“Hentikan Yuki!” teriak Kimiko.
“Tidak akan aku hentikan sebelum kau bangun dan bersihkan dirimu! Setelah itu kita kembali ke Kyoto.”
Akhirnya dia bangun dan berjalan menuju kamar mandi dengan menggerutu. Aku terkekeh jika dia menggerutu seperti itu, dia benar-benar terlihat seperti gadis kecil yang sulit di suruh membersihkan dirinya sendiri.
Ponsel berdering aku bergegas mengambil ponsel di atas nakas, lalu mengangkatnya. Karena yang menghubungiku adalah paman Daichi. Dia mengatakan jika aku harus ke Tokyo sebelum kembali ke Kyoto.
Setelah Kimiko membersihkan diri, aku menyuruhnya untuk merapikan semua barang miliknya. Dan mengatakan padanya jika kita harus kembali ke Tokyo baru ke Kyoto. Dia mengangguk lalu aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Membersihkan diri sudah selesai, saat aku hendak merapikan barang bawaanku. Semuanya sudah teratasi rapi, rupanya Kimiko membantuku untuk merapikan barang-barang yang aku miliki.
“Semuanya sudah rapi— kau bisa cek kembali!” ucap Kimiko padaku dengan tersenyum dan duduk di atas sofa.
Aku pun memeriksa kembali apakah ada yang tertinggal atau tidak. Semua yang dikerjakan oleh Kimiko sangat rapi dan tidak ada yang tertinggal satu pun. Dia memang sangat teliti jika mengenai hal-hal kecil seperti ini.
“Semua sudah siap— ayo kita kembali ke Tokyo!” ucapku sembari berjalan keluar dari kamar dan diikuti oleh Kimiko.
Terlihat dia sangat malas kembali ke Tokyo, ini pasti dia tidak mau bertemu dengan ayah dan ibunya. Karena mereka selalu menganggap Kimiko seperti anak kecil, padahal dia tidak ingin selalu dianggap sebagai anak kecil.
Beberapa jam kemudian aku tiba di Tokyo, aku melihat paman Daichi sedang bicara dengan paman Maru. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, saat melihatku tiba mereka langsung terdiam dan menyambut kedatanganku dengan hangat.
Sedangkan Kimiko dia langsung pergi setelah mengantarku sampai di rumah. Karena bibi Sarada sudah menghubunginya agar segera kembali ke rumah. Setelah bertegur sapa dengan paman Daichi dan paman Maru, aku memutuskan ke kamar karena ingin beristirahat sejenak.
“Apakah kau menyukai liburanmu kali ini?!” tanya seseorang padaku.
Aku memalingkan wajahku menuju suara yang bertanya padaku karena aku sangat mengenal suara ini dan aku sangat merindukannya.
“Ibu...,” teriakku dan berlari mendekatinya lalu memeluknya dengan erat.
“Benarkah ini kau, Bu?!” tanyaku serasa tidak percaya jika ibu ada di rumah karena yang aku tahu masih dua hari lagi baru kembali ke Jepang.
Ibu mengangguk lalu mengecup keningku dengan lembut, ini adalah sesuatu yang tidak akan tertinggal jika kami bertemu. Kecupan hangat di kening yang tidak boleh terlupakan atau tertinggal.
“Kau melupakanku? Aku menjadi sedih!”
Aku melepaskan pelukanku dari ibu dan melihat siapa yang bicara tadi. Rupanya itu adalah ayah Arata, tanpa mengatakan apa-apa aku langsung berlari ke arahnya dan memeluknya dengan erat. Dan ayah pun tidak lupa mengecup lembut keningku. Hatiku merasa bahagia dan tidak menyangka jika ayah dan ibu sudah berada di rumah.
“Kapan kalian tiba? Mengapa tidak mengabariku jika sudah berada di rumah?!” tanyaku pada ayah dan ibu.
“Rupanya putriku semakin cerewet saja— kau terlihat seperti ibumu!” Ayah berkata sembari menggodaku.
Ibu terkekeh mendengar ayah berkata seperti itu tetapi tidak lama lalu ibu terlihat marah pada ayah karena sudah menyebutnya cerewet. Melihat ibu marah, ayah bergegas mendekatinya dan memeluk ibu dengan erat.
Ayah mulai merayu ibu dengan kata-kata manisnya tetapi ibu tidak mau mendengar semua perkataan ayah. Dan akhirnya ibu pergi meninggalkan aku menuju ke kamarnya. Sebelum itu ibu mengatakan padaku untuk beristirahat.
Aku terkekeh saat ibu sudah marah terhadap ayah tetapi aku tahu ibu tidak sungguh-sungguh marah pada ayah. Mungkin ibu memberi waktu padaku untuk beristirahat sejenak. Aku beruntung bisa bertemu dengan ibu dan ayah, jika tidak ada mereka mungkin aku tidak akan menjadi seperti ini.
Berjalan secara perlahan menuju kamar dengan pikiran yang masih senang dengan kepulangan ayah dan ibu. Saat menaiki anak tangga, aku merasakan ada yang mengawasiku. Siapa yang berani melakukan ini di dalam rumah yang penuh dengan penjagaan yang sangat ketat ini.
Puk!
Ada yang menyentuh pundakku dengan refleks aku menarik tangan yang sudah memegang pundakku. Lalu memelintirnya sehingga terdengar erangan kesakitan.
“Lepaskan tanganku Yuki! Kau menyakitiku!” ucap seorang pria yang suaranya aku kenal.
Namun, aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Karena dia sudah membuatku merasa terancam, dia berusaha lepaskan tangannya. Dia mulai mengeluarkan jurusnya sehingga bisa lepas dariku.
Terjadilah perkelahian kecil antara kami berdua, dia sudah banyak berubah. Keahliannya sudah ada kemajuan, sekarang dia bisa menghadapiku dengan waktu yang cukup lama. Aku tidak menyangka jika dia sudah sehebat ini, mungkin sebentar lagi aku akan kalah olehnya jika dia terus mengasah keahliannya.
Bug!
Bug!
Whussss!
Aku melayangkan pukulan dan berkali-kali dan diakhiri oleh tendangan. Dia berhasil menangkis semua seranganku, aku tersenyum padanya. Terlihat dia juga membalas senyumanku tetapi senyumnya mengandung arti bahwa dia merasa senang bisa mengalahkan semua jurusku.
“Sudah hentikan Eitaro! Biarkan Yuki beristirahat!” ucap ayah yang melihat kami berkelahi.
Namun, dia tidak menghentikan serangannya padaku. Aku menerima semua serangan darinya dan bertahan karena ingin tahu sampai di mana kemampuannya meningkat. Dan aku juga tidak akan mengalah begitu saja terhadap bocah ini.
“Ayo— kita lanjutkan bocah!” ucapku padanya.
“Jangan panggil aku bocah, Yuki!” Dia berkata dengan nada kesal lalu kembali menyerangku.
Sebenarnya ada apa dengannya, mengapa dia terlihat sangat kesal setelah aku memanggilnya seperti itu. Padahal dulu dia tidak pernah terlihat kesal jika aku memanggilnya bocah.
Bug!
Bug!
Di terus menghujaniku dengan pukulannya, gerakannya semakin cepat dan bertenaga. Apakah dia sudah mulai serius dengan serangannya padaku. Sepertinya aku sudah benar-benar membuatnya sangat marah.
Brugggg!
Aku terjatuh karena menahan tendangan darinya yang begitu kuat. Tidak aku sangka bisa kalah olehnya saat pertemuan kami yang pertama setelah empat tahun tidak bertemu.
“Apa kau mengaku kalah, Yuki?” tanyanya padaku sembari mengulurkan tangannya guna membantuku untuk berdiri.
Aku tersenyum lalu menerima uluran tangannya dan berdiri kembali. Dia pun membalas senyumanku dengan lembut, dia sudah berubah. Terlihat semakin dewasa tetapi aku merasa dia masih saja seperti adik kecilku Eitaro.
“Panggil aku Kakak!” ucapku padanya karena aku lebih suka jika dia memanggilku kakak.
“Mulai sekarang aku akan memanggilmu Yuki! Kau tidak bisa melarangku atau memerintahku!” jawabnya dengan nada dingin padaku.
Apa aku tidak salah mendengar apa yang dikatakan oleh Eitaro, mengapa dia begitu berubah seperti ini. Apakah ibu dan ayah mengetahui sikap Eitaro yang berubah seperti ini? Dia membuatku tidak habis pikir.
___________________________________________
Sampai jumpa di bab berikutnya...
Jangan lupa ya like, komen yang membangun, jadikan favorit juga ya😉
Ehh satu lagi jangan lupa follow Instagram macan ya, @macan_nurul
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Ainur Risma
lama, gk up thor
2020-07-25
0
Nur-Ain Selalu Setia Menanti
di tunggu lanjut nye😊
2020-07-14
1
Rofi Ridwan
ditunggu kelanjutannya thot
2020-07-14
0