Di bawah sana, di atas rumput taman yang mengembun itu. Margareth masih terdiam disana. Dia menundukkan kepala untuk menyembunyikan air matanya.
Seperti yang Dion bilang, Margareth mempunyai julukan gadis beton karena tidak bisa menangis. Namun, bukankah untuk menangis kita harus memerlukan sebuah alasan?
Karena air mata tahu, dia jatuh untuk siapa. Tidak seperti hujan yang tidak tahu dia jatuh untuk siapa.
Ya, dan alasan yang cukup untuk membuat Margareth menangis adalah dia. Chandra adalah alasannya.
"Jangan membuat ku semakin membencimu, Kak," lirih Margareth.
Chandra berjongkok didepan Margareth. "Tunggu apa lagi kau?" tanyanya.
"Kau berharap aku membantumu untuk berdiri?" ujar Chandra sambil mendorong pundak Margareth dengan telunjuknya.
Margareth hanya bisa meremas rerumputan untuk menekan emosinya. Dia seperti gadis yang sedang dibully. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa diam dan menerima perlakuan kasar Chandra padanya.
Berdiri pun dia tidak bisa, karena lututnya yang terluka itu terasa perih saat dia bergerak.
"Margareth?"
"Hei, kau tak apa-apa?"
Margareth membelalakkan matanya menatap sosok yang saat ini berjongkok dan memegang kedua pundaknya itu.
"Kak Helmi?" lirih Margareth.
bugh!
Sebuah pukulan mendarat tepat di wajah Chandra dan membuatnya terlimbung. Darah segar juga mulai menetes dari sudut bibirnya.
"Kau yang membuatnya seperti ini!?" bentak Helmi.
Chandra menyeringai seraya mengusap sudut bibirnya yang berdarah.
"Apa itu sebuah salam pertemuan? kawan lamaku,"
"Maka aku harus menyapamu dengan cara yang sama,"
bugh!
Chandra membalas pukulan Helmi dan membuatnya bernasib sama sepertinya.
"Hentikan!" teriak Margareth.
Helmi langsung menoleh dan menghampiri Margareth yang sedang menangis ketakutan itu. Helmi meraih Margareth dan memeluknya.
"Maafkan aku," lirihnya.
Dia membopong Margareth dan membawanya pergi dari sana setelah melemparkan tatapan tajam pada Chandra.
"Sial!" umpat Chandra.
...****************...
Helmi membawa Margareth ke tempat yang membuat pikirannya kacau. Margareth tidak tahu situasi macam apa ini. Dan bagaimana bisa Helmi membawanya ke sini.
Margareth duduk di atas ranjang saat ini, sedangkan Helmi duduk di lantai.
Helmi membersihkan luka yang ada di lutut Margareth. Namun pemilik luka itu tidak menunjukkan rasa sakit sedikitpun.
"Kalo sakit bilang," ucap Helmi.
Tidak ada jawaban.
Helmi pun mengangkat kepalanya dan menatap Margareth yang memalingkan wajah menatap ke luar balkon itu.
"Re," panggil Helmi.
Namun lagi-lagi Margareth tak menjawabnya. Dia masih kesal dengan kejadian siang tadi saat Helmi membentaknya. Di sisi lain dia juga menginginkan penjelasan karena situasi saat ini.
"Maaf," lirih Helmi.
Dia berhasil mencuri perhatian Margareth. Kini Margareth menatapnya, meskipun dengan tatapan datar. Tapi Helmi merasa lega.
"Maaf untuk apa?" lirih Margareth kemudian kembali memalingkan wajahnya.
"Maaf karena aku telah membentak mu. Maaf karena aku melampiaskan emosiku padamu," jawab Helmi dengan yakin.
"Re.."
Helmi berdiri dan duduk di samping Margareth. Kemudian membekap wajah Margareth agar dia fokus padanya.
Margareth menatap Helmi dengan tatapan datar. Sebenarnya dia sudah tidak marah lagi, tapi melihat ekspresi wajah Helmi yang lucu itu membuat Margareth ingin menggodanya.
Margareth menghempas tangan Helmi, kemudian beranjak dari duduknya. Namun Helmi menarik lengannya yang membuatnya terjatuh kembali di atas kasur.
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkan ku?" kata-katanya terdengar serius.
Margareth mencengkeram sprei dan berusaha menahan diri agar tawanya tidak terlepas. Namun hal itu malah membuat matanya berkaca-kaca. Melihat hal itu tentu saja Helmi merasa panik.
"Hei, jangan menangis.." Helmi mengusap pipi Margareth.
Selesai. Margareth sudah berada di puncak kesabarannya. Dia tidak bisa menahannya lagi. Akhirnya diapun tertawa.
"Kau mengerjai ku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments