Rencana Ditunangkan

Kenzi menghiraukan penolakan Alin, kemudian dia menggendong tubuh wanita seksi itu ke dalam mobil.

Di dalam mobil, Alex sempat tidak percaya melihat wajah Kenzi yang terlihat khawatir. Wajah yang selalu tampak tenang dan dingin itu telah dihancurkan oleh Alin.

"Le … Lepas!" Alin mengerang.

"Bodoh!" seru Kenzi menatap wajah Alin yang merah.

"O-obat. Minumanku diberi obat, tolong!"

Kenzi bukan laki-laki bodoh, dia mengerti ucapan Alin. "Kurang ajar! Berani-beraninya pria tua itu memberi Alin obat perangsang!" seru Kenzi dalam hati.

"Cari hotel!" perintah Kenzi.

Alex tersedak oleh lidah enak sendiri. Dia memandang wajah bosnya dari kaca spion.

"Hotel? Bos mau ngapain?"

Sejenak, Kenzi juga linglung. Dia mau ngapain?

"Jangan mikir aneh-aneh kamu. Saya nggak tau rumahnya. Nggak mungkin saya ajak dia ke rumah saya."

"Ta-tapi, Bos. Apa nggak sebaiknya –"

Belum selesai Alex berbicara, Kenzi sudah memberikan tatapan membunuh pada bawahannya itu. Seketika itu juga Alex kesulitan untuk bicara.

Sementara Alin terus menggigil dan berkata tolong tolong. Wanita itu sudah sangat terangsang karena tubuhnya dipeluk oleh Kenzi.

"Lebih cepat!" seru Kenzi marah.

Alex semakin gugup, tangan dan tubuhnya bercucuran keringat. Dia takut mengebut, takut menabrak dan takut celaka. Tapi dia juga takut pada bosnya.

Setelah menemukan hotel yang paling mudah dijangkau oleh Alex, Kenzi segera meminta Alex untuk memesan satu hotel untuk Alin menginap. Beruntung Kenzi memiliki koneksi yang banyak, sehingga dia dipermudah masuk hotel meski dengan wanita yang tidak memiliki status apa pun dengannya.

Sesampainya di kamar, Kenzi melempar tubuh Alin di kasur. Sejak di mobil, Alin terus bergumam kesakitan karena menahan efek samping obat yang dia minum.

Kenzi pria yang normal. Dia juga ikut terangsang karena mendengar Alin yang beberapa kali mendesah seksi.

Akan tetapi, Kenzi tak bisa menyentuh wanita ini. Seluruh tubuhnya menginginkan wanita yang kini tengah bergerak-gerak di kasur. Namun, hatinya menolak. Menolak lupa atas kejadian lima tahun yang lalu.

"Aaah, tolong aku, tolong!"

Alin membuka pakaiannya yang sudah berantakan. Sehingga, bra-nya terlihat begitu nyata oleh Kenzi.

"Sial!"

Kenzi segera menelepon dokter kepercayaan keluarganya untuk segera datang ke hotel. "Kenapa kau selalu membawa sial untuk hidupku."

Kenzi terpaksa masuk ke kamar mandi untuk mendinginkan badannya. Ya, dia harus membuat tubuh bagian bawahnya itu tenang.

***

Setelah menunggu 20 menit akhirnya dokter Adrian tiba di kamar hotel milik Alin.

Dokter itu sangat heran melihat Kenzie yang duduk di samping wanita yang sedang bergairah.

"Kenapa kau tidak menolongnya? Dia seperti itu sejak kapan? Kamu tidak kasihan? Atau jangan-jangan kamu memang homo?" tanya Dokter Adrian yang heran. Mengapa Kenzi tidak tidur dengan wanita yang sedang terangsang itu, kenapa harus menelepon dirinya tengah malam seperti ini?

Sungguh aneh.

"Aku menelepon kau untuk menolong dia. Cepat, beri dia obat penenang atau penawar obat yang dia minum!"

"Gila! Kau sudah gila," ucap Dokter Adrian. Dia pun segera menyiapkan obat penawar untuk Alin.

Beberapa saat kemudian, tubuh wanita itu mulai tenang. Sejak tadi dia sudah kelelahan menahan hasrat, sekarang akhirnya Alin tertidur pulas.

"Dia sudah tenang. Aku mau pulang. Kau?" tanya Dokter Adrian penasaran.

"Bukan urusanmu!"

Dokter Adrian berdecak sebal. Dia segera keluar dari kamar itu meninggalkan Kenzi yang masih sibuk memandangi wajah polos Alin.

Wanita ini sudah menghapus make-upnya, dia tertidur sangat pulas sambil menampilkan wajah yang tenang dan tersenyum.

Hati Kenzi merasa tergelitik. Tanpa dia sadari, tangan kanannya mengelus pipi Alin yang kemerahan. Kulit pipi itu terasa lembut dan kenyal, membuat Kenzi betah berlama-lama mengelusnya.

