"Ibu...." ucapnya dengan nada gemetarnya.
"Sayang? Kenapa?" pertanyaan balik dari Maria.
Entah kenapa Dara benar-benar tak bisa mengatakan apapun. Hanya bisa menangis hal yang jarang Dara lakukan, bahkan dia lupa kapan terakhir kali menangis. Ingatan itu kembali saat saat dia di rundung di kelasnya. Saat itulah dia menangis, sudah lama sekali hingga hari ini.
"Tenang saja, ini hanyalah sementara," silir lirih suara itu masuk ke dalam telinga Dara.
"Dia kembali, dia kembali...." ucap Dara dengan nada yang semakin gemetar. Semakin gemetar dan ketakutan, wajahnya yang semua basah air mata kini beralih oleh keringat.
"Ini hanyalah sementara, Dara."
"TIDAK! Kenapa kamu tak mau meninggalkan aku sendiri! Pergilah dari sini!" teriakan Dara itu langsung melemparkan ponselnya.
Dara terasa seperti orang gila, dengungan serta suara bising ada di dalam pikirannya. Sosok lain dari dirinya seolah ingin keluar untuk menggantikan Dara. "Pergilah! Biarkan aku sendiri!" teriak Dara kembali.
Kamar yang semula rapi dan bersih kini berubah total. Buku-buku berserakan bahkan banyak kertas yang berceceran. Belum lagi ponselnya yang mati saat tengah menelpon ibunya, membuat Maria langsung tersadar ada yang tidak beres di saja.
"Dara! Dara! Halo? Dara!" teriak Maria.
Sesaat dia mencoba untuk menghubungi Dara kembali, tapi tak bisa tersambung oleh ponsel Dara. "Terjadi sesuatu di sana, kenapa apakah ada yang tau tentang kemampuan Dara?" gumam Maria.
Dengan cepat Maria keluar dari kamar nya, menuruni tangga lantas pergi ke bagasi. Raut cemas tak bisa Maria sembunyikan, lain sisi dia juga mencoba untuk menghubungi suaminya.
"Halo?" jawab suara serak dari balik ponsel Maria.
"Sayang, kamu ada di kantor? Kita harus bertemu sekarang. Ada yang aneh dengan Dara kita harus segera menemuinya," jelas langsung Maria.
"Ada apa?"
"Tak ada waktu di jelaskan! Aku akan pergi ke kantor mu segera!" teriakan Maria mengakhiri pembicaraan mereka.
Tak berselang lama Maria langsung sampai di kantor. Beberapa orang memberi hormat, tapi tidak dia hiraukan. Tak sabar Maria mulai naik ke ruang kerja suaminya.
"Gerda! Gerda!" teriak Maria langsung masuk ke ruang kerja Gerda begitu saja.
"Maria! Sudah aku bilang, tunggu seben-"
"Bagaimana bisa menunggu! Kamu yang me-"
"Maria, waktunya sekarang tidak tepat," sela Gerda langsung melirik ke beberapa orang di sana.
Rapat penting sekarang telah di adakan di ruangan Gerd. Maria langsung paham jika sia datang di waktu yang salah. Lain sisi, perasaan cemas tak bisa maria sembunyikan.
"Jika sudah selesai ayo kita pergi ke Akademi, aku janji tolong tunggu sebentar," ucap Gerda perlahan.
Helaan napas Maria lakukan. Beberapa saat kemudian dia pergi keluar tanpa menghilang langsung rasa cemasnya. Dengan ponsel yang masih di tangannya, Maria mencoba untuk menghubungi beberapa orang di sana.
Dua puluh menit selesai, sesuai yang du bilang Gerda mereka langsung pergi dari sana. "Kenapa kamu begitu cemas Maria, Dara tak selemah itu dia pasti baik-baik saja," ujar Gerda membuka pembicaraan di antara mereka.
"Bagaimana tidak, aku takut apa yang terjadi pada Dara saat itu terjadi lagi sekarang. Baga-"
"Tidak akan terjadi apapun, Dara itu lebih kuat dari apa yang kamu lihat Maria," sela Gerda.
Maria diam begitu saja tak ada jawaban. Gerda paham apa yang Maria lakukan karena dia malas berdebat dengan Gerda. Lain sisi Maria juga marah pada suaminya.
"Jika terjadi sesuatu pada Dara, itu adalah salah kamu. Kamu yang memaksa dia untuk tetap di sana kan? Padahal Dara sudah tak mau di awalnya," gumam Maria setelah beberapa saat berdiam.
Tak ada jawaban dari Gerda, dirinya tau jika istrinya tidak dalam keadaan marah. Apapun yang Gerda jawab, mereka hanyalah akan bertengkar dan memperburuk suasana.
Setengah jam perjalanan mereka akhirnya sampai di Akademi milik Dara. Tanpa pikir panjang Maria langsung pergi ke kantor sekertariat.
"Se- Maria? Gerda!" ucap salah seorang yang tengah bertugas di sana. Laki-laki setengah baya terlihat terkejut melihat sepasang suami-istri tersebut. "Kalian kemari? Saya memang dengar kalian memang memiliki putri yang masuk tahun ini, tapi sekarang belum jadwal untuk menjenguknya," lanjutnya.
"Mr. Owdin, saya tau Anda pasti akan selalu membantu. Putri saya, dia menangis lalu tak bisa di hubungi," ucap Maria langsung menjelaskan tujuan mereka kemari.
"Sebentar, ada masalah sesuatu dengan putri keluarga Caroline? Saya akan mengeceknya sebentar," jawabnya singkat.
Gerda hanya diam mengamati apa yang terjadi sekarang. Terlihat Gerda lebih tenang daripada Maria. Sesaat laki-laki itu mengetik sesuatu dari laptopnya. Lain hal dengan Maria dia tak bisa diam, Gerda malah duduk dengan tenang.
Wajah terkejut langsung tercipta dari laki-laki bernama Owdin itu. "Dara Caroline?" ucapnya meyakinkan anak yang di cari oleh Maria.
"Benar! Apa yang terjadi Mr. Owdin?!"
"Akun milik Dara Caroline di tangguhkan sementara. Dara Caroline, dia di taruhan oleh Damian Cardaiga pemimpinnya. Lalu kalah, dan sekarang di tangguhkan seme-"
"Secara tidak langsung, Dara bukanlah murid Akademi lagi!" ucapan menekan tepat pada Gerga. Wajah yang semula tenang kini malah terlihat marah. "Putri saya, di taruhkan oleh seseorang... Dan sekarang dia bukan lagi murid di Akademi?" tanya Gerda kembali.
Tanpa pikir panjang Gerda langsung pergi dari sana. Pergi ke lantai dua tepat di ruang guru. Beberapa dari mereka melihat Gerda yang terburu-buru masuk ke ruang kepala sekolah.
"Mr.Oscar," gumam Gerda.
"Selamat datang kembali, Gerda, lama tidak bertemu," ucapnya. Menampilkan senyuman tipis sembari menyatukan jemarinya satu sama lain. "Dulu kita bersama, tapi sekarang kamu memanggilku dengan sebutan Mr? Tidak-tidak, former dari Master tidak boleh seformal itu," lanjutnya.
"Tak peduli, saya mengajukan pernyataan pengunduran siswa secara mendadak itu adalah hal yang di perbolehkan!" ucap Gerda langsung.
Wajahnya memerah menahan marah. Dengan urat yang terlihat jelas pada lehernya. Tak ada tanggapan dari Oscar, dia malah tertawa ringan lantas memberikan sebuah buku kepada Gerda.
"Mungkin kamu lupa, pengajuan pengunduran diri hanya bisa di setujui oleh kepala sekolah."
"Saya tak harus menjelaskan lagi kenapa saya di sini kan, Oscar."
"Tidak," jawaban singkat Oscar tak pernah tersirat dari Gerda sebelumnya.
"Apakah ini pembalasan dendam Oscar? Masa kita sudah berakhir!"
Gerdaeric Caroline dan Oscar Shakespeare, adalah dua rival yang saling berdampingan. Sosok sembilan naga satu dan dua, bersama tapi tak menyatu. Keinginan Oscar untuk menjadi yang pertama selalu di gagalkan hingga akhirnya dia harus keluar setelah mempertaruhkan dirinya sendiri dan akhirnya kalah.
"Saya menjadi kepala sekolah itu cukup mudah membuat saya bosan Gerda, tak ada yang seperti kamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments