Alin merasa lemah ketika melihat Naufal yang terbaring tak berdaya di atas bed.
“Maafkan Mami, Nak. Maaf karena nggak perhatian sama kamu. Mami nyesel.” Alin merasa perjuangan dirinya selama ini sia-sia ketika melihat putranya terbaring dengan infus di tangan.
Dia tak tega melihat anak sekecil Naufal disuntik seperti itu.
“Nyonya Alin, mari bicara sebentar,” ujar seorang dokter. Dokter yang tampak masih muda itu membawa Alin menuju ruangannya.
“Gimana hasil laboratorium anak saya, Dok?” tanya Alin dengan wajah khawatir.
Dokter muda itu menghela napas panjang lalu menyerahkan surat hasil pemeriksaan Naufal. Wajah Alin tampak tegang ketika membuka surat itu.
“Ini maksudnya apa, Dok?” tanya Alin tak mengerti.
“Putra anda positif leukimia, ini masih stadium awal. Beruntung anda langsung membawa dan mengeceknya ke rumah sakit. Beberapa orang bahkan terlambat mengetahui soal penyakit ini karena menyepelekan tanda-tandanya dan tidak segera dicek.”
Mendengar ucapan dokter tersebut, dunia Alin seketika terasa hancur. Dadanya berdebar keras, jantungnya seperti dicubit, sakit sekali.
“Nggak mungkin, Dok. Anak saya sehat. Mana bisa dia menderita seperti itu, nggak mungkin.” Alin menangis, dia meremas kertas hasil pemeriksaan Naufal.
“Tenang, Nyonya. Leukimia bisa disembuhkan. Asal ada donor sumsum tulang belakang yang cocok. Nyonya bisa memeriksa sumsum tulang belakang Nyonya untuk memastikan apakah cocok atau tidak.”
Alin mencoba memahami perkataan dokter pelan-pelan. Dia pun mulai bisa bernafas lega.
“Kalau begitu tolong segera cek sumsum tulang belakang saya, Dok!” pinta Alin. Dokter itu pun mengangguk lalu menyerahkan berkas yang harus diisi oleh Alin. Juga beberapa biaya yang harus dikeluarkan oleh wanita itu.
“Aku harus bekerja lebih giat demi Naufal. Harus,” ucapnya penuh dengan tekad.
Alin kembali ke ruangan Naufal untuk melihat keadaan anak itu. Ternyata Naufal sudah mulai siuman. Dia sedang disuapi oleh Santi. Wajah Naufal terlihat lebih pucat dari biasanya. Hati Alin terasa sakit seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum ketika melihat senyum lemah anak berusia empat tahun itu.
“Mami?” Naufal menyadari kehadiran ibunya, lalu merentangkan kedua tangannya, minta dipeluk.
“Anak Mami makan yang banyak biar cepat sembuh, ya. Mami janji, kalah Nau sembuh, Mami ajak Nau ke wahana permainan,” janji Alin pada anak itu.
Naufal mengangguk dengan semangat. “Oke, Mami. Walaupun rasanya pahit, Nau akan habiskan,” ucap anak polos itu kemudian memakan buburnya lagi.
Alin menyeka air mata yang tiba-tiba keluar tanpa aba-aba. Santi mengelus punggung Alin, mencoba memberikan kekuatan pada wanita itu.
Ya, Alin itu, meski di luar terlihat tangguh dan kuat. Namun, ketika melihat putranya seperti ini, dia benar-benar lemah dan butuh sandaran.
“Mami hari ini harus bekerja, Nau sama nenek ya. Mami janji, nanti malam Mami ke sini lagi, Mami nggak akan kerja lagi nanti malam.”
Ya, Alin telah memutuskan dia tidak akan bekerja lagi di kafe. Mungkin, setelah ini dia akan mencoba membuat konten di internet. Setahunya, orang-orang bisa mendapatkan banyak uang dari hasil membuat konten kreatif.
“Iya, Mami.” Naufal memeluk tubuh Alin dengan erat. “Mami jangan capek-capek. Nanti kalau Nau sudah besar, Nau yang kerja ya. Biar Mami istirahat di rumah.”
Alin tak kuasa membendung lagi rasa sedihnya. Dia segera berlari keluar ruangan dan menangis di lorong rumah sakit.
“Tuhan, tolong, kali ini saja. Tolong jangan kau pisahkan aku dari orang yang aku cintai,” ujar Alin sesak.
