Kenzi selesai mengecek berkas pekerjaan dan menandatangani beberapa proyek yang akan segera berjalan dan bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Tengkuk pria itu terasa berat karena tidak cukup istirahat.
Sebenarnya, pekerjaan yang dia kerjakan tak begitu berpengaruh untuk tubuh sehat Kenzi. Sejak dia terjun dalam pekerjaan, tubuhnya selalu fit. Namun, sejak bertemu lagi dengan Alin, pikirannya seakan-akan terbagi, antara pekerjaan dan hatinya yang masih tertambat pada wanita itu. Sedangkan,logika Kenzi mengatakan bahwa ia sudah tak mencintai Alin, dia hanya ingin membalas rasa sakit hatinya saja pada wanita itu.
"Bos, saya mau menjemput Nona Melodi," ujar Alex.
Alex pikir, bosnya yang galak ini akan ikut ke sekolah setelah dia mengetahui soal Nona Alin dan anaknya. Tapi ternyata Kenzi hanya diam tak bergerak dari kursi kerjanya.
Setelah menunggu dan tak ada jawaban, Alex meninggalkan Kenzi begitu saja.
Sementara Kenzi menundukkan kepala, memikirkan cara agar bisa bertemu dengan Alin dan anak itu.
"Aku ingin melihat wajah anak haram itu," gumam Kenzi. Sampai saat ini, Kenzi mengira Alin berselingkuh darinya dan memiliki seorang anak.
Senyum sinis terukir di wajah Kenzi yang tampan. Dia pun mencari sosial media Alin untuk melihat-lihat foto anak itu. Namun, setelah dia melihat sosial media milik Alin, dia tak menemukan satu foto pun anak itu.
Alin bahkan tak pernah memposting foto. Sosial media itu seperti sudah lama tak pernah dibuka. Bahkan foto pernikahan Alin dan Kenzi juga sudah dihapus.
"Kurang ajar!" Kenzi tak sadar, dia telah menggenggam ponsel dengan sangat kencang hingga layarnya retak.
Dalam lubuk hatinya merasa bahwa Alin sengaja menghapus foto mereka untuk menggoda pria lain atau membiarkan pria-pria mendekatinya.
Suara pintu terdengar diketuk.
"Masuk!" seru Kenzi. Seorang gadis cantik bergaun putih tulang berjalan ke arahnya dengan anggun.
"Kenzi, apa kabar?" tanya Laura dengan suara yang lembut. Dia berharap Kenzi sudah melupakan kesalahannya dan mau memaafkannya.
Penampilan Laura terlihat seperti gadis polos yang tak mungkin berbuat jahat. Namun, Kenzi kali ini tak berpikir seperti itu. Dia jadi lebih waspada pada sosok Laura.
"Apa apa?" tanya Kenzi, dia sama sekali tak menghiraukan pertanyaan Laura barusan.
"Aku ingin meminta maaf pada Alin. Aku ingin menebus kesalahanku, jadi … bisakah kau menemaniku?" tanya Laura dengan wajah yang dibuat sangat tulus.
Kenzi menghela napasnya. "Kau temui saja sendiri. Kenapa harus denganku?" tanya Kenzi heran.
"Tentu saja aku harus pergi denganmu. Aku … aku takut dia balas dendam. Jadi, aku minta kau menemaniku," jawab Laura beralasan.
Tentu saja pemikiran Laura tak sesederhana itu. Dia sengaja mengajak Kenzi untuk menunjukkan kebaikannya. Agar Kenzi luluh dan melihat ke arahnya.
Dia juga sama sekali tak ingin mendapatkan maaf dari Alin. Justru dia berharap Alin tak memaafkan dan membalas dendam agar Kenzi membenci Alin.
Kenzi tertawa kecil kemudian menjawab, "baiklah. Aku akan mengatur jadwal untuk menemanimu bertemu dengannya."
Laura tersenyum puas dengan jawaban dari Kenzi. Dia juga sudah merencanakan aksinya, dia akan membuat Alin terlihat buruk di depan Kenzi pada saat itu.
***
"Nona Melodi, saya mohon jangan menangis. Ini sudah saya antar ke kantor Bos Kenzi. Sudah sudah, jangan menangis," pinta Alex pada sosok perempuan kecil itu.
"Paman Alex jahat. Aku kan sudah bilang, aku maunya dijemput sama Paman Kenzi!" Melodi terus merajuk hingga bibirnya mengerucut.
Alex mengelus dadanya yang bidang. "Sabar … sabar!" Batin Alex.
Kaki kecil Melodi berjalan menuju ruangan Kenzi. Di sana, Laura masih asyik berbicara. Sedangkan Kenzi tak begitu mendengarkan.
"Pamaaan!" teriak Melodi ketika sampai di ruangan Kenzi. Anak kecil itu melirik ke arah Laura dengan tatapan sinis. Sedangkan Laura hanya tersenyum canggung. Sejak dulu, dia memang tak begitu menyukai anak-anak.
"Astaga, Melodi. Kenapa kau ke mari?" tanya Kenzi lembut. Dia berusaha bicara selembut mungkin pada sosok keponakannya itu. Dia takut diamuk oleh ibu Melodi tentu saja.
"Paman nggak jemput Melodi karena sibuk pacaran dengan dia!" Melodi mengarahkan jari telunjuknya ke muka Laura. Laura berusaha menahan amarah.
"Kau bicara apa, sih? Paman sibuk bekerja. Kau tidak lihat, ini. Banyak sekali berkas yang harus Paman baca," ucap Kenzi jujur.
Namun, Melodi tetap merajuk. "Pokoknya Melodi akan laporin Paman sama Ibu. Biar ibu marah sama Paman!" ancam gadis kecil itu.
Dari luar ruangan, Alex berusaha menahan tawanya agar tidak keluar. Sekarang dia tahu, kelemahan bos adalah nona kecil.
"Sudahlah, Paman. Aku akan memaafkan Paman. Asalkan akhir pekan Paman mau ikut aku dan temanku ke taman bermain." Melodi berusaha mengajak kompromi. Tentu saja Kenzi ingin menolak. Namun, dia teringat sosok sepupunya yang galak seperti harimau Sumatera itu, dia pun mau tak mau mengiyakan keinginan Melodi.
"Yeee terima kasih, Paman!" Dia pun memeluk Kenzi lalu berbisik pelan di kuping pamannya itu.
"Paman, jangan dekat-dekat dengan Tante Laura. Aku rasa dia bukan orang baik."
Kenzi tertegun dengan ucapan keponakannya itu. Dia pun mengelus kepala Melodi dengan lembut. Gadis kecil itu pun beranjak dan meminta Alex untuk mengantarkan dia pulang.
***
"Mami, bagaimana kalau akhir pekan nanti kita mengajak Om Rafa ikut ke taman bermain?" usul Naufal. Dia baru saja selesai mengganti pakaiannya dengan baju tidur.
Alin tersenyum mendengar usul anaknya. "Sepertinya, Nau sangat menyukai Om Rafa?"
"Iya, Mami. Aku ingin Om Rafa jadi ayahku. Dia baik sekali," ucap Naufal dengan wajah polos.
Alin merasa sangat bersalah ada putranya itu. Sejak kecil, Naufal tidak mendapatkan kasih sayang yang lengkap. Alin lebih sering bekerja di luar, sehingga sering meninggalkan Naufal bersama Santi.
Naufal juga hanya tahu bahwa ayahnya sudah lama meninggal.
Alin mengelus rambut Naufal, rambut yang mirip dengan rambut Kenzi. Ya, wajah Naufal lebih mirip dengan Alin ibunya. Hanya rambut saja yang sedikit ikal, seperti ayahnya.
"Nau, maafkan Mami, ya," ujar Alin dengan mata berkaca-kaca.
"Mami … tidak perlu minta maaf. Mami adalah orang yang paling Nau sayang." Naufal memeluk tubuh Alin lalu mulai tertidur.
Alin pun segera mencari kontak Rafa di HP-nya, lalu mengirimkan pesan.
[Bisakah akhir pekan ini kau pergi dengan Naufal dan aku?]
Tak lama kemudian, balasan dari Rafa datang.
[Tentu saja, ke mana?]
[Taman bermain saja. Maaf merepotkan kamu terus. Kau tau, Nau sangat menyukaimu.]
[Tak repot sama sekali, justru aku sangat senang kalau kalian membutuhkan aku.]
Alin merasakan hatinya menghangat ketika membaca pesan balasan dari Rafa.
"Rafa, andai saja aku lebih awal berjumpa denganmu," gumam Alin pilu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments