Eitaro Eiji

Rupanya Eitaro sedikit demi sedikit mulai melangkahkan dalam seni bela diri. Dia sudah berhasil membuatku terjatuh, biasanya aku bisa menahan semua serangannya.

Aku menghela napas panjang, yang tadinya mau langsung merebahkan diri. Karena berkelahi dengan Eitaro membuat tubuhku berkeringat, mengharuskan aku membersihkan diri barulah aku bisa beristirahat.

Berjalan perlahan menuju kamar mandi lalu membuka satu per satu pakaianku. Aku putaran keran shower, air mulai menetes sedikit demi sedikit akhirnya membasahi seluruh tubuhku.

Setelah selesai membersihkan diri aku keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekati almari guna mengambil pakaian. Sesudah memakai pakaian yang kuambil di almari, aku berjalan mendekati tempat tidur lalu menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur.

Tok! Tok! Terdengar suara ketukan pintu kamar tetapi aku malas membukanya. Mungkin seorang pelayan yang mengingatkanku untuk makan malam tetapi aku sedang tidak berselera malam ini.

“Sayang, ini Ibu— bisa buka pintunya sebentar?” tanya ibu dari balik pintu sembari mengetuk pintu kamarku.

Mendengar ibu yang berada di balik pintu, aku bergegas bangun dan membuka pintu kamar. Ibu tersenyum lalu berkata apakah bisa masuk. Aku mengizinkan ibu untuk masuk kedalam kamar.

Ibu berjalan perlahan masuk kedalam kamar lalu duduk di atas tempat tidur. Dia menepuk-nepuk tempat tidur seraya mengatakan padaku untuk duduk di sampingnya.

“Bagaimana— apa kau terkejut dengan kedatangan Eitaro?” Ibu bertanya dengan nada menyelidiki.

Aku mengangguk karena pikirku Eitaro akan kembali ke Jepang tahun depan. “Aku pikir dia akan kembali tahun depan,” ucapku pada ibu.

Ibu tersenyum, lalu mengatakan jika Eitaro bisa lulus dengan waktu lebih cepat. Mungkin dia ingin segera kembali ke Jepang karena ayah membutuhkan bantuannya. Aku sadar dengan apa yang ibu katakan sebab aku tidak menerima permintaan ayah untuk membantu mengurus perusahaannya, aku lebih memilih membantu ibu.

Bagiku terasa tidak tepat jika aku ikut dalam semua keputusan di perusahaan ayah Arata. Yang tepat membantu ayah Arata adalah Eitaro seorang. Sedangkan perusahaan ibu menurutku tidak masalah karena itu adalah perusahaan yang ibu dirikan sendiri.

Mungkin aku akan kembali merebut semua yang berhak menjadi milikku. Sebelum itu terjadi lebih baik jika aku menemukan keberadaan ayah Kenzo. Karena sudah waktunya untuk keluar dari persembunyiannya, jika ayah tidak mau keluar maka aku akan mencarinya.

“Apa kau sudah menemukan keberadaan ayahmu?!” Ibu bertanya padaku.

“Aku belum menemukannya tetapi aku yakin ayah Kenzo masih hidup! Karena paman Daichi yakin jika ayah masih hidup!” jawabku.

Ibu menepuk pundak dengan senyumnya yang lembut, dia berkata akan selalu mendukung apa yang aku lakukan guna mencari ayah. Namun, ibu juga mengatakan jika harus berhati-hati terhadap paman Asamu.

Benar paman Asamu, aku harus berhati-hati dengannya. Tidak akan aku biarkan paman Asamu melakukan apa yang dia inginkan. Pembicaraan kami sudah selesai, ibu memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Guna membiarkan aku untuk beristirahat.

Beruntungnya aku bertemu dengan kau ibu, mungkin jika tidak bertemu dengan kalian—aku tidak tahu apakah akan tetap hidup atau sudah tiada. Demi kau ibu aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga perusahaan yang telah kau bangun dengan semua keringatmu.

Aku kembali merebahkan tubuh, mencoba untuk memejamkan kedua mata. Namun, semua usaha yang aku lakukan tidak berhasil. Pikiranku kembali memikirkan semua sikap Eitaro yang berubah. Aku tidak tahu apa yang ada di pikirannya kali ini.

***

Pagi ini aku akan ke kantor bunda terlebih dahulu, mungkin ada beberapa hal yang harus aku lakukan sebelum aku kembali ke Kyoto. Karena di sana juga aku mengurus cabang perusahaan yang bunda kembangkan.

“Pagi, Sayang.” Sapa ibu padaku yang sudah duduk di kursi sembari menyiapkan sarapan untuk ayah Arata.

“Pagi—Ibu, Ayah.” Aku menjawab dengan mengecup pipi ibu dan ayah. Karena itu selalu aku lakukan semenjak kecil dan tidak akan pernah berubah.

Aku duduk di tempat biasa aku duduki, tidak begitu lama Eitaro datang dan duduk di sampingku. Dia hanya diam, tidak banyak bicara. Ada apa dengannya? Kemarin dia begitu nakal sehingga menyerangku dan tidak mau memanggil aku dengan sebutan kakak.

“Kapan kau akan kembali ke Kyoto?” Ayah bertanya padaku dengan lembut. Aku menjawab, mungkin siang akan kembali ke Kyoto setelah mengurus sesuatu di perusahaan ibu.

Eitaro bertanya padaku, “Mengapa kau pergi ke Kyoto? Bukankah di Tokyo kau dibutuhkan?!”

Terlihat jelas ibu sangat sedih dengan apa yang ditanyakan oleh Eitaro. Dia sudah membuat ibu merasa sedih, aku tahu kesedihan itu untukku. Namun, aku tidak bisa selalu berada di sini karena di Kyoto aku bisa dengan bebas mencari keberadaan ayah Kenzo.

Aku sengaja pergi dari rumah ayah Arata, itu bukan tanpa sebab. Semua itu aku lakukan untuk memancing paman Asamu yang pasti akan mulai menyerangku dengan segala cara. Itu pula salah satu cara agar ayah Kenzo bisa keluar dari tempat persembunyiannya.

“Sudah aku jelaskan—semua ini harus aku lakukan! Bertindaklah kau sebagai adikku! Jaga Ayah dan Ibu selagi aku tidak ada.” Aku menjawab Eitaro dengan nada tegas.

Suasana sarapan pagi ini menjadi tidak enak, ini semua karena Eitaro yang kembali memancing kesedihan ibu. Ayah yang mengetahui jika suasana kali ini sudah tidak baik, memulai pembicaraan mengenai perusahaan.

Ayah juga mengatakan berencana menidurkan perusahaan cabang di Kyoto. Dan itu memerlukan pengawasan yang lebih, maka ayah akan mengirim Eitaro ke Kyoto. Itu juga sebagai tes apakah dia bisa mengurusnya atau hanya akan menjadi anak dari ibunya saja.

“Sayang, kau tidak boleh mengatakan itu padanya! Itu tidak baik untuk emosinya!” Ibu berkata pada ayah karena perkataan ayah bisa membuat Eitaro kecewa.

Ibu benar perkataan ayah terlalu keras pada Eitaro, apa mungkin itu semua untuk melatihnya menjadi pria lebih kuat dan tidak mudah terbawa emosi untuk mengurus semua bisnis ayah kelak.

“Tidak apa-apa Bu—aku tidak tersinggung, lagi pula semua ini untuk melatihku menjadi lebih kuat dan bertanggung jawab.” Eitaro berkata pada ibu dengan lembut.

Eitaro bertanya kembali pada ayah, kapan dia akan mulai mengurus perusahaan di Kyoto. Ayah menjawab jika semua sudah siap, maka dia sudah boleh pergi. Mungkin dalam sebulan Eitaro akan berada di Kyoto.

Ayah pergi dengan Eitaro menuju perusahaan sedangkan aku menunggu Kimiko. Ibu mengatakan padaku akan pergi terlebih dahulu karena akan menghadiri meeting.

“Setelah Kimiko tiba—kau segera ke kantor ya!” Ibu berkata padaku dengan senyum lalu mengecup kedua pipiku.

Aku duduk di atas sofa sembari memainkan ponsel, menunggu Kimiko yang terlambat datang membuatku kesal. Tidak biasanya dia terlambat, apakah terjadi sesuatu di jalan sehingga dia terlambat.

Pikiran buruk mulai menghinggapi aku, akhirnya aku menghubunginya tetapi dia tidak mengangkatnya. Sebenarnya dia masih di mana sih? Apakah bibi Sarada tidak mengizinkannya untuk pergi dari rumah.

Terpopuler

Comments

Titik Nurhayani

Titik Nurhayani

lama gk Up kok dikit amat Thor

2020-07-28

0

Muhammad Rizky

Muhammad Rizky

lanjut

2020-07-26

0

Nurul Ulfah Hidayah

Nurul Ulfah Hidayah

lanjut kak

2020-07-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!