Aku sudah pernah melihat semuanya

Toko sepatu tempat Alin bekerja tutup pukul enam sore. Mall pun tutup pukul sembilan malam, berarti sudah tiga jam Alin terkurung di dalam toilet. Saat ini, mall pun mulai sepi karena para pengunjung semakin sedikit.

Alin benar-benar kewalahan, perutnya sakit karena belum makan. Dia punya penyakit maag. Selain itu, tangannya kesemutan karena diikat dengan tali. Dia juga kebelet ingin buang air kecil.

‘Ya Tuhan, tolong kirimkan orang untuk menolongku.’

Telepon Alin terus berdering sejak dia pulang. Kemungkinan orang rumah yang menelepon karena dia belum pulang. Padahal, kenyataannya teman-teman band Alin lah yang menelepon.

“Nggak ada respons dari Alin. Kayaknya dia lagi sibuk. Yaudah, bilang aja sama Bos Alex kalau penyanyinya diganti aja,” ucap Miksa–drumer band tersebut.

Salah satu dari mereka pun menelepon ke nomor Alex, kemudian memberitahu bahwa Alin sulit dihubungi.

Alex berjalan ke ruang kerja Kenzi. Saat ini, Kenzi berada di ruang kerjanya yang ada di apartemen. Apartemen Kenzi cukup besar. Ada dua kamar tidur, dan satu ruang kerja, dapur juga ruang tamu. Alex biasanya ikut ke apartemen miliknya ketika Kenzi memiliki deadline di malam hari. Dia memang asisten yang sangat setia.

Tok tok tok!

Alex mengetuk pintu ruang kerja Kenzi yang tertutup.

“Masuk!” sahut Kenzi dari dalam.

Kenzi menggunakan piyama tidur. Ya, jika dia bekerja di rumah dia hanya menggunakan pakaian yang santai.

“Lapor, Bos. Nona Alin sulit dihubungi oleh rekan bandnya. Sepertinya Nona Alin sedang sibuk,” ucap Alex. Dia memperhatikan ekspresi wajah Kenzi.

Alis Kenzi terangkat satu. “Sibuk? Coba kau deteksi di mana dia berada lewat nomor hapenya.” Kenzi mengirimkan nomor HP Alin pada Alex. Entah kenapa, dia sangat yakin kalau Alin tidak sibuk.

“Apa mungkin Nona Alin sedang berkencan, Bos? Jadi HPnya disillent?” Alex memberi pendapat.

“Jangan asal bicara, cepat kau cek saja lokasinya!” seru Kenzi tak sabar.

Alex langsung mengecek nomor HP Kenzi dengan alat canggihnya. Dia pun mendapatkan petunjuk.

“Bos, Nona Alin sepertinya sedang lembur. Dia masih ada di mall,” ujar Alex ragu-ragu.

“Mall kau bilang?”

Alex mengangguk pelan. Sebenarnya dia merasa aneh, setahunya mall itu sudah tutup pukul sembilan malam.

“Cek sekali lagi! Atau jangan-jangan HPnya tertinggal di tempat kerja?” tanya Kenzi. Sekarang, hatinya tiba-tiba gelisah.

“Sudah betul, Bos. Di mall tempatnya.”

Kenzi segera mengklik tombol save pada laptopnya lalu mengambil kunci mobil.

“Kau hubungi pemilik mall itu, katakan padanya bawa sekuriti untuk menemaniku ke dalam mall itu!” perintah Kenzi buru-buru. Dia bahkan tak sempat mengganti pakaiannya. Dia keluar dari apartemen masih menggunakan piyama.

Alex yang diperintahkan seperti itu pun segera bergegas.

**

Sebenarnya Kenzi juga tak tahu kenapa dia yakin bahwa ada hal yang tak beres dengan Alin. Hanya saja, dia adalah orang yang pernah berhubungan dekat dengan Alin selama beberapa tahun. Jadi dia yakin, Alin bukan sosok teledor sehingga ponselnya tertinggal di tempat kerja.

Alex sudah menghubungi pemilik mall dan pemilik mall pun mengizinkan Kenzi untuk masuk ke dalam mall ditemani sekuriti mereka. Tentu saja pemilik mall itu tak berani melarang pengusaha sukses seperti Kenzi.

Kenzi dan dua orang sekuriti pun tiba di toko-toko sepatu. Kenzi segera menelpon nomor telepon Alin dan mencari – cari suara ponsel Alin.

