Mimpi Buruk

Eitaro selesai dengan hidangannya, dia langsung menatanya dengan. Tapi di atas meja. Terlihat oleh mataku, makanan yang dibuatnya begitu menggoda dan membuatku ingin langsung menyantapnya.

“Makanlah!” perintahnya padaku lalu dia berdiri tepat di seberang ku sehingga kami saling berhadapan.

Senyumnya begitu lembut, jika melihat itu aku merasa melihat ibu atau ayah yang sedang tersenyum padaku. Apakah aku merindukan mereka berdua, sehingga aku melihat bayangan mereka berdua dalam diri Eitaro.

“Apa aku tampan? Sehingga kau menatapku tanpa berkedip?!” tanya Eitaro dengan nada menggoda padaku.

Mataku terbelalak saat dia mengatakan itu, dengan cepat aku mengalihkan pembicaraan. Agar suasana malam ini tidak menjadi canggung karena kelakar yang dilakukan oleh Eitaro.

“Apa kau tahu di mana Kimiko?!” tanyaku padanya sembari menyantap makanan yang sudah tertata rapi di atas meja.

“Tidak perlu mengalihkan pembicaraan! Apa aku tampan, Yuki?!” kata Eitaro.

Mengapa kata-kata ini kembali terucap olehnya, aku merasakan aneh jika dia berkata seperti ini padaku. Sehingga dia merasa bukan seperti adikku saja, tidak. Aku tidak ingin dia berubah, yang aku inginkan adalah Eitaro sebagai adikku saja.

“Hentikan menggodaku seperti ini, Eitaro!” tukasku sembari menghentikan menyantap makanan yang ada di atas meja.

Dia menatapku kembali wajahku dengan lekat, sungguh aku tidak menyukai semua yang dilakukannya. Dia benar-benar sudah bukan seperti Eitaro kecilku yang selalu mengikuti ke mana saja aku pergi.

Aku beranjak dari duduk, berniat untuk meninggalkan dia dengan kelakarnya. Sebab aku tidak menyukai kelakar yang dilakukannya malam ini, itu semua membuatku canggung.

“Berhenti! Lanjutkan makannya, Yuki Arsalan!” katanya dengan nada penekanan.

Baru kali ini aku mendengar ucapan darinya yang membuatku tertegun, aku membalikkan tubuh. Ingin melihat bagaimana ekspresi wajahnya yang sudah dengan lantang memerintah padaku.

Dia terlihat sangat serius, baru kali ini aku melihat wajah serius Eitaro. Dia benar-benar membuatku merasa tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti apa yang dikatakan olehnya.

“Kau—berani memerintahku, Eitaro?!” tanyaku padanya dengan nada penekanan juga.

“Iya. Aku memerintahkan dirimu Yuki Arsalan untuk menghabiskan makanan yang sudah aku siapkan!” jawabnya dengan tegas.

Aku berdebat dengannya karena aku tidak suka dengan nadanya bicaranya yang seperti itu. Kutunjukkan sikapku selayaknya seorang kakak perempuan yang mendidik adiknya untuk tidak bertindak berlebihan.

Dia pun sama tidak menerima dengan apa yang aku katakan, dia tidak suka jika aku pergi begitu saja tanpa menghabiskan makanan yang sudah dimasak olehnya. Itu menandakan jika aku tidak menghargai apa yang sudah dikerjakan olehnya.

“Sudah cukup, Eitaro! bentakku padanya sebab dia sudah keterlaluan kali ini.

Aku sangat kesal dengan sikapnya yang seperti ini, kulangkahkan kedua kaki meninggalkan dirinya. Dengan langkah cepat aku menuju kamar lalu menutup pintu kamar dengan rapat. Sehingga dia tidak akan berusaha memasuki kamarku.

Mengapa dia bisa bersikap seperti itu, ke mana Eitaro yang aku sayangi dulu. Ke mana Eitaro yang selalu memanggil-manggil namaku dengan sebutan kakak. Aku merindukan dia yang seperti dulu, apakah aku salah jika berharap seperti itu. Meski dia bukanlah adik kandungku.

Ponselku berdering, aku langsung berjalan mendekat nakas karena ponsel tersimpan di atas nakas. Kulihat layar ponsel tertera nama Kimiko, dengan cepat aku mengangkatnya lalu bertanya di mana keberadaannya.

Kimiko mengatakan jika malam ini dia tidak akan pulang ke rumah dan dia juga mengatakan tidak akan kembali dalam dua hari ke depan. Karena ibunya sedang sakit serta dia tidak mungkin meninggalkannya hanya dengan adiknya saja. Karena saat ini ayahnya sedang ke luar kota bersama dengan ayah Arata.

Aku menghempaskan tubuh di atas tempat tidur setelah Kimiko menutup sambungan teleponnya. Berusaha untuk memejamkan mata tetapi aku kembali teringat akan mimpi yang membuatku merasa ketakutan.

Mimpi di mana aku melihat ibuku terbunuh dalam penderitaan dan aku tidak bisa menolongnya. Aku hanya menatap kematian ibuku dengan sangat mengenaskan.

Apa aku harus kembali ke dokter dan meminta obat agar aku bisa beristirahat di malam hari dengan tenang. Namun, aku tidak ingin membuat ibu merasa khawatir dan akhirnya menyuruh aku kembali ke Tokyo untuk tinggal bersamanya lagi.

Tidak. Aku tidak ingin terjadi seperti itu sebab aku tidak dapat bergerak dengan leluasa dalam menemukan keberadaan ayah. Karena paman Osamu tidak akan bertindak gegabah jika aku masih berada di dekat ayah Arata dan ibu Lili.

Aku mencari kesempatan di mana paman Osamu melakukan kesalahan dalam menyingkirkan aku. Barulah aku bisa menyerang balik padanya dan membuat paman menyesali semua perbuatannya padaku kedua orangtuaku.

Kupadamkan lampu kamar, sehingga hanya lampu yang di atas nakas menyala redup. Aku berusaha memejamkan kedua mataku untuk mengistirahatkan seluruh tubuh dan pikiranku.

Dor!

Dor!

Mengapa aku kembali ke kejadian itu? Apakah aku tidak berhak untuk hidup dengan tenang. Apakah kau tidak rela dengan kematianmu ibu, sehingga kau tidak membiarkan aku melupakan semua ini.

Tidak ... Aku berteriak dengan sekuat tenaga agar paman tidak menembakkan pelurunya pada tubuh ibu. Namun, seberapa kuat aku berteriak tetapi semua itu tidak dapat menghentikan semua tindakan paman Asamu.

“Tidak! Hentikan semua itu! Aku mohon jangan sakiti ibuku!” Aku memohon pada paman tetapi dia tidak mendengar apa yang aku katakan.

Air mataku sudah tidak bisa terbendung lagi, aku berusaha menghentikan semuanya agar tidak terulang lagi semua penderitaanku. Akan tetapi, semuanya sia-sia, sekeras apa aku berteriak tidak akan bisa mengubah masa lalu.

“Yuki—bangun! Yuki...,”

Aku mendengar samar-samar suara seseorang yang aku kenal tetapi aku tidak tahu siapa dia. Suaranya seraya membimbing aku untuk keluar dari tragedi yang selalu menghantuiku.

Pipiku terasa sakit, sepertinya ada yang memukulnya. Aku membuka kedua mataku, melihat apa yang sudah terjadi. Kulihat Eitaro sudah berada di sampingku dengan memegang kedua pundakku.

Tanpa berpikir panjang aku langsung memeluknya dengan erat, entah mengapa aku membutuhkan sebuah pelukan yang bisa membuatku merasa sedikit tenang.

“Apa kau bermimpi buruk lagi?!” tanyanya padaku.

Aku melepaskan pelukanku laku melihat wajahnya yang sangat khawatir padaku. Apakah dia selalu mendengar teriakkan aku saat sedang bermimpi buruk, sehingga dia bertanya padaku seperti itu.

“Kita ke dokter saja!” ucapnya padaku kembali.

“Tidak—aku tidak mau ke dokter! Aku tidak mau membuat ayah dan ibu semakin khawatir lalu menyuruhku untuk kembali ke Tokyo.”

Eitaro merebahkan tubuhku di atas tempat tidur, dia beranjak dari duduknya lalu berjalan mengambil segelas air dan memberikannya padaku. Aku meminum air putih yang diberikan olehnya.

“Istirahatlah!” Dia berkata lalu berjalan meninggalkan aku.

“Jangan tinggalkan aku! Tetaplah di sini sampai aku terlelap!” Pintaku padanya dengan nada lirih.

Dia menghentikan langkanya lalu berbalik berjalan mendekat padaku, dia duduk di sampingku di atas tempat tidur.

“Tidurlah—aku akan selalu di sini menjagamu,” ucapnya padaku dengan senyum lembutnya sembari menyentuh kepalaku dengan lembutnya.

Terpopuler

Comments

☣ᴍᴀʀᷧɪᷞᴀɴᴀ☣

☣ᴍᴀʀᷧɪᷞᴀɴᴀ☣

Netx kk

2020-12-07

0

Zahira Vini

Zahira Vini

yakin ini eitaro suka dengan Yuki sebagai pria yg suka pada wanita...

lanjutkan...

2020-12-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!