Alin tersenyum, senyuman yang membuat Laura merasa sangat muak.
"Kenapa dia berubah jadi lebih cantik dan menarik? Sial!" batin Laura. Sebagai wanita, dia merasa sangat iri melihat tubuh dan paras Alin yang begitu mempesona.
"Aku kembali ke kota ini untuk memastikan bahwa dia bukan orang yang aku cintai lagi. Jadi …."
Alin memandang Laura dengan tatapan tajamnya lalu melanjutkan ucapannya. "Kau tenang saja, aku tidak akan pernah merebut dia darimu."
Usai mengatakan demikian, Alin meninggalkan tempat itu menuju toilet.
Sementara itu, mereka tidak menyadari bahwa sosok Kenzi telah datang. Pria itu mendengar perkataan Alin yang terakhir.
Kenzi mengeraskan rahangnya, tangannya mengepal. Dia tersenyum sinis. "Jadi, dia kembali ke sini untuk memastikan hal itu, sungguh wanita penghianat yang konyol."
***
"Mami, jangan kerja, Mami! Aku mohon," pinta Naufal ketika melihat ibunya sudah selesai berdandan.
"Sayang maafkan Mami, ya, Nak. Mami janji, setelah uang Mami cukup untuk usaha, Mami nggak akan kerja sampai malam lagi."
Tidak biasanya Naufal merengek seperti ini. Ini benar-benar membuat Alin kewalahan.
"Sayang. Kamu kenapa? Biasanya kamu juga nggak nangis Mami tinggal."
"Nau cuma takut aja, hati Nau ngerasa nggak enak." Anak itu memeluk tubuh Alin sangat erat. Seolah tak mau melepaskan malam ini.
"Maafkan Mami, sayang. Mami harus tetap pergi," ucap Alin penuh sesal.
Sebenarnya Alin tak tega melihat wajah kecil Naufal yang terlihat menyedihkan itu. Namun, dia harus giat mencari uang dan menabung sebanyak mungkin.
Setelah uangnya terkumpul, dia akan membuka usaha sendiri. Di kota besar, sulit untuk membangun usaha jika tidak memiliki modal dan uang cadangan. Itu sebabnya dia bekerja keras.
Ini semua demi Naufa. Dia ingin Naufal sekolah tinggi, kuliah di luar negeri.
Alin mencium kedua pipi chuby milik Naufa. Dia sudah memesan taksi langganan untuk menuju kafe.
Jika pagi hari dia bekerja dengan bus, maka malamnya dia memilih taksi agar terhindar dari orang jahat di luar sana. Alin sudah berlangganan taksi ini sejak dia kembali. Tepatnya sejak tiga bulan yang lalu.
Sesampainya di kafe, Alin segera mengganti baju dengan seragam kafe. Penampilan Alin selalu memukau, banyak mata laki-laki yang tertuju padanya.
"Alin, kemari!" panggil salah satu pelanggan yang selalu memberikan uang tip untuk wanita itu.
"Ya, Tuan Samuel."
Alin sengaja menggoyangkan pinggulnya ketika sudah mendekati meja pria itu. Sebenarnya pria itu lebih cocok dipanggil Om atau Ayah oleh Alin karena usianya sudah cukup tua.
"Duduk sini, nanti aku kasih tip lebih."
Pria itu menepuk pahanya yang besar. Menyuruh Alin duduk di atas pahanya. Alin hanya menampilkan senyum malu-malu. Sebenarnya dia pura-pura, sebenarnya dia sangat jijik dan ingin segera pergi dari hadapan pria tua ini.
Tapi, demi tip yang besar dia rela duduk di sana. Perbuatan Alin ini tak luput dari pandangan Rafa yang baru sampai di kafe.
"Ck!" Hanya Rafa yang tahu bahwa Alin sedang berpura-pura. Dia benar-benar tulus pada Alin, tetapi Alin belum berani membuka hati lagi.
"Minum ini, Alin sayang." Samuel memberikan segelas minuman yang dia pesan tadi.
Alin sebenarnya enggan meminum minuman itu karena takut dijebak oleh pria ini. Dia bukan gadis polos lagi, dia tahu pasti Samuel sudah mencampuri minuman itu dengan sesuatu.
"Pelayan seperti aku? Minum minuman Tuan, ah, Tuan sangat baik. Tapi, aku tidak bisa Tuan. Lain kali saja, ok?" Alin berusaha merayu dan dia berhasil. Dia terlepas dari pria mesum itu.
Alin mendapatkan tip yang cukup besar dari Samuel karena mau duduk di pahanya. Dia pun kembali ke dalam ruang pelayanan dan meminum jusnya sendiri.
Sudah pukul sebelas malam, badan Alin terasa sangat lelah. Kafe juga sudah sepi, dia pun segera bersiap pulang.
"Bareng aku?" tawar Rafa ketika melihat Alin sudah menghapus make-upnya. Dia sudah menunggu di depan mobilnya.
Alin menggeleng. "Aku sudah diantar taksi. Makasih, Rafa." Alin mencium pipi pria itu, ya, ciuman singkat yang mampu membuat Rafa mabuk kepayang. Namun, bagi Alin itu hanyalah ciuman pertemanan saja.
Rafa pun melajukan mobilnya, meninggalkan Alin di depan kafe. Andai saja Rafa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, maka Rafa tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah meninggalkan Alin sendirian.
Alin menunggu taksi sambil sesekali bersenandung. Namun, tiba-tiba tubuhnya merasakan sensasi yang aneh.
"Ssh, panas sekali!"
Alin memicingkan matanya, dia mengingat-ingat kejadian hari ini di kafe.
"Nggak, aku nggak minum minuman Samuel. Tapi kenapa badanku," lirih Alin. Sementara taksi yang dia pesan juga tak kunjung datang.
Sebuah mobil BMW tiba-tiba berada di depan Alin. Kaca mobil tersebut terbuka dan menampilkan wajah Samuel yang sangat menjijikkan di mata Alin.
"Pulang bersamaku, Sayang?"
Sial, batin Alin. Pasti ada yang tidak beres.
Samuel keluar dari mobilnya lalu memegang tangan Alin yang gemetar. Tangan yang begitu halus dan putih. Membuat Samuel membayangkan yang tidak-tidak.
"Tuan, saya sudah dijemput taksi. Jadi Tuan tidak perlu repot-repot," ucap Alin dengan suara yang rendah.
Alin berusaha menetralkan suara dan gejolak di dalam dirinya. Samuel yang melihat itu sangat senang. "Obatnya sudah bekerja," batin Samuel puas.
"Ah, lepaskan!" Teriak Alin. Dia benar-benar benci dengan kondisi seperti ini. Dia menyesal karena tidak mendengar perkataan Naufal-putranya.
"Ayo, Sayang! Kenapa? Kamu takut? Tenang saja, aku pastikan kamu akan ketagihan!" ujar Samuel dengan senyum manis.
Air mata Alin sudah tak bisa dibendung. Selama ini dia memang bersikap murahan dan tidak sok suci agar laki-laki menganggapnya tidak menarik. Namun, ternyata pemikiran Alin salah.
Pada kenyataannya, Alin masih Alin yang dulu. Dia benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal kotor itu. Dia tak mungkin memberi makan anak dan ibunya dari hasil melacurkan diri.
Samuel sudah tidak sabar, dia pun segera menyeret Alin ke dalam mobil. Dengan susah payah, Alin memukul lengan pria itu. Namun, nihil. Tenaga Alin tak seberapa.
"Ayolah, jangan pura-pura begitu sayang!"
Alin merasa tubuhnya menggigil ketika Samuel mengelus punggungnya. Alin sampai menggigit bibir agar tidak mendesah.
"Tuan saya mohon, lepaskan saya!" Alin memohon dengan suara yang sudah serak.
Brak!
Bugh!
Alin terlempar ke tanah ketika seseorang tiba-tiba datang melayangkan tinjunya ke wajah Samuel.
"Sial!" seru Samuel. Gigi depannya patah karena mendapatkan serangan mendadak.
"Siapa kau?" Samuel mencoba memukul orang itu tapi tidak kena. Justru dialah yang habis dipukuli oleh pria itu.
Pria itu seperti orang kesurupan. Seandainya Alex tidak datang melerai, pasti Samuel mati di tangannya.
"Bos, sudah, Bos. Lebih baik sekarang selamatkan Nona Alin!" ucap Alex membuat Kenzi tersadar.
Dia melihat ke arah wanita yang kini tengah duduk di tanah sambil menundukkan kepalanya di sela-sela dua betisnya.
Pemandangan yang sangat menyedihkan. Namun, Kenzi tidak merasa kasihan sama sekali.
"Lepas!" teriak Alin ketika Kenzi hendak membangunkan tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Asri Irwansyah
Makin penasaran nih!
2023-07-15
0
run away.┲﹊
Saya benar-benar merasakan karakternya, thor.
2023-07-15
0
Kruzery
Thor, kapan update lagi nih?
2023-07-15
0