Mr. Zeffran, Anda butuh bantuan?” tanya Dara menawarkan diri.
“Dara, tak apa saya bisa sendiri. Lebih baik kamu kembali dan memanfaatkan waktu sebentar untuk istirahat sebelum pelajaran selanjutnya,” ucap Zeffran sembari mengangkat beberapa barang.
Tanpa pikir Panjang Dara mengambil beberapa barang yang belum di angkat oleh guru olahraganya itu. Perlahan berjalan mengikuti nya. “Tak apa Mr. Zeffran, lagipula saya yang menawarkan diri.”
“Baiklah jika begitu, kamu taruh saja itu di gudang saya akan menyusul setelah mengumpulkan barang-barangnya di sini,” ucap Zefrran menunjuk ke arah peralatan olaharaga yang masih berserakan di lapangan.
Sesaat Dara berjalan, saat sampai di Gudang dia mendengar rintihan seseorang. Beberapa anak laki-laki tengah merundung seseorang di sana.
“Kalian! Apa yang kalian lakukan!” teriak Dara Spontan langsung melemparkan peralatan olahraga yang ada di tangannya. Sontak mereka melihat kearah Dara. “Ke-kenapa?! Dalam ikrar sudah di jelaskan jika tidak boleh saling menyakiti teman,” lanjut Dara.
Sejujurnya Dara juga takut khususnya melihat jika mereka adalah laki-laki yang jauh lebih kuat darinya. Dia mempercayai sistem sekolah ini apalagi saat melihat Zoya yang langsung di keluarkan setelah hampir membuhnya. Sesaat Dara merogoh sakunya, ingin mengambil ponsel untuk dia abadikan sebagai bukti kekerasan.
‘Tidak ada?!’ batin Dara saat ponselnya tidak ada di sana. Seingat Dara dia sudah membawanya, entah kenapa sekarang taka da.
“Kamu mencari sesuatu adik kecil?” ucap seorang laki-laki di antara mereka.
“Kalian tak bisa melakukan itu, ikrar bilang jika apapun permasalahan kalian harus di selesaikan dengan ikrar, tidak boleh saling menyakiti antar warga sekolah.”
“Sungguh? Dialah dulu yang berbuat curang, bukankah sama-sama melanggar ikrar?”
“Oh? Apakah kalian tak melakukan hal yang sama?” ucapan Dara seketika dengan nada yang berubah.
Dara melihat satu persatu anak laki-laki yang merundung itu, ingatan Dara seketika hadir kembali saat Damian membawanya di lapangan basket. Mereka juga berbuat curang, bahkan saling mengelabui yang lainya. Andaikan dia ,membawa ponselnya sekarang maka akan terlihat record yang sudah Dara rekam sebelumnya. Untuk sekarang tak ada, gertakan cukup untuk setidaknya membuat mereka takut.
Belum lagi tatapan Dara yang mencekam, pelajaran Damian saat di kamarnya langsung Dara terapkan di sini.
“Jika seperti itu, bagaimana jika saya menantang kamu. Jika kamu menang, akan aku lakukan apapun yang kamu lakukan, apapun,” tantang Dara mulai mengeluarkan pergelangan tangannya. Terlihat drari sana sebuah tato yang melingkar jelas di sana. “Tapi jika saya menang lepaskan dia dan jangan ganggu lagi,” lanjutnya.
Beberapa anak di sana tersentak melihatnya, apalagi tampilan Dara yang sangat percaya diri. “Heh mana mungkin aku melawan perempuan,” timpalnya.
“Tenang saja, aku ini mendukung keseteraan gender tau,” balas Dara cepat.
Anak laki-laki itu terdiam, mereka saling melihat satu sama lainnya. Sesaat dia mengulurkan tangannya untuk menggapai tangan Dara.
Senyuman tercipta dari Dara, keduanya sama-sama mengucapkan ikrar. Sebuah drone menandakan jika ini adalah permainan resmi.
“Karena kamu adalah anak perempuan jadi aku memperbolehkan permainan kamu yang tentukan,” ucapnya dengan lancang.
“Padahal sudah saya bilang jika saya mendukung kesetaraan gender,” ujar Dara sembari melihat tempat itu sekitar.
Dia tak memiliki bidak catur ataupun kartu untuk saat ini. Dari yang Damian ajarkan tentang beberapa Teknik untuk menang. Seketika Dara melihat keluar pintu Gudang itu. Ide muncul dalam benak Dara sebelunya. “Itu,” ucap Dara sembari menunjuk kea rah luar. Terlihat anak-anak di sana mulai kebingungan. “Maksud saya, coba tebak siapa yang akan datang yang tebakannya benar maka dia yang akan menang,” jelas Dara.
“Ha! Itu adalah masalah keberuntungan, bagaimana jika kamu dan aku sama-sama salah,” tanya yang anak laki-laki itu.
“Maka tebak hingga tebakannya benar, tapi saya tak yakin akan berakhir seri di sini,” lanjut Dara dengan penuh percaya diri.
“Baiklah aku menebak jika anak murid yang akan melewati ini,” jelas anak laki-laki itu.
“Mr. Zeffran,” jawab Dara singkat.
“Ha?”
“Kamu tak dengar? Yang akan datang adalah Mr. Zeffran,” jawab Dara dengan melipat tangannya.
Keduanya sama-sama terdiam, sesaat Dara melihat kea rah anak yang di rundung tadi. Masih duduk terpaku di sana dengan tangan yang dia arahkan ke balakang Dara memberikan kode pada anak itu. Perlahan untuk berjalan ke arahnya. Sesaat anak itu langsung beralih ke sebelah Dara.
Terlihat Dara yang terlihat tenang tapi tak bisa di pungkiri jika dirinya juga cemas. Tangannya berkeringat dengan sedikit gemetar. “Ayolah, ini hanyalah membuang waktu,” ujar salah satu anak mulai bosan dengan keadaan.
“Apakah kamu takut?” balas Dara masih percaya diri dengan pilihannya.
Dalam hal ini Dara takut jika nanti salah satu lawannya memilih permainan lain dimana Dara belum pernah mempelajari itu akan membuat presentasi kekalahan Dara semakin besar.
“Apa kamu bilang! Ini hanyalah membuang waktu apakah kamu tak bosan untuk melihat siapa yang a-“
“Dara, kenapa kamu sangat lama? Eh-! Kalian kenapa kalian di sini, bukankah kelas kalian tak ada olahraga hari ini?” sela suara dari seorang yang mereka tunggu.
Mr. Zeffran datang secara kebetulan karena menunggu Dara yang sangat lama membereskan peralatan olahraga sebelumnya. Sontak kedatangan Mr. Zeffran membuat anak-anak di sana terlihat sangat terkejut.
Kemungkinan dalam melakukan tebakan yang benar dalam sebuah keberuntungan ada satu banding seribu, apalagi saat anak laki-laki itu melakukan tebakan secara general sedangkan Dara melakukan spesifikasi orang.
“Ba-bagaimana mu- Ack!” teriakan anak laki-lai itu saat ikrar mengigat membuat Dara menang.
“Baiklah, aku menang, aku ingin kamu berhenti menggangu ku ataupun anak laki-laki ini. Itulah yang aku minta, lalu sekarang kita selesai,” ujar Dara kembali menampilkan senyumannya.
Sesaat anak-anak itu pergi tanpa mengucapkan apapun kembali, sedangkan Zeffran masih saja bingung denga napa yang terjadi.
‘”Apa yang terjadi di sini Dara?” tanya Zeffran kebingungan.
“Tidak ada Mr. Hanya sedikit membuat permainan,” jawab Dara menampilkan aura yang berbeda yang dia tampilkan sebelumnya. “Maafkan saya Mr. saya membuat Anda sebagai bahan taruhan,” lanjut Dara.
“Ha… Saya pikir kamu kenapa-napa karena terlalu lama, ternyata kamulah yang menang. Ini semuanya sudah saya bawa, kamu kembalilah ke kelas.
“Baik Mr. maaf sebelumnya saya tak membantu Anda.”
Sesaat Zeffran pergi dari sana, tanpa di sadar saat sudah sedikit jauh Zeffran masih melihat Dara dengan anak laki-laki yang sebelumnya di bully. ‘Sialan, inilah yang dia maksud rencana jangka panjang. Saya harap kamu bisa bertahan Dara.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments