Ch.6

Heels yang dia kenakan hanya setinggi 3 senti. Dan sudah 3 kali juga dia hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangannya.

Dia seperti kehilangan dirinya sendiri. Kepercayaan dirinya yang sebesar motornya itu tiba-tiba hancur begitu saja.

Dia menghela napas panjang.

Tentu saja hal itu membuat beberapa orang dalam lift menoleh padanya, termasuk kedua orang tuanya.

"Gugup?" tanya Vivian.

Margareth hanya menjawabnya dengan senyum dan gelengan kecil. Jawaban yang sebenarnya hanya dia dan Tuhan yang tahu.

Mereka sudah di dalam area restoran. Jantung nya berpacu semakin cepat, membuatnya sulit untuk berkonsentrasi. Semoga saja dia tidak membuat kesalahan yang akan mempermalukan dirinya sendiri.

Dia menundukkan kepalanya, tidak siap untuk menatap orang yang telah lama tidak dia jumpai. Dia berjalan mengikuti arah kaki Ibu dan Ayahnya yang memimpin di depan.

'Sudah sampai?' batin Margareth yang segera menghentikan langkahnya saat langkah kedua orang tuanya terhenti.

"Heka! lama tidak berjumpa.."

"Vivian.."

Terdengar suara seorang pria dan wanita yang tidak berubah dan masih dapat dia ingat dengan jelas. Albert, kepala keluarga Nugraha. Dan istrinya, Rosalia. Ayah dan Ibu Chandra.

"Heka kecil..."

"Ya Tuhan! dia sudah tumbuh dengan cantik, dan juga semakin seksi.." ucap Rosa dengan penuh semangat.

'Panggilan konyol macam apa lagi itu?' batin Margareth.

Dengan terpaksa Margareth mengangkat kepalanya. Lalu tersenyum tipis pada dua orang di depannya itu.

"Ayo, silahkan duduk.." Rosa mempersilahkan keluarga mereka untuk duduk.

Diam-diam Margareth mencari-cari sosok yang tidak ada di sana. Kemudian duduk di tempat yang dia yakin tidak akan berhadapan dengan Chandra.

"Maaf, mungkin Chandra akan sedikit terlambat.." ujar Rosa.

Margareth merasa bersyukur karena hal itu. Sebelumnya dia sudah terlalu banyak berpikir. Bagaimana jadinya kalau dia yang terlambat, dia tidak ingin pria itu menatap kedatangannya.

Tapi yang membuatnya sedikit lesu adalah keterlambatan pria itu. Jelas sekali apa yang dia katakan sebelum pergi ke luar negeri adalah kebenaran.

Margareth tertunduk, hatinya terasa sakit jika mengingat saat itu.

"Kenapa sayang?" tanya Rosa.

"Haha..anak muda memang mudah sekali untuk di tebak. Pasti dia merasa sedih karena Chandra terlambat datang. Anak kurang ajar itu memang harus di beri peringatan!" sahut Albert.

"Tidak Om, Tante..tidak apa-apa," Margareth melambaikan tangannya.

Sepuluh menit berlalu, namun sosok yang ditunggu-tunggu tak kunjung menampakkan diri. Berulang kali Albert menghela napas panjang dan meminta maaf pada keluarga Hekamartha.

Makanan di hadapan mereka sudah hampir mendingin. Air di water goblet Margareth juga sudah berulang kali di isi.

"Kita makan dulu saja.. nanti aku akan memberi pelajaran pada anak nakal itu!" ujar Albert.

Mereka mulai mengangkat cutleries dan hendak memotong steak nya, namun sebuah suara mengehentikan nya.

"Halo Om, Tante, apa kabar.."

klang~

Dengan emosi Albert meletakkan pisau di tangannya hingga menimbulkan suara dentingan yang cukup keras.

"Anak kurang ajar! sapaan macam apa itu!" bentak Albert.

"Itu juga, baju macam apa itu!"

Celana jeans robek-robek, kaos oblong warna putih dan jaket yang selaras dengan celananya.

"Ehhmm.." Heka berdehem pelan saat melihat penampilan Chandra yang berubah drastis.

"Minta maaf!" seru Albert pada Chandra.

"Om, tante, maaf.."

"Margareth juga sudah lama menunggu mu!"

Margareth kaget karena namanya yang tiba-tiba disebut itu, dia mendongakkan kepalanya dan mendapati Chandra sedang menatapnya dengan tatapan tak suka.

"Pa, sudah. Gak baik teriak-teriak di depan makanan.." ujar lembut Rosa menenangkan suaminya itu.

"Sini, kamu duduk di sini.." ujar Rosa pada Chandra seraya beranjak dari duduknya.

'Apa-apaan ini!? kenapa malah jadi seperti ini?'

Hatinya memberontak, makanan yang dia telan seperti tidak masuk kedalam rongga mulutnya.

Margareth dengan tenang namun cepat-cepat untuk menghabiskan makanannya agar bisa segera pergi dari sana.

"Kau lihat itu Heka. Menyesal aku membawanya ke luar negeri. Rusak anak itu.." keluh Albert pada Heka.

"Makanya aku cepat-cepat pulang, aku tidak ingin Margareth mempunyai calon suami yang urakan," lanjutnya.

"Kau seperti tidak pernah muda saja. Wajar anak seusia mereka untuk bersenang-senang," sahut Heka.

Margareth melirik Ayahnya sekilas, lalu kembali fokus pada makanannya.

'Anak orang lain aja di maklumi,' gerutunya dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!