003

Hari hari berganti. Semua berjalan seperti biasanya. Anisa yang malang perlahan mulai berusaha bangkit menata kembali hidupnya yang hampir hancur. Setelah sempat mengurung diri dan tak mau bertemu orang luar, kini Anisa perlahan mulai terlihat lebih baik. Meskipun tak bisa sepenuhnya kembali seperti sedia kala, namun kini mulai terlihat ada kemajuan dalam diri Anisa. Ia sudah mulai bersedia keluar dari kamar. Tak melulu mengurung diri di dalam ruangan pribadi miliknya itu. Terlebih lagi, hampir setiap sore sepulang kerja, Tami, sahabatnya sejak masa sekolah yang juga pelayan di cafe Jesslyn itu selalu datang ke rumah Anisa untuk menjenguk wanita malang itu. Ia seolah tak mau berhenti memberikan semangat untuk Anisa, agar wanita itu mau bangkit dan menata masa depannya yang masih panjang.

Tami adalah satu satunya orang yang tahu tentang apa yang Anisa alami. Ia langsung datang menemui Anisa sehari pasca peristiwa naas itu. Setelah mendesak Anisa untuk bicara, Tami pun akhirnya berhasil mengorek informasi tentang wanita itu. Tentang Anisa yang rupanya telah menjadi korban pemerkosaan oleh kekasih dari atasannya sendiri.

Sore ini, Anisa baru selesai mandi. Wanita yang kini seolah berubah menjadi pendiam itu nampak sibuk membersihkan lantai ruang tamu dimana potongan potongan kain bekas jahitan sang nenek dan ibu tirinya nampak berceceran disana. Rumah itu terlihat sepi. Sang ibu sedang berada di kamarnya, sedangkan nenek Ranti tengah pergi keluar, entah kemana. Anisa dengan balutan atasan rajut berkerah berwarna coklat itu nampak begitu telaten membersihkan ruangan yang tak terlalu luas itu. Hingga...

"Assalamualaikum...." Suara itu berhasil membuat Anisa menoleh ke arah pintu utama rumah tersebut.

"Wa Alaikum Salam," jawab Anisa pelan dan tak begitu terdengar. Seorang wanita tua nampak masuk ke dalam rumah itu membawa satu kantong kresek hitam di tangannya.

"Eh, cucu Nenek udah udah mandi?" tanya nenek Ranti sembari mendekati Anisa. Anisa tak menjawab, ia hanya tersenyum simpul sembari meraih punggung tangan sang nenek dan menciumnya sebagai tanda bakti.

"Nenek dari mana?" tanya Anisa.

"Nenek abis dari cariin makan buat kamu. Nih, Nenek beliin kamu bakso. Kamu makan dulu, ya," ucap nenek Ranti sambil tersenyum. Ia mengangkat satu bungkus bakso dari dalam kresek hitam di tangannya itu.

"Nggak usah jajan melulu, Nek. Boros," ucap Anisa.

"Lho, ya nggak apa apa. Kan, kamu belum makan. Ini buat kamu makan." Nenek Ranti tersenyum. Ia memang sengaja membelikan bakso itu untuk Anisa. Mengingat kini Ratna melarang Anisa untuk menyentuh semua makanan dan barang barang milik Ratna. Ia tak mau melihat cucunya terus menjadi sasaran kemarahan Ratna.

"Udah, buruan dimakan dulu. Nanti keburu dingin nggak enak, lho" ucap nenek Ranti. Anisa hanya tersenyum lalu mengangguk. Ia dengan cepat menyelesaikan kegiatan menyapunya lalu dengan segera menuju meja makan untuk menyantap bakso yang neneknya belikan.

"Waduh, enak banget, ya! Udah nggak kerja, tapi tiap hari makannya enak enak terus. Udah kayak tuan putri aja!" sindir Ratna yang baru keluar dari kamar tidurnya dan bersiap untuk mandi itu. Anisa tak menjawab. Ia hanya menunduk diam. Ratna menatap sinis ke arah putri tirinya itu, kemudian melengos dan melangkah menuju kamar mandi sambil terus nyerocos mengeluarkan kata kata nyelekitnya untuk Anisa.

Wanita muda itu jadi kehilangan nafsu makannya. Anisa mengurungkan niatnya menuangkan satu bungkus bakso itu ke dalam mangkok. Ia memilih untuk pergi meninggalkan dapur dan membawa bakso itu ke kamar tidurnya dan menyantapnya di sana.

Anisa berjalan menuju kamarnya, melewati ruang tamu lantaran letak rumahnya memang berdampingan dengan ruang tamu. Saat Anisa baru saja hendak masuk ke dalam kamar itu, tiba tiba...

"Assalamualaikum!" Suara itu menggema, membuat Anisa menoleh ke arah sumber suara, tepat di depan pintu masuk rumah sederhana miliknya.

"Wa Alaikum Salam," jawab Anisa lembut. Dilihatnya disana, Tami nampak tersenyum sembari membawa sebuah kresek putih di tangannya.

"Masuk, Tam." Anisa mempersilahkan. Gadis berhijab hitam dengan seragam kerja berbalut jaket tebal itu lantas dengan riang masuk ke dalam rumah itu dan mendekati Anisa.

"Kamu lagi ngapain?" tanya Tami.

Anisa mengangkat rendah mangkok berisi satu bungkus bakso yang belum ia buka itu.

Tami nampak mengulum senyum, "Nih, aku juga bawain brownis buat kamu."

"Ya ampun, ngapain repot repot?" ucap Anisa pada sahabatnya itu.

"Ya, nggak apa apa. Hari ini kan aku gajian. Makanya aku bawain brownis buat kamu. Yuk, dimakan!" ucap Tami membuat Anisa tersenyum.

"Ya udah, tapi kita makannya bareng bareng, ya!" jawab Anisa. Tami hanya tersenyum sambil mengangguk. Sepasang sahabat itu lantas masuk ke dalam kamar Anisa dan menutup pintunya. Bergegas menyantap semua makanan yang berada di tangan mereka bersama sama.

Tami dan Anisa duduk di sebuah karpet plastik yang tergelar di sana. Tami membuka brownis nya, sedangkan Anisa kini nampak membuka bungkus bakso itu dan menuangkannya ke dalam mangkok. Tiba tiba...

"Hmmgg...." Suara itu berhasil membuat Tami menoleh ke arah sang sahabat. Anisa terdiam. Tiba tiba ia merasa mual. Aroma bakso itu terasa begitu menyengat di hidung Anisa. Sebuah hal yang dirasa tak biasa bagi wanita cantik sembilan belas tahun itu. Anisa menoleh ke arah Tami. Sepasang sahabat itu saling pandang seolah dengan sebuah pemikiran yang sama.

"Nis, kamu kenapa?" tanya Tami pelan penuh pertanyaan. Anisa diam tak menjawab. Wajahnya terlihat panik.

"Nis," ucap Tami lagi. Anisa menatap ke arah semangkuk bakso di hadapannya.

"Hmmgg...." Lagi, Anisa membungkam mulutnya, seolah menahan sesuatu yang memaksa keluar dari dalam sana. Tami menyentuh pundak Anisa.

"Kamu nggak apa apa?" tanya Tami.

"Hmmmmggg...." Anisa tak menjawab. Dengan cepat wanita itu bangkit, kemudian berlari keluar dari kamar tidurnya, menuju satu satunya kamar mandi yang berada di rumah itu.

Hoeekk..!

Hoeekk..!

Anisa muntah muntah hebat di dalam sana, membuat Tami nampak cemas dibuatnya. Tentu saja ia memikirkan hal yang tidak tidak. Terlebih lagi Anisa baru saja dirud*paksa oleh seorang pria beberapa minggu yang lalu. Tentu saja, berbagai pemikiran liar berkecamuk di otak Tami.

Nenek Ranti dan Ratna yang mendengar suara muntah muntah itu lantas keluar dari kamar masing masing, mendekati Tami yang kini berdiri dengan mimik wajah cemas tepat di depan pintu kamar mandi.

"Ada apa, Tam?" tanya nenek Ranti. Tami menoleh ke arah nenek dan ibu tiri Anisa itu secara bergantian. Terlihat jelas wajah judes dan sinis yang Ratna tunjukkan. Membuat Tami tak berani untuk mengatakan apapun pada kedua wanita beda usia itu.

Ceklek...

Anisa keluar dari kamar mandi rumahnya sembari mengusap air yang membasahi area sekitar mulut mungilnya.

"Ngapain kamu?" tanya Ratna ketus. Anisa diam, lalu menunduk.

"Kamu sakit, Nis?" tanya nenek Ranti khawatir. Anisa nampak tersenyum samar.

"Mungkin masuk angin, Nek" ucap Anisa sekenanya.

"Masuk angin apa hamil?!" ucap Ratna pedas.

Degghh...! Anisa reflek mendongak ke arah sang ibu tiri yang berucap bak tanpa filter itu.

"Ratna! Jaga bicara kamu!" ucap nenek Ranti pada sang putri. Anisa nampak menunduk. Wajahnya berubah tegang. Sesuatu yang dapat ditangkap dengan sangat jelas oleh Tami. Tentu saja wanita itu juga memiliki pemikiran ke arah sana. Mengingat beberapa minggu yang lalu ia baru saja menjadi korban keganasan dari kekasih atasannya sendiri.

"Awas ya, kamu! Kalau sampai kamu bikin malu saya dengan hamil di luar nikah, siap siap kamu, saya akan benar benar mengusir kamu dari rumah ini. Sudah cukup kamu menyusahkan saya selama ini. Saya nggak sudi nerima aib dari kamu! Apa lagi sampai ada anak haram kamu di rumah ini! Ngerti, kamu?!!" gertak Ratna dengan suara meninggi di akhir kalimatnya, membuat Anisa kini nampak menunduk takut lalu mengangguk samar.

"Sudah, sudah! Kamu itu ngomong apa? Nggak ada yang hamil di rumah ini. Anisa paling kurang enak badan. Beberapa hari terakhir ini kan Nisa makannya berantakan!" bela nenek Ranti.

Wanita tua itu kemudian menoleh ke arah sang cucu. "Nis, sekarang kamu masuk ke kamar, habisin makanan kamu. Terus istirahat," ucap nenek Ranti.

Anisa mengangguk. "Iya, Nek."

Wanita muda itu kemudian kembali masuk ke dalam kamarnya, diikuti Tami di belakangnya. Anisa kemudian menutup pintu kamar tersebut dan menguncinya dari dalam. Wajahnya terlihat tegang. Ucapan Ratna berhasil mengusik pikirannya.

Anisa berjalan mendekati ranjang. Ia lantas mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang tak terlalu luas itu diikuti sang sahabat di belakangnya.

Anisa menoleh ke arah Tami.

"Tam," ucapnya.

Tami diam menatap nanar ke arah Anisa. "Apa yang kamu pikirin?" tanya wanita berhijab itu.

"Tam, apa mungkin aku hamil?" tanya Anisa.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Cintaimu Syangmu

Cintaimu Syangmu

seratus persen hamil

2024-07-31

0

Riana

Riana

sepertinya anisa hamil

2023-07-30

1

Mr.VANO

Mr.VANO

bagai mn nasip si nisa,,sdh jatuh tertimpa tangga pulah,,siapa yg bisa membantuny,,,dtgkan palawan untk nisa 😢😢

2023-07-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!