Bolehkah aku memelukmu?

Senyum cerah terpancar dari wajah Alin setelah dia mendapatkan bonus dari manager karena aktingnya yang baik. Gaji peran pembantu memang diberikan hari itu juga setelah selesai syuting.

Alin hendak membeli beberapa makanan ringan untuk dibawa ke rumah sakit. Dia juga sudah mengirimkan pesan pad Rafa bahwa dia akan berhenti bekerja. Dan saat ini, Rafa malah berada di bawah mall, menunggu Alin pulang bekerja.

Bukan tanpa alasan pria itu datang ke tempat Alin bekerja. Dia sangat syok, setelah membaca pesan dari Alin. Tanpa berpikir banyak, dia ingin segera bertemu wanita itu. Wanita yang telah mencuri seluruh hatinya.

Di area parkir, banyak kru film yang menggosipkan Alin yang hari ini, gosip-gosip itu masuk ke dalam telinga Rafa. Pria itu tiba-tiba merasa cemburu.

“Jangan-jangan, gaji dariku terlalu kecil. Jadi Alin beralih profesi menjadi artis?” gumamnya. Dia langsung keluar dari mobil ketika melihat sosok Alin yang sudah melihat ke arahnya.

“Rafa! Ya ampun, sudah kukatakan kita bicarakan nanti saja.”

Alin berlari kecil ke arah Rafa, sehingga membuat benjolan yang ranum itu tampak bergoyang. Rafa segera memalingkan wajahnya dari sosok Alin yang tampak menggoda itu.

“Bagaimana bisa dia terlihat begitu menggoda bahkan hanya karena berlari saja,” rutuk Rafa.

Alin tersenyum ketika sudah dekat dengan Rafa. Dia pun menarik pria itu menuju mobil Rafa dan segera masuk ke dalamnya.

“Raf. Beneran, deh, aku minta maaf banget. Aku nggak bisa kerja lagi di tempatmu. Soalnya Nau sakit. Kasian ibuku kalau dia menjaga Mau sendiri.” Alin memberikan alasan yang tidak dibuat-buat.

Memang, tadi saat mengirim pesan pada Rafa, dia belum sempat memberikan alasan utamanya. Mengapa dia akan berhenti bekerja.

“Nau sakit apa? Lalu, kalau kau berhenti bekerja, bagaimana dengan biaya. Atau, kita menikah saja. Jadi kamu cukup diam di rumah menjadi ibu rumah tangga, kamu akan banyak memiliki waktu untuk Nau,” ucap Rafa enteng. Dia memang sudah sering mengajak Alin untuk menikah.

Alin hanya tertawa kecil mendengar ucapan pria itu. Baginya, tawaran menikah itu hanyalah gurau semata.

“Omong kosong. Sudahlah, lebih baik sekarang kamu antar aku ke rumah sakit. Pasti Nau senang sekali dijenguk olehmu,” ucap Alin sambil membenarkan letak sabuk pengamannya.

Dari arah lain, Kenzi melihat betapa mesra wajah Alin ketika berbincang dengan Rafa di dalam mobil.

“Bos, anda baik-baik saja?” tanya Axel khawatir ketika melihat wajah tuannya memerah bahkan hampir menghitam.

“Axel, sepertinya aku butuh latihan taekwondo. Apakah kau mau berlatih denganku.”

Deg.

Axel menampar bibirnya yang sok-sok menanyakan keadaan bosnya itu. Latihan taekwondo? Ah, bisa-bisa tubuhnya remuk jika harus berlatih taekwondo dengan Kenzi.

***

Sesampainya di rumah sakit, Alin membawa Rafa menuju ruangan Naufal.

“Kenapa nggak cari rumah sakit yang lebih baik dari ini. Kenapa kau tak mencariku ketika Nau kejang?”

Rafa merasa dirinya kurang perhatian pada wanita ini sehingga dia terlalu mandiri dan tak membutuhkan seorang pria di sisinya.

“Aku dan ibuku terbiasa apa-apa sendiri. Lagi pula, kau juga sibuk.”

Alin membuka pintu ruangan. Sosok Naufal yang sedang minum obat langsung terlihat oleh mata Alin dan Rafa.

“Wah. Om Rafa datang?” Nau berseru senang ketika melihat pria tampan itu menjenguknya.

“Hai, Nau. Apa kabarmu? Maafkan Om, ya. Baru sempat menjenguk hari ini,” ucap Rafa lalu mengelus kepala Naufal dengan hati-hati.

“Aku kangen Om Rafa tau nggak. Om jarang main sekarang.” Naufal merajuk dengan mulut cemberut. Membuat Alin dan Rafa terkekeh-kekeh karena dia tampak lucu dan menggemaskan.

Rafa dan Naufal pun berbincang-bincang, sedangkan Alin mencari dokter yang bertugas menangani putranya. Dia ingin mengetahui hasil pemeriksaan tulang sumsum belakang miliknya apakah cocok atau tidak untuk didonorkan pada sang putra.

Ketika kaki Alin sampai di depan ruangan dokter tersebut, dia tak sengaja berpapasan dengan Dokter Adrian. Dokter yang mengobatinya saat bersama dengan Kenzi.

“Nona? Anda sakit apa? Kenapa Kenzi tidak menghubungi aku?” tanya Dokter Adrian pada Alin.

Mata Alin membulat, ketika dokter tersebut membawa-bawa nama Kenzi.

“Dokter mengenal saya?” tanya Alin bingung.

“Iya, kamu yang memutus urat nadimu itu, kan? Aku yang menolongmu saat itu. Ah, waktu itu kau pingsan, jadi kita belum sempat berkenalan. Apakah Kenzi tau kau di sini?” tanya Dokter Adrian.

Alin menggelengkan kepalanya. “Jangan sampai Kenzi tau dirinya di sini.

“Boleh saya minta tolong, jangan beri tahu Kenzi kalau saya datang ke rumah sakit? Soalnya, hmmm dia itu agak ... lebay. Ya, tau sendiri kan?”

“Ah. Iya hahaha. Iya benar, dia lebay banget pas kamu terluka saat itu. Sampai-sampai aku yang baru saja tidur, ditelpon berkali-kali dan disuruh segera ke rumah neneknya. Nggak hanya itu, dia juga menyuruh agar luka di tangan kamu itu jangan sampai membekas. Dasar orang itu. Dia memang suka sekali memerintah!”

Dokter Adrian terus berbicara tentang Kenzi. Ali sempat tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

“Apa benar Kenzi sepanik itu?” pikirnya.

“Ya sudah, aku kembali ke ruanganku dulu, Nona.” Adrian pun pamit setelah dia mengeluarkan unek-uneknya tentang Kenzi.

Alin segera mengetuk pintu ruangan Dokter Danuar, dan seseorang di dalam sana mempersilahkan dia untuk masuk.

Perasaan Alin benar-benar tak menentu saat melihat raut wajah Dokter Danuar yang terlihat tak baik.

“Dok. Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Alin to the points.

Dokter Danuar menggeleng. “Maaf, tulang belakang Nyonya tidak cocok dengan putra anda.”

Saat ini juga, jantung Alin terasa seperti disengat ribuan kalajengking. Sakit tapi tak berdarah. Ali berusaha menahan air matanya yang akan keluar.

“Nyonya, jangan sungkan. Kalau mau menangis, menangis saja,” ucap Dokter Danuar yang tak tega melihat ekspresi wajah Alin yang begitu tersiksa.

**

Setelah merasa tenang, Alin kembali ke ruangan Naufal. Dia akhirnya memutuskan untuk memeriksa sumsum tulang belakang milik Santi. Sebenernya Dokter tidak menyarankan karena usia Santi yang sudah tua, tapi dia tidak memiliki keluarga lain.

Dokter Danu sempat menyinggung soal ayah Naufal. Namun, bukannya tenang, Alin justru merasa was-was jika keluarga Kenzi tau tentang Naufal.

Pertama, dia sudah dicap sebagai pengkhianat oleh Kenzi. Jadi, jika Naufal dikenalkan pada Kenzi, belum tentu pria itu mau mengakui Naufal sebagai anaknya. Apalagi wajah Naufal itu lebih mirip dengan Alin daripada Kenzi.

“Mami, kenapa melamun?” tanya Naufal ketika melihat sosok Alin yang hanya berdiam diri di depan pintu.

Alin tersadar lalu masuk dengan wajah yang lesu. Dia sudah berusaha tersenyum di depan putranya, tapi rasanya sulit sekali.

“Ada apa, Alin?” tanya Rafa.

Alin menggeleng sedih, dia mengajak Rafa untuk keluar dari ruangan itu.

“Nau, Mami dan Om Rafa keluar dulu sebentar, ya.” Naufal mengangguk lalu tersenyum ke arah Rafa.

Setelah keluar dari ruangan Alin menatap wajah Rafa dengan sedih.

“Rafa, bolehkah aku memelukmu?” Sebelum Rafa menjawab, tubuh Alin sudah maju dan memeluk pria di depannya.

Di pelukan Rafa, Alin kembali menangis. Dia benar-benar rapuh kali ini. Dia butuh sandaran yang bisa menguatkan hati dan mentalnya.

Terpopuler

Comments

Maria Fernanda Gutierrez Zafra

Maria Fernanda Gutierrez Zafra

Bisa nggak si thor update cepat-cepat ya? Jangan biarkan kami tinggal menunggu terus.

2023-07-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!