Margareth menghampiri Hana yang baru saja masuk ke tempat persembunyiannya itu. Dia tampak bingung, bagaimana bisa sahabatnya itu datang ke tempat seperti itu dan kenal dengan anak-anak yang aneh.
"Tempat apaan ini? dan siapa mereka?" bisik Hana pada Margareth.
"Mereka.." Margareth menggantung ucapannya. Dia tidak tahu harus menjelaskannya seperti apa.
"Mereka kenalanku," lanjutnya.
"Nah," Margareth memberikan sebotol air mineral yang dia ambil di atas meja kepada Hana.
"Kamu tunggu sebentar, aku mau ngobrol sama dia," lanjutnya sambil menoleh ke arah Helmi.
Hana ikut menoleh dan melihat Helmi. Tatapan dingin Helmi membuat Hana merasa tak nyaman. Dia mendekat ke Margareth dan berbisik, "Dia serem banget.." lalu melesat keluar.
Margareth kembali dan menghempaskan tubuhnya di tempat duduk yang terbuat dari ban mobil bekas.
"Teman mu?" tanya Helmi.
"Uhm.."
Helmi membuka tas yang di bawanya, kemudian mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam sana. Dia mengintip isinya, lalu menyodorkan nya pada Margareth.
"Motornya dijual sama Leo,"
Margareth menatap Helmi dengan tatapan kebingungan, lalu menatap amplop yang disodorkan padanya.
Baru kali ini dia menemukan orang yang adil seperti Leo. Biasanya, saat Margareth menyerahkan hadiah kemenangannya pada juara kedua, mereka tidak pernah membaginya seperti ini.
Margareth meraih amplop itu dan menuang isinya.
"30/70. Dia ambil bagian 30% dari hasil jual. Dan itu sisanya.." jelas Helmi.
Margareth tidak tahu berapa harga jual motor. Tapi uang di tangannya itu masih tersisa sangat banyak. Dia tidak tahu harus berbuat apa dengan uang itu. Karena dia bukan orang yang kekurangan uang.
Margareth menghela napas pasrah, kemudian memasukkan kembali uang itu kedalam amplop dan meletakkannya.
"Masukin ke kas aja, Kak. Kali aja nanti anak-anak ada yang butuh.." tutur Margareth.
Helmi mengangkat sebelah alisnya dan menatap Margareth. Kemudian menghela napas beratnya.
Sejak awal Helmi selalu penasaran dengan Margareth karena Margareth belum pernah bercerita tentang kehidupannya. Dia hanya bilang kalau Ayahnya sering memukulnya.
Ingin bertanya pun dia merasa sungkan. Dia menghargai privasi Margareth. Tapi ini sudah 3 tahun mereka berteman, dan dia tidak tahu apa-apa tentang Margareth.
Dia tidak menyalahkan Margareth, karena dia sendiri juga tidak pernah membuka identitasnya pada teman-temannya. Termasuk juga Margareth.
Mereka semua saling menghargai privasi masing-masing.
"Re, gimana kalo kamu berhenti aja?" ucap Helmi yang membuat Margareth mengerutkan keningnya.
"Lain kali jangan ikut-ikutan lagi," lanjut Helmi yang membuat Margareth menoleh dan menatap Helmi dengan tatapan tak setuju.
"Kenapa?" tanya Margareth tak terima.
"Kamu sudah berjalan terlalu jauh, aku tidak ingin kamu tenggelam lebih dalam lagi. Di komunitas itu banyak banget Geng-geng yang berbahaya.." tutur Helmi.
"Aku cuma ikutan balapan aja, gak tawuran!"
"Aku tidak ingin kau kena imbas dari perbuatan ku dan anak-anak dulu. Kami dulu sering mencari masalah dengan anak-anak Geng lain. Aku tidak ingin kau kena imbasnya,"
"Biar aku saja yang main dengan mereka. Aku bisa memberikan hadiahnya padamu," lanjut Helmi.
Margareth menghela napas panjang, lalu mendekat dan duduk di samping Helmi.
"Aku tidak menginginkan hadiahnya," lirih Margareth sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak bisakah sekali saja kau mendengarkan ku!?" bentak Helmi.
Helmi yang Margareth kenal selama ini adalah pria yang dingin namun lembut. Dia tidak pernah meninggikan suara meskipun bertengkar dengan teman-temannya. Dia lebih memilih untuk diam daripada terbawa emosi dan meledak.
Tapi..
Margareth bingung harus berbuat apa. Tangannya mulai berkeringat, dadanya terasa sesak. Tiba-tiba saja dia ingin menangis.
Dia paling mengerti dirinya sendiri. Dia bukan orang yang mudah menangis seperti kebanyakan perempuan.
Matanya mulai berkaca-kaca. Dia mencengkeram dengan erat ujung jaketnya.
Sedangkan Helmi yang baru sadar dengan apa yang telah dia lakukan pun merasa bersalah. Dia telah melampiaskan emosi pribadinya pada Margareth.
"Re, maaf aku gak berma~"
Margareth langsung bangkit dari duduknya dan berlari keluar.
"Re, tunggu!"
Margareth sudah tidak bisa menahan air matanya. Dia menarik Hana yang sedang mengobrol dengan Dion di depan, mengajaknya berlari menuju motornya.
"Cepat naik!"
Hana yang kebingungan itu hanya bisa menurut dan segera naik setelah Margareth menyalakan mesinnya. Margareth menancap gas nya dan melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
"Margareth!" teriak Helmi sambil berlari untuk menyusul Margareth. Namun nihil.
"Sial!" umpat Helmi.
Dion yang menyaksikan hal itu langsung menghampirinya.
"Bocah ingusan itu nangis? lu apain bocah beton itu sampe bisa nangis?"
"Hebat lu, gue yang usaha mati-matian bikin dia nangis aja sampe nyerah.." lanjut Dion sambil mengacungkan jempolnya.
"Argh~ brisik lu bocah!" seru Helmi dengan frustasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
tya~
Hayolo😆
2023-07-17
1