"Bodoh."

Kenzi menghela napas kasar lalu pergi dari tempat itu meninggalkan Alin yang tengah bermimpi indah.

Wajah Alin tersenyum karena di dalam mimpi dia melihat orang yang dia cintai sedang memeluknya, mengelus rambut dan pipinya.

Di dalam mimpi, orang itu sangat lembut dan penyayang. Dia begitu memanjakan Alin. Di dalam mimpi, rasa cinta Alin hanya tertuju pada orang itu. Sayang, tak lama kemudian orang itu berganti sifat menjadi bengis, meneriakinya, mengatainya, dan memintanya pergi untuk selamanya.

Wajah Alin yang tersenyum hilang, berganti wajah yang sendu.

***

Suara alarm ponsel membangunkan Alin dari mimpinya. Alin terbangun dengan tubuh yang kelelahan. Dia duduk dan merasakan wajahnya basah oleh keringat dan air mata. Padahal, AC di dalam kamar itu menyala.

Sedetik kemudian, Alin tersadar ini bukan di kamar di rumahnya.

"A-aku, di mana?"

Dia berusaha mengingat-ingat apa yang telah terjadi.

"Kenzi? Dia yang menolong aku?" Alin ingat, pria itu tak menyentuh dirinya sama sekali tapi justru membawa seorang dokter untuk memberikan obat untuknya.

Alin merasa sangat bersyukur, sejak lima tahun yang lalu, dia memang belum pernah melakukan hubungan badan lagi. Dia bersyukur, sangat bersyukur.

"Haruskah aku berterima kasih padanya," gumam Alin kebingungan.

Alin beranjak dari kasur lalu membersihkan diri. Sepertinya, hari ini dia akan izin bekerja karena hatinya sedang tak baik-baik saja. Dia ingin segera pulang dan memeluk Naufal.

Sesampainya di rumah, ternyata Naufal hendak berangkat ke sekolah. Santi semalaman menelpon ponsel Alin tapi tidak dijawab, sekarang dia melihat putrinya pulang, dia ingin sekali memarahi Alin habis-habisan.

"Tidur di mana kamu semalam?" tanya Santi dengan wajah khawatir dan marah.

"Maaf, Ibu. Aku … aku, semalam menginap di hotel. Aku pergi dengan Rafa," dusta Alin.

Ya, Santi mengenal Rafa dengan baik. Alasan ini akan mudah diterima olehnya.

"Mami, semalaman Nau nggak bisa tidur. Nau nungguin Mami," ucap Naufal sambil memeluk kaki Alin.

"Maafkan Mami, Sayang. Sekarang, bagaimana kalau Mami mengantarkan Nau sekolah? Sebagai permintaan maaf Mami sama Nau."

Mendengar itu, Naufal terlihat sangat senang bersemangat. "Yeee! Aku diantar Mami."

Melihat anaknya yang begitu bahagia, Alin berjanji pada dirinya sendiri akan berubah. Dia akan menyempatkan waktu untuk mengantar Naufal ke sekolah tiap hari.

Sementara, dari kejauhan ada sosok yang bersembunyi. Dia membawa kamera dan memotret moment manis Alin dan anaknya.

***

Di tempat lain, Kenzi baru selesai memakan sarapannya bersama Aulia- sang nenek. Keduanya duduk dengan tenang. Hingga akhirnya Nenek Aulia mengawali pembicaraan.

"Coba kau pikirkan, pasti rasanya sangat bahagia kalau kau sarapan ditemani oleh wanita cantik. Bukan denganku yang sudah tua dan hampir mati ini," ucap Aulia.

"Di mataku, Nenek sangat cantik dan masih terlihat muda."

"Omong kosong. Kapan kau akan menikah, bodoh! Aku ingin segera menggendong cicit. Kau tidak kasihan padaku yang kesepian ini?"

Kenzi selalu tidak ambil pusing ketika kedua orang tuanya meminta dia untuk menikah. Tapi dia akan merasa sedih jika neneknya yang bicara seperti itu.

"Bagaimana dengan Laura. Dia gadis yang manis," ujar Nenek Aulia.

"Nek, aku menganggap dia adik."

"Benarkah? Tapi, lantas kenapa Rendra bilang kalian akan ditunangkan? Apakah ayahmu belum memberitahu?" tanya Aulia heran.

Kenzi terdiam sesaat. Ditunangkan? Dia sama sekali tidak tahu.

Matanya menggelap dan tangannya mengepal erat.

"Sampai kapan pun, aku tidak akan menikah," ucap Kenzi tegas.

Terpopuler

Comments

Gái đảm

Gái đảm

Aku jadi bener-bener terhibur ketika membaca cerital ini, terima kasih THOR!

2023-07-16

0

Theros

Theros

Wah, karakter-karakter di cerita ini keren-keren abis. Aku suka banget! 👌

2023-07-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!