“Sepertinya Anda salah, Pak. Sepertinya tidak ada di sini,” ucap seorang sekuriti.

Kenzi tak mau berhenti. Dia berjalan terus hingga menuju ke arah toilet. Dia pun menelepon nomor Alin sekali lagi, dan benar saja. Sayup-sayup, Kenzi mendengar nada dering ponsel seluler.

“Dari arah toilet, Pak!” seru seorang sekuriti. Kenzi segera berlari ke arah toilet. Suara dering ponsel semakin jelas. Dan, ternyata suara itu berasal dari toilet yang rusak yang terkunci dari luar.

“Cepat dobrak pintunya!” seru salah satu sekuriti.

“Jangan!” Kenzi menahan. “Bisa jadi, dia akan terluka jika kita mendobraknya.

“Tapi kita tidak memiliki kuncinya, Pak!” sahut sekuriti yang lain.

Kenzi berpikir keras. Dari dalam tak ada suara Alin, tapi ponselnya berasal dari dalam. Kemungkinan besar Alin pingsan. Dia tak mau, tubuh Alin terkena pintu toilet yang didobrak paksa.

Namun, tak ada pilihan lain. Kenzi pun memilih untuk mendobraknya sendiri. Begitu pintu terbuka, sosok Alin saat ini tampak begitu mengenaskan. Dia duduk di lantai toilet dengan mata terpejam rapat.

Kenzi segera menggendong tubuh Alin dan membawanya keluar. Dia pun membawa Alin pulang ke apartemen miliknya.

Dia benar-benar tak habis pikir, kenapa wanita ini selalu mendapatkan kesialan. Dan selalu saja ada orang yang mencelakainya.

Sesampainya di apartemen, Kenzi meletakkan tubuh Alin di kasur king size. Pakaian Alin basah oleh keringat. Namun, di apartemen ini, dia hanya tinggal sendiri. Dia bingung sendiri, harus berbuat apa.

“Lebih baik aku bangunkan saja,” ujar Kenzi.

Ketika Kenzi hendak menyentuh pundak Alin. Wanita itu bergumam dalam tidurnya.

“Maafkan Mami, Sayang. Maaf. Maafkan Mami,” ujar Alin. Suaranya terdengar begitu memilukan.

Kenzi jadi tak tega untuk membangunkan wanita itu. Tapi dia juga tak tega, jika Alin tidur dengan pakaian yang kotor dan basah seperti ini.

Dia tiba-tiba tertawa sendiri. “Untuk apa aku sungkan? Dulu aku sudah pernah melihat semuanya, kok,” gumam pria itu. Tiba-tiba dia kesulitan untuk menelan ludah karena membayangkan kejadian-kejadian manis di masa lalu bersama Alin. Dan dengan tanpa malu, dia malah teringat bentuk tubuh Alin saat itu.

Kenzi menggeleng geleng kan kepala. “Gila! Aku bisa gila kalau gini caranya! Ah, biarkan saja dia tidur dengan baju kotor! Aku tak mau peduli!”

Kenzi pun keluar dari kamar itu meninggalkan Alin yang ternyata bergumam lagi.

“Nau, maafkan Mami. Sebenernya Paman Kenzi itu ayahmu, Nak.” Sayang sekali, Kenzi sudah keluar dari kamar itu. Dia tak sempat mendengar gumaman terakhir Alin.

**

Keesokan harinya...

Alin membuka mata, dia menggerak-gerakkan matanya. Dia pun mulai sadar bahwa dia sedang tidur di kamar yang cukup mewah.

“Aku di mana?” tanyanya.

Tapi, Alin merasa tak asing dengan tempat ini. Bukan dengan tempatnya, melainkan dekorasi kamarnya.

‘Kamar ini seperti kamarku di masa lalu,’ ucap Alin dalam hati.

Dia pun melihat ke arah pintu. Dia hendak bangun dari kasur tapi kemudian tersadar bahwa baju yang dipakainya sudah berganti dengan piyama laki-laki

“Aaaaakh!” Alin berteriak kaget.

‘Siapa yang mengganti bajuku?’ raungnya dalam hati.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Mata Alin rasanya akan segera copot dari tempatnya ketika melihat sosok pria tampan yang kini memandang tajam ke arahnya.

“Kau? Kau kenapa ada di sini? Kenapa aku ada di sini?” tanya Alin dengan berteriak. Membuat telinga Kenzi terasa sakit saja.

Terpopuler

Comments

lee be

lee be

semangat nulisanya thor

2023-07-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!