**
Sesuai jadwal, hari ini di mall tempat Alin bekerja sedang ada syuting film. Alin mendapatkan peran pegawai yang melayani pelanggan VVIP di mall tersebut. Alin didandani begitu elegan dan cantik.
Tiba-tiba terdengar suara riuh. Sosok seorang pria tampan datang membawa pesonanya. Dia adalah produsen film kali ini. Alin terkejut melihat sosok tersebut.
Sosok tersebut terlihat begitu tampan, tetapi auranya dingin dan mencekam. Para artis wanita dan pegawai wanita melihatnya dengan penuh tatapan terpesona. Hanya Alin yang merasa kedatangan pria itu bagai mala petaka.
“Hari ini, produsen kita langsung ingin melihat jalannya syuting. Jadi, sebisa mungkin kalian harus tampil dan bekerja dengan baik,” ujar manager mall.
Semua pegawai berseru dengan patuh. Namun, tidak dengan Alin. Raganya memang ada di tempat ini, tetapi hatinya berada di rumah sakit.
Dia sudah membaca naskah drama yang harus dia perankan. Namun, dia sama sekali tidak fokus. Ketika waktunya dia take, dia banyak sekali melakukan kesalahan. Entah itu salah bicara ataupun salah gerakan. Hal itu tak luput dari perhatian Kenzi.
“Cut! Cut! Siapa pegawai yang melamun itu, sial! Kau niat bekerja tidak!” bentak sutradara pada Alin. Alin yang hatinya sedang rapuh tak mampu melawan. Dia hanya meminta maaf atas kecerobohan kali ini.
“Alin, kau kenapa? Kau membuat aku malu. Aku sudah memilihmu tapi kamu malah membuatku kecewa.” Manager juga ikut memarahi Alin.
Wajah Alin terlihat buruk. Dia meminta izin untuk istirahat sejenak dan menjauh dari kerumunan. Dia pun berlari ke ruang istirahat untuk menenangkan hatinya.
“Kalau tidak niat bekerja lebih baik mundur. Berikan kesempatan pada orang lain,” ucap seseorang. Orang itu berkata begitu tajam.
Alin langsung menoleh pada orang yang barusan menyinggung dirinya. Mata Alin memerah, penuh dengan kebencian. Kenzi terkejut melihat tatapan dari wanita itu.
“Kenapa kau menatapku seperti itu, hah? Tidak terima dengan ucapanku? Kau tau, kau adalah wanita paling bodoh yang aku kenal. Bodoh, lemah, pengkhianat. Apa kelebihanmu? Hanya bisa menangis?”
Kata-kata Kenzi sangat menusuk tepat pada jantung dan hati Alin. Wajah Alin memerah karena menahan marah dan tangis.
“Ya. Aku memang bodoh, lemah. Jadi lebih baik, Anda pergi jauh-jauh dariku.” Alin benar-benar tak memiliki tenaga untuk membantah kata-kata Kenzi yang kejam itu.
Dia segera beranjak dari tempat istirahat, meninggalkan sosok Kenzi yang tiba-tiba terpaku setelah mendengar ucapan Alin.
“Menjauh darimu? Tidak akan, kecuali aku mati,” ucap Kenzi tanpa sadar.
*
Syuting dimulai kembali. Kali ini, Alin berusaha fokus dengan peran yang dia jalani.
Wajahnya sudah dirias ulang. Rambutnya digelung ke atas, membuat lehernya yang jenjang terlihat dan membuat beberapa mata pria terpesona. Kulitnya putih bersih tanpa noda. Ketika keringat muncul di lehernya, beberapa pria hendak memberikan tisu pada Alin tetapi ditolak olehnya.
“Wanita itu sangat cantik, seandainya dia jadi artis. Pasti dia akan mendapatkan job yang banyak,” ujar salah satu aktor yang bermain peran di sana.
Kenzi yang memperhatikan diam-diam di sana tampak kesal dan mengepalkan tangannya dengan kencang.
“Dasar wanita penggoda. Selamanya tukang menggoda,” ucap Kenzi kesal. Dia menatap ke arah Alin yang terlihat lebih cantik setelah berbicara dengannya barusan. Tanpa Kenzi sadari, dia menelan ludah dengan susah ketika melihat Alin yang sedang mengelap keringat di lehernya.
“Sial! Dasar wanita penggoda,” rutuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Muhamad Ali
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
2023-07-19
1
Sarah
Dahsyat!
2023-07-19
0