Anak Perempuan Yang Manis

Alin menatap wajah Dokter Adrian dengan tatapan tajam. Sedangkan, Dokter Adrian menatap Alin dengan penuh permohonan. Bahkan, tangannya sudah mencubit kecil pinggang Alin.

Alin tersenyum canggung pada gadis bernama Bianca itu.

"Gadis cantik seperti kamu, bisakan cari laki-laki lain? Tidak usah mengganggu pacar orang," ucap Alin, untung aktingnya begitu baik. Hanya dengan beberapa kata saja, gadis bernama Bianca itu langsung percaya.

Wajah Bianca memerah, matanya mulai berkaca-kaca.

"Adrian, kau jahat sekali!" Gadis itu pun berlari meninggalkan Adrian yang masih memeluk pinggang Alin.

"Dia sudah pergi. Tidak perlu berakting lagi," ujar Alin. Adrian terkekeh kecil lalu melepaskan tangannya dari pinggang Alin.

"Terima kasih atas bantuan tadi. Lain kali, kalau kau membutuhkan bantuanku, aku akan dengan senang hati membantumu," ucap Dokter Adrian, kemudian pergi ke ruangan pribadinya.

Alin menatap punggung Dokter Adrian yang mulai menjauh. "Kurasa, suatu saat nanti aku akan membutuhkan bantuan dia," ucap Alin lirih. Dia pun berjalan menuju ruangan Naufal.

***

Naufal begitu senang ketika dokter memperbolehkan dia untuk pulang malam ini. Naufal sudah sangat rindu dengan teman-teman dan sekolah.

"Mami, kenapa Om Rafa tak datang?" tanya Naufal sambil mencari-cari sosok Rafa, namun pria itu tidak terlihat.

"Om Rafa sibuk, Nau. Tapi pasti dia akan menjenguk Nau lagi."

"Mami, kenapa tidak menikah saja dengan Om Rafa. Aku ingin ayah seperti Om Rafa," ujar Naufal polos, lalu hanya ditanggapi tawa kecil oleh Alin.

"Nau masih kecil, jangan bicara yang tidak-tidak ya, sayang," ucap Alin lembut. Dia masih mengemas beberapa pakaian kotor milik Naufal dan Santi. Setelah itu, dia akan menemui dokter sekali lagi untuk menanyakan hasil pemeriksaan medis Santi.

"Kalian tunggu di sini, Mami akan ke dokter dulu," ucapnya lalu menuju ke ruangan Dokter.

Sesampainya Alin di ruangan dokter yang menangani Naufal, dia langsung dipersilahkan masuk dan langsung menerima surat hasil pemeriksaan medis Santi.

"Sekali lagi, saya minta maaf, Nyonya. Sumsum tulang belakang milik Bu Santi juga tidak cocok dengan Naufal. Nyonya bisa meminta ayahnya untuk memeriksa, agar Naufal bisa segera dioperasi. Mumpung belum stadium yang parah," ujar dokter muda itu.

Alin menghela napas berat. Dia terdiam cukup lama. Tentu saja otaknya sedang berpikir tentang bagaimana caranya dia bisa memeriksa sumsum tulang belakang milik Kenzi tanpa ketahuan pria itu.

"Apakah tidak ada cara lain?" tanya Alin penuh harap.

"Tentu saja kami akan melakukan kemoterapi agar penyakit Naufal tidak cepat berkembang. Tapi, jalan kesembuhan ya lewat operasi, Nyonya. Atau, bisa juga dengan tali pusat bayi … tali pusat adiknya," ucap dokter itu ragu-ragu.

Sejak Naufal masuk rumah sakit, dia sudah memperhatikan gerak-gerik Alin. Dia selalu melihat Alin pulang pergi sendiri tanpa pendamping. Itu sebabnya, dia begitu penasaran dengan reaksi Alin setelah mengetahui bahwa tali pusat bayi bisa mengobati kanker darah. Tapi sepertinya firasat dan pemikiran dia benar, Alin tidak memiliki suami saat ini.

"Terima kasih, Dok atas informasinya." Alin keluar dari ruangan itu dengan tergesa-gesa. Untuk saat ini, dia tak mau banyak berpikir. Yang penting, dia akan berusaha membagi waktu, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan putranya. Itu adalah janjinya.

***

Matahari muncul dengan malu-malu. Langit tertutup awan hitam. Pagi yang tak begitu cerah, tapi tak mengurangi rasa semangat dalam diri Naufal. Anak berusia empat tahun lebih itu sudah memakai seragam sekolah, sedangkan Alin sedang memasak bekal untuk putranya.

"Mami, bisakah akhir pekan kita ke taman bermain?" tanya Naufal penuh harap.

"Tentu saja, Sayang. Mami susah ajukan cuti akhir pekan nanti. Kita akan bersenang-senang!" seru Alin sambil mencubit pipi Naufal yang chubby.

Mereka berangkat menuju sekolah Naufal menggunakan taksi online. Sesampainya di sekolah, Naufal segera turun dari taksi dan menghampiri seorang anak perempuan yang begitu manis. Alin mengikuti Naufal dari belakang.

Anak perempuan itu melambaikan tangannya pada Naufal. Naufal pun terlihat begitu senang saat bertemu dengan anak perempuan itu.

"Mami, kenalkan. Dia adalah Melodi, temanku. Melodi, ini Mamiku," ucap Naufal.

"Hello, Tante. Aku Melodi, teman sebangku Nau. Aku cemas sekali ketika mendengar kabar bahwa Nau sakit," ucap Melodi.

Anak yang sangat manis dan pintar.

"Melodi, tumben sekali kau datang lebih awal." Naufal bertanya dengan ekspresi yang lucu.

"Ya, hari ini aku diantar oleh paman. Dia saudara sepupu ibuku. Huh, dia sangat menyebalkan, pagi-pagi sekali menyuruhku untuk berangkat sekolah. Katanya dia akan terlambat ke kantor kalau menungguku terlalu lama," jelas Melodi.

Alin tertawa ketika melihat ekspresi Melodi yang sangat menggemaskan. Tiba-tiba dia teringat sosok Kenzi, ah, pria itu pasti sama persis seperti pamannya Melodi yang gila kerja, batin Alin.

"Ya sudah, cepatlah kalian masuk. Mami juga akan berangkat kerja. Nau, belajar dengan giat ya!" Alin mencium kening Naufal dengan lembut lalu kembali menaiki taksi.

***

Di tempat lain, Kenzi sedang membereskan berkas-berkas penting yang sudah menumpuk di atas meja.

"Bos, kotak makan Nona Melodi tertinggal di mobil. Aku barusan mengantarkannya ke sekolah," ucap Axel.

Kenzi melirik sebentar, dia tampak tak peduli dengan ucapan Axel yang tidak penting itu.

"Bos harus tau apa yang aku lihat barusan," ujar Axel penuh semangat. Dia berharap, setelah dia mengatakan hal ini, dia akan mendapatkan bonus mingguan.

"Tidak penting! Bisakah kau membawakan jadwalku pagi ini?"

"Tapi, Bos. Kurasa bos akan senang mendengar berita ini. Barusan, di sekolah Nona Melodi, saya melihat ada Nona Alin. Dia tampak sedang mengantar seorang anak laki-laki," jelas Alex cepat.

Sontak, tangan Kenzi yang sedang membolak-balik lembar berkas pun terhenti.

"Katakan sekali lagi!" seru Kenzi.

"Nona Alin, Bos. Saya melihat Nona Alin di sekolah itu. Sepertinya, dia mengantarkan putranya."

Putra? Jantung Kenzi terasa sakit seperti baru ditembak oleh peluru.

Dia tak mau berpikir buruk, tapi hatinya tetap tak tenang. "Apakah selama ini Alin sudah menikah dan punya anak? Tapi siapa pria itu? Dia tak pernah terlihat pergi dengan seorang pria. Apakah anak itu anak haram? Ah, sial. Kenapa wanita itu selalu membuat otakku panas." Kenzi membatin.

Saat ini, dia sudah tak bisa berkonsentrasi memeriksa berkas-berkasnya. Otaknya saat ini hanya memikirkan Alin. Sejujurnya, dia sangat membenci Alin, tapi dia juga tak bisa berhenti memikirkan wanita itu.

***

"Nau, kau bilang akhir pekan akan pergi ke taman bermain?" tanya Melodi. Anak perempuan manis itu tampak menggemaskan, dia sangat menyukai Naufal karena Naufal adalah anak yang cerdas dan sopan.

"Iya, aku dan Mami akan pergi bersama."

"Ah, sayang sekali ibuku sedang hamil besar. Padahal aku juga ingin pergi ke taman bermain," ujar Melodi dengan wajah sedih.

"Kau ajak saja pamanmu itu, siapa tahu dia mau mengantarmu," usul Naufal.

Melodi menghela napas lelah. "Ah, paman itu. Dia … mana mungkin mau. Dia itu terlalu kaku."

Terpopuler

Comments

Rina Nizam

Rina Nizam

lucu kli critanya lanjut/Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-12-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!