“Aku mohon maafkan aku, Kenzi. Ini aku lakukan karena aku takut kamu terjerat lagi oleh wanita ular itu. Kamu tahu, kan, aku sangat peduli sama kamu,” bujuk Laura dengan wajah penuh dengan air mata.
Namun, Kenzi sama sekali tak tersentuh dengan alasannya. Dia tak bisa percaya begitu saja setelah melihat kekejian Laura yang terbongkar kali ini. Bisa saja, di lain waktu wanita ini akan melakukan hal yang lebih buruk lagi.
“Kurasa, kau lebih tahu, siapa yang sebenarnya wanita ular? Apakah itu kamu, atau dia,” ucap Kenzi. Tanpa mengucapkan kata lain lagi, pria itu pun beranjak dari kursinya. Meninggalkan orang tuanya yang masih syok setelah melihat video tersebut.
**
Keesokan harinya, Alin kembali bekerja sebagai pelayan toko di mall dan bersyuting. Syuting kali ini, Alin mendapatkan peran pelayanan yang membuat kesalahan sehingga tokoh antagonisnya marah dan menampar dirinya.
“Action!”
Alin mulai berakting, dia menyerahkan beberapa pasang sepatu pada artis perempuan yang tampak glamor itu.
Artis itu sebenarnya sangat muak dengan akting Alin yang terlihat sangat bagus dan natural. Dia takut Alin berpotensi menjadi artis yang lebih terkenal dari dirinya. Di saat adegan Alin harus ditampar, artis itu pun menamparnya dengan sangat kencang.
Sontak, Alin kaget hingga menjerit. Sutradara yang melihat hal itu pun kaget, tapi karena aktingnya begitu natural, dia tetap melanjutkan adegan. Wajah Alin terasa panas, pipinya merah dan bengkak.
Artis yang menampar barusan, tersenyum penuh kemenangan.
Dari sudut lain, Kenzi melihat adegan itu. Wajahnya terlihat buruk dan emosional.
“Bos, apakah Anda tidak ingin kembali ke kantor? Ada beberapa berkas yang harus Anda cek,” ucap Alex pada pria tampan itu.
Alex benar-benar heran dengan bosnya. Tidak biasanya dia datang ke lokasi syuting untuk melihat acara syuting berjalan.
“Hm,” jawab Kenzi singkat. Alex hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat perilaku Kenzi yang aneh seperti ini. Namun, setelah dia mengingat-ingat, sepertinya Kenzi berubah seperti ini sejak bertemu dengan Nona Alin, pikir Alex.
Alin syuting beberapa jam kemudian melanjutkan pekerjaannya sebagai penjaga toko. Ketika dia mengistirahatkan badanya, seseorang datang menemuinya dengan menyerahkan kartu nama.
“Jika kamu bersedia menjadi artis, hubungi nomor ini. Kulihat, aktingmu sangat baik,” ucap seorang pria yang tak lain adalah sutradara film.
Sutradara itu tersenyum sopan pada Alin yang masih memandanginya dengan ekspresi kaget.
“Apakah Anda bercanda?” tanya Alin.
Alin membaca kartu nama tersebut. Tercetak jelas, nama Habibi sang sutradara film profesional di kartu tersebut.
“Saya sudah belasan tahun berkecimpung dalam dunia film. Dan saya jarang salah dalam menilai seseorang, terutama orang yang berbakat dan berpotensi seperti Nona Alin. Jadi, tolong jangan sia-siakan,” jelas Habibi.
“Terima ... terima kasih,” ucap Alin cepat. Dia pun menaruh kartu nama Habibi di dalam dompetnya.
**
Setelah selesai bekerja, seperti biasa Alin kembali ke rumah sakit. Malam ini, Naufal sudah boleh pulang ke rumah. Dia juga ingin segera melihat hasil pemeriksaan ibunya, apakah sumsum tulang belakang ibunya itu cocok atau tidak dengan Naufal.
Alin hendak menaiki taksi, tetapi tiba-tiba mobil BMW berwarna hitam berhenti di depannya persis. Kaca jendela mobil pun terbuka, memperlihatkan sosok Kenzi yang duduk dengan tenang di kursi belakang.
“Masuk!” perintah Kenzi.
Mata Alin membelalak ketika suara Kenzi terdengar oleh telinganya.
“Maksud Anda, saya?” tanya Alin sopan dan kaku.
“Tidak usah pura-pura tuli. Cepat masuk! Ada hal yang ingin aku sampaikan,” sahut Kenzi tajam.
Alin juga tak ingin berlama-lama berurusan dengan sosok Kenzi, akhirnya dia pun masuk. Mobil pun berjalan membelah jalanan.
“Katakan alamat rumahmu,” ucap Kenzi.
Sontak Alin langsung gugup. “Hm, aku, saya, aku....”
“Kenapa? Kau tak ingin aku mengantarmu sampai ke rumah. Kalau begitu, katakan alamat pacarmu,” ucap Kenzi sinis.
“Bu-bukan, aku hari ini, pergi saja ke Kafe,” jawab Alin berusaha menutupi kegugupannya.
Mobil pun melaju ke arah kafe tempat di mana dulu Alin bekerja. Kenzi masih belum bersuara, membuat atmosfer di dalam mobil terasa dingin dan mencekam.
“Sebenarnya apa yang mau kau katakan?” tanya Alin pada akhirnya memecah kesunyian.
“Orang yang menjebak mu malam itu, aku tahu siapa dia. Apa kau akan memenjarakannya jika aku beritahu?” tanya Kenzi serius.
Alis mata Alin terangkat lalu bibirnya tersenyum tipis. “Katakan, siapa orang itu?” tanya Alin.
“Laura.”
Alin langsung tertawa terbahak-bahak setelah mendengar jawaban dari Kenzi. Dia tertawa sampai mengeluarkan air mata.
“Apa yang lucu?” tanya Kenzi marah. Sungguh, melihat Alin tertawa hingga matanya sipit, membuat dadanya berdebar kencang. Perasaan lima tahun yang lalu, rupanya masih tertanam dan belum mati.
“Aku sudah bisa menebak kalau Laura yang melakukannya. Ya ... andai aku ingin dia dipenjara pun, sepertinya sulit. Dia punya uang dan kekuasaan, dan juga ....” Alin memandang Kenzi dengan tatapan yang terlihat sedih. Membuat Kenzi bingung menanggapinya.
“Dan juga apa?” tanya Kenzi.
“Dan juga dia punya kamu yang akan melindunginya,” ucap Alin dalam hati. Dia tak punya keberanian untuk mengatakan hal itu.
“Sudahlah. Lebih baik dia tak dipenjara. Jika dia dipenjara, dia akan semakin membenciku,” ujar Alin ringan.
“Lalu, apa kau tak ingin membalas?” tanya Kenzi penasaran. Dia menatap wajah Alin yang kini terlihat tambah mempesona.
“Untuk apa? Buang-buang waktu saja. Lebih baik aku cari uang yang banyak,” jawab Alin kemudian menyuruh Alex memberhentikan mobilnya.
“Aku turun di sini saja. Terimakasih atas tumpangan dan infonya, Tuan Kenzi.” Wanita itu pun keluar dari mobil, lalu berlari ke arah halte bus, meninggalkan Kenzi yang masih setia menatapnya.
“Bos, Nona Alin selain cantik juga baik hati, ya. Pasti laki-laki yang menjadi pacarnya sangat beruntung. Ah, iya, laki-laki yang kemarin makan di pinggir jalan itu, beruntung sekali dia, ah andai aku yang jadi—“
“Diam, brengsek!”
Alex belum selesai berbicara, tapi jantungnya tiba-tiba hendak copot. Wajah Kenzi kali ini benar-benar terlihat sangat menakutkan.
“Kau bilang apa barusan?” tanya Kenzi pada Alex. Alex tiba-tiba kesulitan untuk berbicara.
“Kau bilang pacar dia beruntung. Lalu, kau juga ingin jadi pacarnya? Iya? Mimpi!” seru Kenzi. Tentu saja Alex tak berani menjawab ucapan Kenzi. Setelah kejadian ini, Alex benar-benar harus bisa menjaga mulutnya agar tidak berkomentar tentang Alin lagi di hadapan bosnya.
Sesampainya di rumah sakit, Alin berjalan santai menuju ruangan Naufal. Namun, di tengah perjalanan dia melihat sosok Dokter Adrian yang sedang berbicara dengan seseorang gadis cantik. Gadis itu memegang lengan dokter Adrian dengan manja. Namun, wajah Dokter Adrian terlihat sangat muak dan tidak suka.
“Sudah aku katakan berkali-kali, Bianca. Aku nggak mau kencan sama kamu. Kenapa sih, kamu itu selalu memaksa!” seru Dokter Adrian. Dia berusaha melepaskan lengannya dari tangan wanita bernama Bianca itu.
“Kenapa kau selalu menolak ku? Apa aku kurang cantik, hah?” Bianca hendak mencium pipi Adrian tetapi tiba-tiba Alin datang dan menarik lengan Adrian.
“Kau, siapa kau?” tanya Bianca marah.
Alin sebenarnya menarik lengan Dokter Adrian karena merasa risih melihat wanita ini hendak mencium orang sembarangan di depan banyak orang pula. Namun, Adrian malah langsung memeluk pinggang Alin dengan erat.
“Ini alasanku. Aku menolakmu karena aku sudah punya kekasih, ini kekasihku,” ucap Dokter Adrian sontak membuat Alin kaget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments