Pertemuan

Saat aku membuka kedua mataku, aku melihat Eitaro yang masih terlelap dengan posisi duduk. Dengan tangannya masih menggenggam erat tanganku, apakah semalaman dia menjagaku agar merasa tenang.

Aku berusaha melepaskan tanganku dari genggamannya secara perlahan agar dia tidak terbangun. Dengan sikapnya yang seperti ini membuatku merasa semakin tidak nyaman.

Betapa egoisnya aku mengatakan semua ini, apa aku tidak berpikir bahwa akulah yang membuatnya semakin berpikir jauh. Andai saja tadi malam aku tidak bermimpi buruk lagi, mungkin aku tidak akan memintanya untuk menemani aku.

Akhirnya aku berhasil melepaskan genggamannya, kubiarkan dia tertidur sejenak. Mungkin saja semalaman dia tidak tidur nyenyak karena aku yang membuatnya merasa khawatir.

Kubiarkan saja dia tidur sejenak dan aku akan membersihkan diri lalu bersiap untuk pergi kerja. Kulangkahkan kaki dengan perlahan agar dia tidak terbangun oleh setiap gerakan yang aku lakukan.

Aku menutup rapat pintu kamar mandi lalu melakukan rutinitas membersihkan diri. Setelah selesai dengan semua itu aku langsung mengenakan pakaian yang sudah aku siapkan sedari malam dan sengaja aku gantung di dalam kamar mandi.

Kupandangi cermin yang ada di samping pintu kamar mandi, sekarang tinggal merapikan make-up. Aku membuka pintu kamar mandi, berpikir Eitaro sudah terbangun ternyata dia masih terlelap. Apa aku biarkan saja dia tidur? Tetapi bukankah dia harus pergi bekerja. Sebentar lagi saja aku bangunkan dia setelah aku selesai merias wajahku.

“Kau sudah bangun?” tanya Eitaro dengan suara parau yang menandakan dia baru saja terbangun dari tidurnya.

“Iya,” jawabku singkat sembari melanjutkan memulas bibir dengan pewarna bibir.

“Sejak kapan mimpi itu selalu menghantuimu? Bukankah kau sudah tidak pernah bermimpi lagi?!” Dia kembali bertanya padaku.

Aku berdiri lalu berjalan menuju nakas untuk mengambil ponselku lalu mengatakan jika mimpi buruk ini mulai muncul 6 bulan yang lalu. Namun, aku melarangnya untuk memberitahukan semuanya ini pada ayah Arata dan ibu Lili.

“Mengapa aku tidak boleh mengatakan pada mereka tentang keadaanmu? Bukankah mereka berhak tahu?!” Eitaro kembali bertanya padaku.

“Cepat bersihkan dirimu! Bukankah kau harus ke kantor,” kilahku karena aku tidak ingin membahas itu hari ini.

Sebab hari ini aku harus berangkat lebih awal ke kantor lalu bertemu dengan Riyoichi. Kuharap pertemuan kali ini akan berjalan lancar dan tidak ada yang mengikuti pergerakanku.

“Jawab dulu pertanyaanku!” ucapnya dengan nada memerintah.

Entah sejak kapan dia terlihat seperti ayah Arata yang selalu memerintah dan harus dijawab dengan cepat jika bertanya pada anak buahnya. Dan aku tidak suka akan sikap Eitaro yang seperti ini padaku.

“Hentikan sikap memerintahmu itu! Aku bukan wanitamu atau anak buahmu!” tukasku.

Tanpa banyak bicara dia langsung melangkah pergi meninggalkan aku, terlihat olehku jika dia tidak suka dengan apa yang aku katakan tadi. Aku kenal betul dengannya, untuk menghindari perdebatan denganku dia selalu pergi. Padahal yang dilakukannya itu tidak tepat, bagaimana semuanya akan selesai.

Ahhh ... Untuk apa aku memikirkan dia terus, lebih baik aku memikirkan apa yang harus kulakukan untuk menghindari orang-orang yang terus mengikuti. Semua persiapan sudah selesai, aku berjalan keluar dari kamar untuk menuju mobil dan pergi ke kantor.

Langkahku terhenti tatkala melihat Eitaro yang sudah berdiri di pantry, dia sedang menyiapkan sesuatu. Apakah dia sedang menyiapkan sarapan untuknya, padahal seharusnya aku yang menyimpan semua itu untuknya.

“Sebelum pergi makan sarapanmu!” katanya dengan nada dingin lalu pergi berjalan ke arah kamarnya.

Meski dia sedang kesal padaku tetapi dia tidak melupakan membuatkan aku sarapan. Aku hanya bisa tersenyum melihat sikapnya itu lalu berjalan mendekat pantry. Ada sepotong roti dan jus jeruk yang sudah tertata rapi di atas meja.

Aku pun menyantap makanan yang sudah dibuatkan olehnya meski dengan hati kesal, apa yang dibuatnya selalu enak di dalam rongga mulutku. Sepertinya dia mulai jago memasak semenjak jauh dari ayah dan ibu untuk melanjutkan pendidikannya.

Sarapan yang disiapkan oleh Eitaro sudah habis kusantap, saatnya aku pergi ke kantor. Aku mengambil ponsel lalu menuliskan beberapa kata dan ku kirimkan kata tersebut ke nomor Eitaro. Setelah itu aku pun berjalan menuju mobil dan meninggalkan rumah dengan perut kenyang.

Dalam perjalanan menuju kantor aku mendapatkan sebuah pesan dari Riyoichi. Dia kembali mengubah pertemuan kami dan mengatakan bahwa pertemuan di percepat.

Lokasi pertemuan pun diubahnya, dia ingin bertemu di Kyoto Botanical Gardens siang ini. Jaraknya lumayan jika ditempuh dari tempatku, mungkin aku akan pergi lebih awal.

Jika saja ada Kimiko mungkin aku bisa pergi langsung ke sana tanpa harus ke perusahaan terlebih dahulu. Andai saja ada paman Daichi, aku bisa menyuruhnya untuk menggantikan aku dalam perusahaan. Dan aku bisa fokus untuk mencari keberadaan ayah.

Mobil aku hentikan tepat di depan perusahaan, seorang pria membungkuk lalu mempersilakan aku. Dia mengambil kunci mobil dan membawanya ke tempat parkir, sedangkan aku berjalan menuju ruang kerja.

Saat tiba di ruang kerja, aku melihat seorang pria yang tengah duduk santai. Dia adalah pamanku yang selama ini selalu membuat aku tidak bisa tidur nyenyak karena mimpi di masa lalu.

“Wah-wah rupanya kau seorang pimpinan yang sangat baik ya—tiba ke perusahaan di jam kerja yang sudah berjalan 30 menit!” ungkapnya dengan nada menyindir.

Aku tersenyum miring lalu berjalan mendekat ke kursi di mana aku selalu duduk untuk menyelesaikan semua pekerjaanku. Menyimpan tas lalu duduk dan menatap pamanku yang sangat baik hati ini.

“Apakah pamanku tersayang rindu padaku? Sehingga berkunjung di pagi hari!” tukasku.

Paman menyeringai lalu dia berkata, “Hentikan semua usahamu untuk bertemu dengan Kenzo karena semuanya akan sia-sia!”

“Sampai kapan pun aku akan berusaha menemukannya! Dan kau harus ingat Paman—kau harus membayar setiap tetes darah yang dikeluarkan oleh ibu dan ayahku!” ujarku dengan nada penekanan.

Dia terkekeh-kekeh lalu beranjak dari duduknya, paman mengatakan jika aku tidak akan pernah bisa menyentuhnya. Karena aku belum sepadan untuk mengalahkannya, mungkin membutuhkan waktu beberapa tahun lagi.

“Paman terlalu percaya diri—jangan meremehkan aku! Nanti Paman akan menyesalinya!” timpalku.

“Semoga kau berhasil Yuki Arsalan! Aku akan menunggu itu!” ucapnya sembari berjalan meninggalkan ruanganku.

Entah mengapa aku merasa jika yang dikatakannya itu adalah untuk membuatku semakin kuat. Bukan membuatku semakin lemah, sebenarnya apa yang sedang dipikirkan olehnya. Aku belum bisa menebak apa yang ada di pikiran pamanku itu.

Tidak. Aku tidak boleh gambang dengan apa yang sudah kuputuskan, paman adalah pembunuh dari ibuku dan dia harus membayar atas semua kejahatan yang telah dilakukannya.

Aku tidak akan pernah melepaskan pamanku itu karena dia aku kehilangan kasih sayang ayah dan ibu kandungku. Dan aku tidak akan pernah bimbang dengan setiap perkataannya.

__________________________________________________

Hai gaes, jangan lupa beri like, komentar ya supaya macan semakin terbakar untuk up terus. Terima kasih semuanya.

Terpopuler

Comments

👑⁹⁹Fiaᷤnͨeͦ🦂

👑⁹⁹Fiaᷤnͨeͦ🦂

Next kak, semangat!

2020-12-08

1

Zahira Vini

Zahira Vini

galau AQ tuhhh..

masih nagmbang bgt baik titik terang so yg jahat..

dan jodohnya Yuki yg bs melindungi Yuki dalam hal apapun...

2020-12-08

1

☣ᴍᴀʀᷧɪᷞᴀɴᴀ☣

☣ᴍᴀʀᷧɪᷞᴀɴᴀ☣

Riyoichi in siapa sebenarx sich

2020-12-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!