Di dalam sebuah ruangan luas yang berada di lantai delapan bangunan megah itu. Anisa nampak diam. Menatap tajam kearah pria yang kini nampak duduk di sebuah sofa single disana dengan satu kaki yang ditekuk di atas kaki satunya.
Ya, kini kedua anak manusia itu tengah berada di sebuah ruang kerja milik pria itu. Laki laki itu sengaja mengajak Anisa ke ruangannya untuk bicara berdua. Sedangkan Betrand yang merupakan asisten sekaligus sepupu dari pria itu diminta untuk menunggu di luar ruangan.
Laki laki berparas kebarat baratan itu nampak menatap datar ke arah sebuah testpack bergaris dua yang tergeletak di atas meja. Itu adalah testpack milik Anisa. Satu satunya bukti yang Anisa punya untuk membuktikan bahwa dirinya hamil anak Luke.
Laki laki itu mengubah arah pandangnya, menoleh ke arah paras ayu wanita cantik bernama Anisa yang sejak tadi menatapnya seolah penuh dendam. Seorang wanita muda dengan wajah manis serta penampilan yang sederhana khas perawan desa yang polos. Cukup menarik, membuat seutas senyuman terbentuk dari bibir pria itu.
"Ekhmm...." Pria itu berdehem. Anisa sama sekali tak mengubah arah pandangnya.
"Boleh minta tolong, jangan menatap saya seperti itu?" tanya pria tersebut yang sama sekali tak direspon oleh Anisa. Sepertinya dendam, kebencian, dan emosi benar benar menguasai gadis desa itu.
Tak mendapatkan jawaban apapun, laki laki itu kemudian menegakkan posisi duduknya sembari menarik nafas panjang.
"Oke, kalau begitu sekarang kita bisa mulai pembicaraan kita," ucap laki laki itu kemudian. Ia lantas menurunkan satu kakinya. Lalu menggerakkan kedua lengannya bertumpu di kedua ujung pahanya. Ia menatap Anisa dengan sorot mata menyelidik.
"Jadi apa tujuan kamu datang kemari?" tanya laki laki itu. Anisa makin menajamkan pandangannya. Ia sudah mengeluarkan banyak tenaga dengan marah marah di depan kantor itu. Ia pikir Luke pura pura bodoh karena tak mau di cap jelek oleh karyawan karyawannya. Tapi ternyata ia salah, sudah sampai di ruangan ini ia masih saja berlaku sok polos. Menjijikkan!
"Masih mau pura pura bodoh kamu?" tanya Anisa. "Nggak capek apa pura pura terus?!"
Pria itu diam sejenak, lalu tersenyum simpul kemudian.
"Oke, jadi kamu hamil? Anak saya? Begitu?" tanya pria itu. Anisa tak menjawab. Ia muak melihat gaya laki laki itu yang terlihat sok tenang dan bijak. Laki laki ini memang pandai bersandiwara...!
"Sekarang saya tanya sama kamu, kamu punya bukti kalau kamu beneran hamil dan itu anak saya, selain dengan benda ini?" tanya pria itu sembari melirik ke arah testpack yang berada di atas meja itu.
"Saya lihat perut kamu rata rata aja," ucap pria itu lagi seolah meragukan Anisa.
Anisa menggelengkan kepalanya samar seolah tak habis pikir dengan tingkah polah pria itu.
"Masih sok polos? Bukannya kamu yang bilang kalau kamu udah mematikan semua kamera CCTV kafe agar saya nggak punya bukti apapun untuk menuntut kamu?!" tanya Anisa mulai menangis lagi. Laki laki mengangkat dagunya.
"Mau pura pura lupa kamu? Mau pura pura lupa kalau kamu pernah datang ke cafe tempat saya kerja malam malam, cafe milik pacar kamu. Kamu datang, kamu minta saya membersihkan ruangan pacar kamu lalu kamu kunci semua pintu cafe, kamu minta teman saya pulang meninggalkan saya sendiri di tempat itu sama kamu. Lalu kamu paksa saya, kamu sakiti saya, kamu tertawa di atas tangisan saya, kamu hancurkan saya, lalu kamu antar saya pulang setelah saya pingsan, kamu lempar saya ke depan rumah saya setelah kamu berhasil merenggut satu satunya harta yang saya punya!! Mau pura pura lupa, kamu?!!" ucap Anisa histeris sembari melempar asbak yang berada di atas meja itu ke arah pria tersebut di akhir kalimatnya.
Laki laki itu mengelak. Asbak jatuh tepat di pangkuannya. Membuat puntung rokok dan abunya itu jatuh berceceran mengenai jas mahalnya. Pria tampan itu menghela nafas panjang. Ia kemudian meraih asbak itu dengan tenang dan meletakkannya di atas meja, lalu membersihkan kemeja dan celananya yang kotor itu dengan tenang.
Anisa menangis lagi dengan dada naik turun mengingat tragedi mengerikan malam itu. Laki laki itu lantas menatap ke arah Anisa, masih dalam mode tenangnya.
"Baik. Sekarang saya tanya, maksud tujuan kamu datang kesini apa? Kamu mau saya menikahi kamu?" tanya laki laki itu. Anisa tak menjawab.
Laki laki itu kemudian menghela nafas panjang.
"Saya nggak bisa sembarangan menikahi seorang wanita. Maaf, tapi kamu bukan orang pertama yang datang pada saya dan mengaku hamil anak saya." ucapnya.
Anisa menggelengkan kepalanya samar.
"Saya minta maaf, jika saya sudah menghancurkan hidup kamu. Tapi jika kamu meminta saya bertanggung jawab, tentunya semua itu butuh waktu dan pembuktian," ucap pria itu lagi dengan bijak seolah tak menggambarkan sosok pria mata keranjang seperti Luke yang sering orang orang katakan.
"Dimana kamu tinggal sekarang?" tanya laki laki itu lagi.
Anisa diam sejenak. Ia nampak mengusap lelehan air matanya.
"Di kos putri milik saudara teman saya," ucapnya kemudian.
"Sendiri?" tanya pria itu lagi. Anisa mengangguk.
"Orang tua kamu tahu kalau kamu datang ke sini untuk menemui saya?"
Anisa diam sejenak, lalu mengangguk. "Saya pamit hanya pergi beberapa hari. Saya cuma bilang bahwa saya akan bawa kamu menemui mereka dan mengatakan bahwa saya nggak salah. Kamu yang menodai saya. Saya nggak minta kamu menikahi saya. Karena saya tahu itu nggak akan mungkin. Saya hanya ingin kamu mengatakan pada nenek dan ibu tiri saya bahwa saya bukan wanita murahan karena hamil tanpa suami! Saya cuma mau bilang kalau saya korban pemerk*saan disini, dan kamu pelakunya!" ucap Anisa lagi, yang lagi lagi tak bisa mengontrol emosinya. Ia berucap dengan suara memburu dan mata menajam.
Laki laki itu diam sejenak. Ia lantas tersenyum hangat. "Baiklah. Untuk sementara, kamu tetaplah tinggal di tempat itu. Bilang sama orang tua kamu, kamu mungkin akan lama tinggal disini, mungkin sampai anak kamu lahir."
"Jika memang kamu hamil, maka saya akan bertanggung jawab. Semua kebutuhan kamu dan bayi kamu selama di kota ini akan saya penuhi. Saya akan menunggu sampai anak itu lahir. Dan kita buktikan, apakah benar anak yang kamu bilang ada di rahim kamu itu adalah anak saya atau bukan. Jika benar, maka saya akan menikahi kamu secepatnya." ucap pria itu. Anisa terdiam. Ia sedikit terkejut mendengar ucapan pria itu yang mengaku akan menikahinya.
"Maaf, bukannya saya nggak percaya atau meragukan kamu, tapi biar bagaimanapun, semua itu butuh pembuktian, bukan? Seperti yang saya bilang, kamu bukan orang pertama yang datang pada saya dan berucap hal seperti ini. Dan dari sekian banyak wanita yang datang, semuanya meragukan dan tak sedikit yang terbukti berbohong. Mereka hanya mengincar harta saya."
"Jika memang kamu benar benar hamil, maka saya tidak akan lari dari tanggung jawab. Saya akan menikahi kamu dan menjadikan kamu istri saya. Saya akan datang ke keluarga kamu, menjelaskan semuanya, membersihkan nama baik kamu, dan meminta maaf sama mereka. Saya pastikan tidak akan ada manusia yang akan menilai kamu sebagai wanita murahan, sesuai dengan permintaan kamu."
"Tapi, jika kamu terbukti berbohong, maka saya tidak akan segan segan membawa masalah ini ke jalur hukum. Karena ini sudah menyangkut nama baik saya juga keluarga saya. Bagaimana?" tanya pria itu.
Anisa diam. Ini tak seperti yang Anisa bayangkan. Respon Luke tak seburuk yang ia kira. Ia pikir laki laki itu akan mengelak, mengusir, lalu memutar balikkan fakta kala ia mengungkapkan perihal kehamilannya.
Namun ini tidak. Meskipun pria itu sempat pura pura bodoh pada awalnya, namun pria itu mengatakan bahwa ia bersedia bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Anisa meskipun harus ada pembuktiannya terlebih dahulu. Ia bahkan mengatakan akan menikahi Anisa. Benarkah ini? Atau ini hanya akal bulus pria tampan itu? Pikir Anisa ragu.
"Bagaimana, Anisa?" tanya pria itu lagi.
Anisa diam sejenak. Ia lantas mengangkat dagunya.
"Lalu bagaimana dengan Bu Jesslyn? Bukannya kamu mau tunangan sama dia?" tanya Anisa. Laki laki itu menyipitkan matanya.
"Jesslyn?" tanyanya. Sepasang anak manusia itu diam sejenak. Mereka nampak saling pandang. Laki laki itu nampak berusaha mengingat sesuatu. Lalu...
"Oh, Jesslyn?! Iya, Jesslyn!! Emm, itu urusan saya. Saya akan handle semuanya. Yang terpenting bagi kamu sekarang adalah, kamu rawat bayi yang ada dalam kandungan kamu itu dengan baik. Saya akan memenuhi kebutuhan gizinya selama dalam kandungan. Dia harus tetap hidup jika kamu mau saya bertanggung jawab atas semua perbuatan saya sama kamu," ucap pria itu tegas. Laki laki itu kemudian bangkit, mendekati sebuah rak kayu disana dan meraih sebuah notebook serta pulpen yang berada di atasnya.
"Tulis alamat kost-an dan nomor telepon kamu disini," titah pria itu sembari meletakkan kertas notebook di tanganku tepat di hadapan Anisa. Wanita hamil itu nampak menatap kertas dan pulpen itu. Sedangkan pria tampan itu kini nampak kembali mendudukkan tubuhnya di sebuah sofa single di sana. Anisa mulai menuliskan alamat kos-an putri tempat tinggalnya, lalu menyerahkannya pada pria itu.
Laki laki itu tersenyum menatap tulisan tangan Anisa. Ia kemudian merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah dompet dan mengambil satu kartu nama dari sana kemudian menyerahkannya pada Anisa.
"Itu kartu nama saya, kalau ada apa apa, kamu bisa hubungi saya ke nomor itu. Ingat, kalau kamu memang benar benar hamil dan mau saya bertanggung jawab, kamu harus ikuti kata kata saya. Saya mau anak dalam kandungan kamu itu sehat dan selamat tanpa kekurangan suatu apapun. Jika sampai terjadi apa apa sama anak itu, maka jangan pernah mimpi untuk saya bertanggung jawab atas apa yang kamu tuduhkan pada saya."
"Besok pagi saya akan jemput kamu. Kita ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilan kamu. Saya ingin memastikan, bahwa kamu benar benar tengah mengandung sekarang!" ucap laki laki itu seperti tak sepenuhnya percaya dengan apa yang Anisa ucapkan perihal kehamilannya.
Anisa tak menjawab. Ia sibuk membaca kartu nama yang kini berada di tangannya.
"Louis Edgar Davis?" tanya Anisa sambil menoleh ke arah pria itu.
Laki laki itu tersenyum. "Itu nama saya," ucapnya.
Anisa mengernyitkan dahinya. "Bukannya Luke?"
Pria itu tersenyum. "Luke adalah nama panggilan saya waktu kecil," ucapnya.
Anisa diam. Kok nggak nyambung, pikirnya.
"Kamu bisa memanggil saya Louis mulai sekarang. Karena semua orang memanggil saya dengan nama itu," tambahnya.
Anisa diam tak menjawab. Pria yang mengaku bernama Louis itu kemudian menegakkan posisi duduknya sembari merapikan jasnya yang memang sudah rapi itu.
"Ada lagi yang ingin kamu sampaikan?" tanya Louis.
Anisa diam, lalu menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, kalau sudah tidak ada yang ingin kamu sampaikan, kamu bisa keluar. Saya juga mau pulang," ucap Louis.
Anisa tak menjawab.
"Atau, kamu butuh supir untuk mengantar kamu?" tambahnya. Anisa menggelengkan kepalanya.
"Baiklah kalau begitu. Kamu bisa keluar sekarang," ucapnya.
Anisa tak menjawab. Wanita itu kemudian bangkit. "Saya permisi!" ucapnya sedikit judes sembari mengusap lelehan air matanya. Louis tak menjawab. Ia hanya tersenyum sambil mengangguk tanpa berpindah dari posisi duduknya.
Anisa berlalu pergi. Laki laki itu kemudian bangkit, berjalan menuju pintu ruangan itu. Dilihatnya disana, Betrand sudah berdiri tepat di samping pintu ruangan Louis.
Louis menggerakkan tangannya, menyerahkan secarik kertas berisi nomor telepon dan alamat kost-an Anisa dengan sorot mata menatap lurus ke depan.
"Lagi?" tanya Betrand.
Louis mengangkat satu sudut bibirnya. "Emang anj*nk tuh manusia satu!" umpatnya tanpa menoleh sembari melangkahkan kakinya ke depan meninggalkan tempat tersebut. Betrand menghela nafas panjang. Ia mengikuti langkah kaki Louis di belakang.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
hitamanis
mungkin punya bipolar kali ya
2023-10-10
2
Riana
bener kan luke punya kembaran
2023-07-30
1
Mr.VANO
walaupun luies dg lembut penerimaanny,,tp kedengaranny masih minjijikan
2023-07-28
1