Sehari sebelum pengumuman nilai ujian siswa, guru-guru di sana tengah ribut menginput data anak di kelas yang mereka didik. Tak termasuk Mr. Zeffran dirinya memang hanua guru biasa tak menjadi wali kelas tapi menjadi perbincangan hangat. Bagaimana tidak, permainan yang kalah dengan William bukanlah hal yang tabu dari seorang guru.
Mungkin terlihat itu adalah hal yang biasa, tapi egonya menjadi guru membuat harga diri Zeffran menjadi rendah di antara guru lainya. Mereka juga belum tentu bisa mengalahkan Willian, tapi saling olok merupakan hal yang biasa.
"Wah wah, Zefrran apakah kamu tak mendengar apa ucapan mereka? kamu tuli atau bagaimana?" tanya Elanor dengan badan gemulai yang dia senderkan pada batas tempat kerja Zeffran.
Zeffran menatap sinis Elanor yang masih mengeknya di saat levelnya jauh di bawah Zeffran.
"Bukankah kamu yang harus lebih berjaga Elanor? Saya seperti ini karena salah satu anak murid mu itu," jelas Zeffran masih terpaku pada layar komputernya. Sesaat dia melihat Elanor yang masih terjaga di sana, melihat Elanor yang nampak biasa saja. "Mungkin selanjutnya itu kamu," lanjutnya.
"Hohoho, tapi aku akan lebih cerdik dari kamu Zeffran, sayang sekali~" jawab Elanor santai.
"Ya, Mrs. Elanor Anda harus berhati-hati sekarang," ucap dari seseorang langsung langsung membuat mereka berdua terdiam.
Saat itu semuanya terdiam melihat melihat William yang datang dengan santainya. Tak berlangsung lama, senyuman senang dari Elanor berubah menjadi senyuman tipis. "Menarik."
Waktu berubah kembali saat Dara pergi ke rooftop untuk menemui Elanor.
“Mrs. saya ingin menantang Mrs. untuk meloloskan Dariel,” jawab Dara.
“Hmph, apa keuntungannya bagi saya. Kamu hanyalah seorang pendamping, kamu juga tak ada pangkat di kelas. Jikapun saya menang, tak ada keuntungan besar.”
Sesuai dugaan Dara, Elanor tak begitu tertarik dengan tawarannya. Dara juga tak bisa menggandeng Tery untuk krmbali. Andaikan Damian ada, dia pasti melakukan hal yang sama demi kemenangannya.
“Jika begitu bagaimana dengan saya? Maaf saya terlambat, Mrs."
Ucapan itu seolah tak asing bagi Dara, suara berat seperti yang sering dia dengar di awal saat dia masuk. William, benar saja kenapa dia di rooftop ini sebuah kebetulan yang sangat luar biasa.
Tatapan Dara terkejut juga tak percaya, "William? Ini aneh, kenapa kamu tiba-tiba ada di sini?"
"Saya melihat kamu pergi ke ruang guru dan terburu-buru ke rooftop, saya pikir kamu ada masalah dan sepertinya iya," jelas William memalingkan wajahnya pada Elanor.
"Oh? Saya pikir kamu bercanda, ternyata inu. benar," ucap Elanor sembari menatap tajam William. William tak mengatakan apapun, tatapan keduanya tanpa mengucapkan kata.
"William, seperti nya saya cukup sendiri ini adalah masalah kelas saya," jelas Dara masih menatap ragu pada William.
Amora masih ragu pada William meskipun dia sudah banyak membantu. Pasalnya terlalu banyak kebetulan menurut Amora.
"Kamu tak sadar Amora? Apa yang ingin kamu taruhkan dengan level segitu? Bahkan Mrs. Elanor tidak akan mau," ujar Willian langsung.
Itu menyadarkan Amora jika apa yang di katakan William itu benar. Sisi lain, Tery tidak mau mempertaruhkan dirinya sendiri. Mungkin akan lebih masuk akal jika Damian yang melakukan itu, apalagi Damian adalah pemimpin nya. Dia memiliki level di atas Amora. Ataupun Tery, dengan tugasnya sebagai ketua kelas.
William, ketua sembilan naga ini. Bukan hal yang baik menurut Amora, dia tak mendapatkan gelar itu secara percuma. Pasti banyak yang ingin melengserkan William, tapi dalam dua tahun dia masih bisa bertahan.
"Hei! Saya tak memiliki waktu yang cukup di sini! Cepatlah!" teriak Elanor.
"Anda memang tak sabar ya Mrs. Elanor, seperti biasa," balas William.
Sesaat dia mengulurkan tangannya, di dampingi dengan Dara. Yang William tidak tau jika Dara adalah seorang yang tidak biasa. Dia memiliki kemampuan untuk melihat semuanya secara detail, dan memperkirakan apa yang akan terjadi. Kelihatan curang membuat Dara tak mau menggunakan kekuatannya sembarangan, kecuali memang dia dalam posisi tertekan.
William dan Elanor saling berjaba tangan, tato berbentuk naga di sana terlihat bercahaya hingga mengikat. Drone pengawas pun datang dengan cepat. Bedanya, sekarang bukan hanya satu melainkan empat. di sebelah kanan dan kiri mereka, juga satu masing-masing di belakang untuk melihat.
"Anak sungut, kalian pikir kalian siapa? Cobalah untuk merelakan gelar mu nanti William," ucap Elanor dengan penuh percaya diri.
Bagaimana tidak posisi sembilan naga bisa di kaitkan posisi tertinggi dalam tatanan siswa. Para guru pasti berlomba untuk meruntuhkan William dari posisinya. Saat mereka berhasil melengserkan William, itu adalah batu pijakan yang baik bagi mereka.
Catur, permainan yang belum terlalu Dara kuasai dan sekarang di pilih oleh Elanor. Masalahnya papan itu milik Elanor, banyak hal yang membuat Dara ragu.
"Tunggu, saya ada tambahan lagi. Jika nanti saya ingin mengganti posisi saya dengan William, itu di perbolehkan karena sekarang saya adalah team," ujar Dara menggunakan rencana kedua jika mulai ada yang di rasa aneh menurutnya.
"Ck, tentu itu membuat ini akan lebih mudah," jawab Elanor.
Permainan berjalan, tapi entah kenapa Dara masih tak merasa tenang. Ada sesuatu yang janggal menurut Dara, tapi dia tak bisa mengetahuinya. Sebuah ingatan tiba-tiba datang, dia pernah melihat penggambaran yang aneh menurut Dara.
Tangan Dara dia ulurkan saat William akan mulai melajukan salah satu bidaknya. Telinga Dara berdengung seolah ada yang salah di sini. "Ini jebakan," bisik Dara. "Aku ingin menggantikan William di sini," lanjut Dara.
William terlihat terkejut debgan ucapan Dara, "Kamu pikir apa! Jangan main-main lah Dara," ujarnya dengan nada yang sedikit cemas.
"Tenanglah, aku juga tak mau di keluarkan dari sini," jawab Dara menggantikan William.
Saat inilah dia mengeluarkan kemampuannya. Dara sadar jika di bawah adalah sebuah magnet yang bisa menggerakkan pion serta memprediksi setiap gerakannya. Elanor menggunakan teknologi Ai yang ada di kacamatanya. Kacamata Elanor menampilkan sebuah biru bukan ungu hijau seperti kebanyakan kacamata.
Bibir Dara sedikit tersenyum melihat apa yang terjadi di depannya. Pemikirannya, sama seperti pemikiran Ai itu. "Jika kamu mau, ambil ini!"
Permainan alot terjadi, hingga malam datang tapi mereka masih saja bermain. permainan terakhir, bidak-bidak sudah mulai habis di antara keduanya. Hingga akhirnya Dara bisa menenangkan permainan itu.
Helaan napas panjang Dara lakukan, masih dengan wajah tak percaya Elanor. "KAMU CURANG!" teriak Elanor sembari membanting papan caturnya.
"Bukankah Anda yang melakukannya?" tanya balik Amora.
Dengan perasaan yang masih marah Elanor pergi. Sebelum itu, William menjaga tangan Elanor agar tidak pergi. "Anda jangan lupa kesepakatan ini, Mrs. Elanor."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments