari kearah Naufal.
"Melodi, akhirnya sampai juga!" seru Naufal senang.
"Iya ini gara-gara pamanku. Aku jadi telat," ucap anak itu. Dia pun menunjuk ke arah Kenzi.
"Wow wow itu pamanmu? Dia tampan sekali," ujar Naufal ketika melihat sosok Kenzi yang berjalan pelan menuju ke arahnya.
Sementara Alin langsung terpaku di sana. Lidahnya kini terasa kelu, susah untuk bicara. Matanya pun susah untuk berkedip, dia berusaha bersikap seperti biasa tapi sulit.
"Jadi ini temanmu, Melodi?" tanya Kenzi pada keponakannya, matanya memandang wajah Naufal terus menerus.
"Iya,Paman. Dia Naufal. Ini Tante Alin, maminya," jawab Melodi memperkenalkan.
Naufal maju lalu menyapa Kenzi. "Selamat pagi, Paman. Aku Nau, teman Melodi."
Wajah Naufal tampan dan lucu, wajahnya begitu mirip dengan Alin. Kenzi menjabat tangan anak itu. Tiba-tiba hatinya merasakan hal yang sangat aneh, seperti sebuah kerinduan yang baru saja terobati. Rasanya begitu tenang.
Kenzi yang jarang tersenyum pun, tiba-tiba tersenyum menatap anak itu.
"Baiklah Nau. Kau bisa memanggilku Paman Kenzi," jawab Kenzi ramah. Melodi yang melihatnya pun tercengang.
'Eh? Tumben paman tersenyum.'
Melihat pemandangan seperti itu, hati Alin sakit bagai tertusuk tusuk ribuan jarum berapi. Di samping Alin, Rafa yang menggenggam tangan Alin pun merasakan keanehan pada diri wanita ini.
"Alin? Kamu kenapa?" tanya Rafa.
"Ah, maaf-maaf. Sudah, yuk, kita berkeliling mencari wahana yang asyik," ucap Alin senormal mungkin, padahal hatinya berdebar tak karuan.
"Yee, ayok!" jawab Naufal dan Melodi serempak. Mereka pun berjalan dan bermain dari satu permainan ke permainan yang lain.
Sesekali Alin mengobrol dengan Rafa. Hanya Kenzi yang diam dan tak mau ikut berbaur.
"Kalian tunggu di sini, ya. Aku mau ke kedai untuk memesan makanan untuk kalian, juga mencari tempat yang teduh," ucap Rafa. Dia segera meninggalkan Alin dan Kenzi di area permainan kelinci terbang.
Alin tampak salah tingkah ketika dia berduaan seperti ini dengan Kenzi. Tangan nya pun tiba-tiba jadi berkeringat.
"Kenapa kau gugup? Ha, lucu sekali. Kau … katakan, anak itu, anak harammu dengan siapa?" tiba-tiba Kenz bersuara.
Sontak, Alin menjatuhkan beberapa kantung jajanan di tangannya. Dia sangat kaget dan kecewa mendapatkan pertanyaan seperti ini dari Kenzi.
"Maksud kamu apa?" tanya Alin dengan wajah memerah, dia menahan diri agar tak marah.
"Kenapa kau marah? Memang betul, kan, dia anak haram?"
Plak!
Alin menampar pipi Kenzi dengan sekuat tenaga. Mata Alin berkaca-kaca, dia ingin menangis tapi dia tahan sekuat tenaga.
"Jaga ucapanmu, Tuan Kenzi. Jangan sekali pun kamu menghina anakku!" seru Alin dengan wajah yang tegas.
Dalam hidup Alin, tak apa dia dihina dan dikucilkan, tapi pantang baginya orang lain menghina anaknya.
(yuk like and komen biar tambah semangat nulisnya)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments