“ZOYA….” Gumam Dara saat melihat Zoya yang menghadang dririnya. “Kamu mau apa? Saya mau masuk kelas, permisi,” lanjut Dara mencoba untuk tidak menanggapi Zoya yang terlihat marahnya.
“KAMU! Kamu bilang tidak akan tertarik dalam sistem sekolah ini, parah kamu berlaga lugu mengalahkan ketua kelas mu sendiri tanpa malu,” ucap Zoya masih menjaga tangan Dara agar tidak pergi.
“Lepas, kamu menyakiti saya ya Zoya! Peraturan tidak boleh sa-”
“PERSETAN DENGAN PERATURAN! Kamulah yang membuat karir saya hancur seperti ini!” teriakan Zoya menambah genggamannya pada Dara.
Yang Dara sadari jika sikap Zoya tidak seperti biasa. Dara berusaha untuk melepaskan tangannya. Beberapa kali Dara meminta tolong pada anak yang lewat tapi seolah mereka tak mau ikut campur. Peraturan permainan nomor lima, segala perselisihan di selesaikan dengan permainan. Tentu saja mereka malas dalam permainan untuk orang yang tidak mereka kenal.
“IKUT AKU!” teriak Zoya langsung membawanya ke kamarnya sendiri.
“GAK! ZOYA!!!” teriakan Amora langsung di tarik Zoya ke kamarnya.
Sesaat mata Dara melebar, dirinya sekilas melihat wajah Zoya yang semakin aneh saja. Tanpa pikir Panjang Zoya langsung mengikat Dara, lantas mendudukannya di sebuah kursi. Cukup kuat bahkan Dara bisa melihat ruam mulai muncul di ikatan yang Zoya lakukan padanya.
“Kamu bisa di keluarkan langsung dengan tingkah buruk mu ini Zoya, lepaskan!” gertak Dara.
“Siapa yang peduli, selama tidak ketahuan boleh kan? Sama seperti yang kamu dan Damian lakukan,” timpal Zoya sembari sibuk dengan dirinya sendiri.
Kekehan pelan Zoya lakukan, membelakangi Dara yang masih terikat di sana. Perlahan Dara mencoba membuka ikatan yang ada di tangannya. Sesaat Zoya membalikkan badannya, terlihat jelas pisau mengkilap ada di tangan Zoya.
“Jangan, ZO-”
Sesaat ucapan Dara terhenti saat pisau itu langsung melayang di pipinya. Perasaan perih Dara tahan, melihat saat darah mulai mengalir dan langsung menetes ke tangannya. Napas Dara memburu seolah sesak napas dia rasakan. Tubuh Dara entah sejak kapan gemetar, lantas pikirannya kosong menjadi pusing.
‘”Apa ini? Kenapa sikap mu gak wajar? Hm… Ini lebih menarik dari yang aku bayangkan,” ucap Zoya dengan tawaan yang melantang.
Dara merasa gelisah, tangisan tak dapat dia sembunyikan saat Zoya malah semakin membuat luka di tangnnya. Tepat di tempat yang Dara bisa melihatnya secara jelas. Tambah sesak bagi diri Dara, tangisan tak berhenti mengalir dengan rasa pusing dan mual yang semakin menjadi. Keringat bercucuran dari Dara, tidak sampai sana beberapa kali Zoya memukul wajah Dara.
Lemas dari Dara, dia tak bisa memberontak lagi. Perasaan lemas menguasai tubuh Dara, dalam pikirannya dia hanya ingin tidur dan pingsan. Tak berselang lama, Zoya sepertinya sadar dengan keadaan Dara. Bukannya menyudahi, Zoya menarik rambut Dara kebelakang membuat dia dengan jelas menatap wajah Dara.
“Mau pingsan? Tidak bisa, kemarilah DASAR!” ucap Zoya langsung menarik rambut Dara lantas menariknya ke kamar mandi miliknya. Terlihat bathup yang sudah penuh terisi bahkan meluber sampai ke lantai. “Katanya kalua mau meninggal harus di bersihan dulu, jika benar maka sekarang aku akan memandikan mu, Dara,” ucap Zoya langsung menenggelamkan kepala Dara.
Tentu saja dalam sisa tenaganya Dara mencoba untuk memberontak. Tetap saja semuanya sama. Dia sama sekali tak bisa bergerak. Perlahan napas Dara terbuang percuma. Gelembung udara mulai memenuhi bak mandi itu. Air, hanya itu yang Dara ingat hingga sesaat dia memilih untuk menyerah.
‘Mama… Mama bilang aku akan baik-baik saja,’ batin Dara mulai menyerah dengan takdirnya.
Sesaat ingatan masa lalu Dara muncul begitu saja. Hal yang tidak pernah Dara pedulikan sebelumnya. Suatu saat awal dia datang di kota itu. Awal, dia datang saat dirinya masih kelas lima sekolah dasar. Banyak anak seusianya bermain di taman, dengan air taman yang memancur halus di antara mereka.
Saat itu semuanya berjalan lancar, hingga seorang anak laki-laki datang padanya. Siluet dari anak itu remang-remang Dara ingat. Sayang sekali, seperti bayangan wajahnya sama sekali tidak terlihat atau mungkin Dara yang tak ingat.
“Bagaimana? Bagaimana kamu bisa tau?” ucap anak laki-laki itu dengan menunjuk pada Dara.
“Penyihir! Penyihir!” teriaknya pada Dara.
“Kembali, saya tau kamu itu istimewa sama seperti saya DARA!” teriakan namanya malah membuat membuat Dara Kembali tersadar.
Ingatan masa lalu aneh, Dara tak ingat sebelumnya jika dia memiliki teman yang tau rahasianya. Tanpa di sadari, sesaat Dara di naikkan ke permukaan. William, entah dari mana dia datang memeluk Dara sesaat lantas menyelimutinya.
“Kamu dengar saya? Dara! Ayolah, saya sudah berjanji pada orang tuamu!” teriak William berusaha untuk menyadarkan Dara.
Berbeda dengan William yang Nampak panik dengan keadaan Dara, dirinya malah melihat William samar. Jangankan untuk berbicara dirinya bahkan tidak bisa mendengar William dengan jelas. Hanya wajah kabur yang Dara ingat setelah itu seketika kedaan gelap datang. Dara pingsan setelah lama perlakuan buruk Zoya pada dirinya.
Pelukan kuat William pada tubuh Dara yang sudah pingsan. Tanpa di sadari, seringai tercipta dari bibir William. “Bagus sekali, bisa semanis ini,” gumam William.
“William, kamu akan mengembalikan reputasiku ‘kan? Aku sudah melakukan apa yang kamu mau,” ucap Zoya yang ada tepat di belakang William.
“Kamu siapa? Ini adalah kejahatan kelas berat bahkan tak bisa di maafkan, kamu pelanggar ikrar,” ucap William hanya menoleh sebentar dengan posisi yang masih sama.
“Kamu curang! Kamulah yang menyuruh ku seperti ini!” teriak Zoya seolah tidak percaya.
“Ucapan tanpa bukti adalah penuduhan, kamu tau itu termasuk kejahatan juga.”
“Omong kosong macam ap ini! Kamulah yang menyuruh ku untuk seperti ini! Aku memilki bukti! Email kamu masih aku simpan!” teriak Zoya terus sembari membuka ponsel miliknya. Tak lama kemudian terlihat dengan wajah terkejutnya. “Mana mungkin… Hilang…..” gumam Zoya.
Masih dengan muka tak percaya Zoya mendekati William yang masih memeluk Dara. Sesaat terhenti saat ada seorang anak perempuan yang menahannya. “Kamu tidak boleh melaju lagi,” ucapnya singkat dengan wajah yang datar.
“Bagaimana jika aku tak mau! Minggir!,” teriak Zoya.
Belum sempat Zoya melangkah tangannya malah di putar ke belakang menampilkan wajah sakit yang tak bisa Zoya tutupi. Tak berselang lama, anak perempuan ini langsung memukul kepala Zoya dengan menggunakan kakinya sendiri.
“Sampah,” ucapnya saat merasakan tubuh Zoya yang lemas pingsan. “William, harus aku apkan dia,” lanjutnya.
“Jangan terlalu kasar padanya Chisel, lagipula ini tidak akan berhasil tanpa kebodohan darinya,” ujar William sembari beranjak dari duduknya. Membawa Dara di pelukannya. “Serahkan saja pada El, saya tak ingin melihatnya lagi. Berikan saja pada rapat dewan dan kamu tau keputusan ku itu apa, lakukan saja,” lanjutnya sembari membawa Dara pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments