"Assalamualaikum, Nek, Buk. Maaf, mungkin disaat Nenek dan Ibuk baca surat ini, Nisa sudah pergi jauh dari rumah Nenek dan Ibuk.
Nek, Ibuk, maaf, Nisa pergi nggak pamit. Nisa takut Nenek nggak ngizinin Nisa pergi kalau sampai Nisa bilang dulu sama Nenek dan Ibuk tentang niatan Nisa ini.
Nek, Buk, saat ini Nisa sedang mengandung. Nisa hamil anak dari laki laki yang sudah menodai Nisa. Nisa adalah korban pemerk*saan dari atasan Nisa sendiri. Maaf, kalau Nisa sudah membuat Nenek dan Ibuk kecewa. Semua terjadi bukan atas kehendak Nisa.
Nisa izin, Nek, Buk. Nisa akan pergi ke kota untuk mencari dan meminta pertanggungjawaban ayah dari bayi ini. Nisa pergi untuk sementara. Nisa janji, jika Ibuk dan Nenek mengizinkan, Nisa pasti akan kembali ke rumah setelah Nisa berhasil bertemu dengan ayah dari bayi ini. Doakan Nisa, semoga Allah mempermudah jalan Nisa untuk memperjuangkan hak calon anak Nisa.
Sekali lagi Nisa mohon maaf, jika keberadaan Nisa di tengah tengah keluarga Nenek dan Ibuk selama ini hanya sebagai beban. Nisa pamit. Nisa ada sedikit uang, itu uang tabungan Nisa. Dipakai ya Nek, Buk, semoga bisa jadi manfaat.
Salam sayang dari Anisa."
Degghh...!
"Nisa...." Wanita tua itu meremas sepucuk surat di tangannya. Hatinya bergetar. Perasaannya tak karuan. Pagi ini, tak ada angin tak ada hujan, tiba tiba saja ia tak bisa menemukan keberadaan cucu kesayangannya. Kamar itu kosong, rapi dan bersih. Sebagian baju baju Anisa yang berada di dalam lemari juga tak ada. Beberapa lembar uang seratus ribuan serta sepucuk surat tergeletak di atas nakas tertindih sebuah buku tulis.
Anisa pamit pergi dari rumah orang orang yang bukan keluarga kandungnya itu. Berniat mencari ayah dari si bayi yang entah dimana keberadaannya.
Nenek Ranti nampak meremas kertas di tangannya. Apa yang Anisa pikirkan? Bagaimana mungkin dia punya pemikiran seperti itu? Mau hidup dimana dia nantinya? Mau kemana dia? Kemana ia akan mencari ayah dari calon buah hatinya?
Nenek Ranti nampak mengembun. Anisa pasti dalam situasi yang kalut sebelum memilih jalan ini. Ia pasti bingung. Ia tak enak hati. Ia takut jika Ratna marah padanya, makanya ia memilih untuk pergi dari rumah itu sebelum Ratna mengusirnya.
Tapi mau kemana dia? Anisa tidak punya siapa siapa di luar sana! Dimana ia akan tinggal? Dengan siapa ia pergi? Sungguh, nenek Ranti dibuat risau olehnya.
..........
Sementara itu di tempat terpisah. Di dalam sebuah bus yang melaju menuju ibukota negara itu. Seorang wanita muda berjaket hitam nampak memejamkan matanya sembari memeluk boneka beruang berwarna coklat miliknya.
Ya, itu adalah Adiba Anisa. Wanita yang tengah hamil muda itu kini sedang dalam perjalanan menuju ibu kota setelah pergi tanpa izin dari rumahnya dini hari tadi. Ya, setelah berfikir cukup keras dan mempertimbangkan ucapan dari sahabatnya beberapa hari yang lalu, akhirnya Anisa bertekad untuk pergi mencari Luke, ayah dari bayi yang dikandungnya.
Bermodalkan uang tabungan, uang hasil penjualan kalung miliknya, secarik kertas berisi alamat kantor perusahaan milik Luke, serta sebuah alamat kos kosan milik salah satu keluarga Tami yang akan menjadi tempat tinggalnya sementara, Anisa berangkat seorang diri menuju ibu kota. Harap harap ia bisa mendapatkan keadilan dari Luke.
Ia hanya ingin laki laki itu tahu tentang kehamilannya
lalu meminta pertanggung jawaban padanya. Ia tak mau menanggung aib ini seorang diri. Luke harus ikut bertanggung jawab karena ini semua adalah hasil dari perbuatannya.
Bus terus melesat menuju tempat tujuan. Anisa yang tak tidur semalaman itu sejak tadi terus memejamkan matanya. Lelah, mengantuk, juga mual. Mungkin efek ngidam. Ditambah lagi suasana bus yang dipenuhi manusia dengan berbagai aroma yang menyeruak dari tubuh mereka, membuat Anisa seolah dibuat teler olehnya.
Cukup lama waktu yang di tempuh untuk menuju ibukota. Anisa yang berasal dari salah satu daerah pelosok negeri itu harus melewati banyak kota lain untuk bisa sampai di kota tempat dimana Luke berada.
Hingga beberapa jam kemudian, saat jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga sore, kendaraan antar kota antar provinsi itu sampai di terminal tujuan.
Anisa turun dari kendaraan yang ditumpanginya. Wanita cantik dengan ransel hitam serta sebuah boneka beruang berukuran besar di tangan itu lantas mengayunkan kakinya, menjauh dari bus yang kini berhenti di terminal besar itu.
Anisa merogoh saku jeansnya. Mengeluarkan ponsel miliknya dan membukanya. Sebuah pesan masuk dari Tami.
"Nis, nanti yang jemput om aku, ya. Namanya Almeer. Dia katanya nungguin kamu di depan pintu keluar terminal. Dia pakai kaos putih lengan hitam. Kamu cari, ya," tulis Tami dalam pesan yang ia kirimkan lima belas menit yang lalu itu.
Anisa tersenyum. "Iya, makasih banyak ya, Tam."
Wanita itu lantas memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya. Ia kemudian berjalan menuju pintu keluar terminal, tempat dimana salah satu kerabat Tami sudah menunggu di sana.
Ya, Tami meminta tolong pada salah satu kerabatnya di kota untuk memberikan tempat tinggal sementara bagi Anisa. Paling juga Anisa tidak akan lama di kota itu, pikir Tami.
Anisa mengedarkan pandangannya, mencari sosok pria berkaos putih dengan lengan hitam yang katanya adalah Om-nya Tami itu.
Anisa kemudian menyipitkan matanya. Dilihatnya di sana seorang pria muda berusia kurang lebih dua puluh delapan tahunan, berperawakan tinggi tegap dengan kulit putih. Pria itu nampak celingukan, seperti tengah mencari sesuatu.
Anisa kembali mengedarkan pandangannya ke segala arah. Satu satunya pria berkaos putih dengan lengan hitam hanyalah pria itu seorang. Tak ada lagi yang lain.
Anisa kemudian mengangguk. Itu pasti Om-nya Tami. Dengan segera Anisa pun setengah berlari mendekati pria dewasa itu.
"Permisi," ucap wanita muda dengan boneka beruang dalam pelukannya itu. Si pria menoleh. Menatap Anisa dari atas sampai bawah.
"Ya," jawab pria itu.
"Maaf, Mas ini, Mas Almeer, ya?" tanya Anisa ragu ragu. Pria itu diam. Ia mengamati penampilan wanita di hadapannya itu dari atas sampai bawah, lalu menganggukkan kepalanya.
"Om-nya Tami?" tanya Anisa lagi. Laki laki itu mengangguk lagi.
"Iya. Kamu......." ucap laki laki itu menggantung.
Anisa tersenyum, "Saya Anisa, Om. Temennya Tami dari kampung." Anisa mengulurkan tangannya.
Laki laki yang mengaku bernama Almeer itu lantas mengangkat dagunya lalu tersenyum.
"Oh iya, Anisa..." ucap pria itu manggut-manggut. Ia menjabat uluran tangan gadis manis itu Anisa tersenyum sambil mengangguk.
"Saya Almeer, Om-nya Tami," ucap pria itu.
"Iya, Om," jawabnya.
"Iya, iya. Tami udah cerita soal kamu ke saya," ucap pria bernama Almeer itu.
"Iya, Om." Anisa mengangguk samar.
"Jangan panggil Om, dong. Saya nggak setua itu. Cukup Tami aja yang panggil saya Om. Kamu jangan," ucap Almeer.
"Terus saya harus panggil apa?" tanya Anisa.
"Panggil Kak aja." Laki laki itu memberikan saran. Anisa pun tersenyum manis.
"Oh, iya, Kak," jawabnya.
Almeer tersenyum. Keduanya kemudian diam sejenak. Diam diam pria itu mengamati gadis itu dengan cermat. Cantik, manis, dan kelihatannya polos. Sayang, sudah hamil duluan, pikir Almeer.
Laki laki itu kemudian tersenyum. "Ya udah, mau pulang sekarang? Kamu pasti capek abis perjalanan jauh," ucap pria yang sepertinya cukup ramah itu.
Anisa mengangguk. "Boleh, Kak," ucapnya.
Almeer tersenyum. "Ya udah, yuk."
Anisa mengangguk lagi. Laki-laki itu kemudian mengajak Anisa untuk pergi dari terminal. Ia mengajak wanita itu masuk ke dalam mobilnya dan membawanya pergi menuju kediamannya
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Riana
semoga almer dpt membantu nisa
2023-07-30
1
Mr.VANO
smg om ny tami baik dan tulus ya,,,jngan sampai dia menimpali pebuatan sabun luke
2023-07-28
1
Retnomaulida
smoga luke ngidam
2023-07-08
1