Dengan perasaan yang masih marah Elanor pergi. Sebelum itu, William menjaga tangan Elanor agar tidak pergi. "Anda jangan lupa kesepakatan ini, Mrs. Elanor," ujar William.
Tanpa ucapan apapun lagi Elanor langsung saja pergi. Dara masih saja diam dengan tangan yang gemetar, juga keringat yang bercucuran. "Da-" Ucapan William terhenti saat melihat Dara tiba-tiba saja muntah di sana.
"Ini... Menegangkan sekali," ucap Dara dengan nada gemetar. Tak berselang lama Dara kembali pingsan.
Dia terlalu banyak menggunakan pemikirannya, tidak bisa di pungkiri untuk meningkatkan satu langkah di atas permainan tadi di atas mustahil. Terlalu lama bagi Dara, dia tak bisa membiarkan dirinya kalah apalagi di keluarkan. Hingga akhir Dara kembali ke UKS di sekolahnya.
Remang-remang Dara melihat tirai yang dia lihat sebelumnya, tak asing jika ingatan Dara adalah muntahan di rooftop membuat Dara mengerti sekarang ada dimana.
"Kamu sudah sadar?" pertanyaan yang menyambutnya saat bangun. Sama seperti sebelumnya, William yang masih menunggu Dara. "Kamu kenapa? Tak cukup membuat saya khawatir?! Kenapa tadi tiba-tiba muntah?" lanjut William.
Dara tak bisa berbicara, dia hanya menggerakkan badannya tak tau harus apa. "William, bagaimana dengan Mrs. Elanor?" tanya Dara menanyakan hasil dengan apa usaha yang sudah dia lakukan.
"Bukankah sudah cukup? Kamu perhatikan kamu di kamu dulu," ujar William membantu Dara untuk duduk.
Sesaat William memberikan air lemon hangat bagi Dara. Tatapan William pada Dara khawatir, tak bisa dia sembunyikan. Hal yang manis untuk di lakukan, tapi ada hal lain yang membuat Dara ragu untuk menerima semua perhatian dari William.
"Dara," ujar William memperhatikan Dara yang masih kosong. "Kemana Tery? Dia adalah ketua kelas kamu, bagaimana juga dengan Damian?" pertanyaan William sontak membuat Dara menatapnya sinis.
"Saya kesak denfan Tery, dia ketua kelasnya tapi menyerah begitu saja."
"Bagaimana dengan Damian?"
"Ceritanya panjang, intinya selama aku masih bisa sendiri aku akan melakukannya sendiri."
"Bagaimana dengan seperti tadi? Kamu tak sekuat itu contohnya tadi, jika aku tak mempertaruhkan diriku sendiri," jelas William.
Jawaban itu membuat Dara langsung terdiam. Tak bisa di pungkiri jika itu benar, tapi tak mungkin Dara meminta Damian untuk membantunya. Jangankan Damian yang egois, bahkan Tery tak mau.
"Tak tau," jawab Dara singkat.
Malam itu Dara di antar oleh William ke kamarnya, tentu saja dia menjadi buah bibir bagi anak-anak perempuan khususnya yang dekat dengan asrama Dara.
pagi harinya, semuanya berjalan normal. Saat Dara masuk ke kelasnya sebuah sambutan di rayakan sesaat Dara masuk ke kelasnya.
"SELAMAT DATANG!" teriak kompak anak kelas mereka.
"Dara! Terimakasih, aku lulus!" teriak Dariel langsung memeluk Dara.
"Tu-tunggu! ke-" ucapan Dara terhenti saat Dariel tak membiarkan Dara untuk berbicara.
beberapa dari mereka membuat Dara untuk menari tanda suka. Dara masih dalam mood yang belum kembali, sungguh itu adalah hal yang sangat tidak mengenakan bagi Dara.
"Tunggu, dengarkan apa yang kalian lakukan!" teriak Dara merasa cukup untuk pestanya.
Bagaimana mereka merasa baik-baik saja setelah kemarin dirinya berjuang sendiri. "Dengarkan, untuk selanjutnya saya tak bisa membantu kalian lagi nanti jadi saya harap selain berpesta seperti ini kalian juga harus belajar nanti," jelas Dara.
Semuanya terdiam saat itu, melihat Dara sebagai penghancur pesta. Tak berselang lama, Dariel datang menengahi mereka. "Ayolah Dara, sedi-"
"Bukankah ini karena kamu? Kamu harus lebih belajar Dariel lain kali tidak akan membantumu lagi," sela Dara.
Sungguh Dara tak mengerti dengan kelasnya. Saat mereka dalam masalah hanya saling menyalahkan satu sama lain, beda hal dengan sekarang. Pesta yang harusnya di adakan sebelum pelajaran tidak jadi di lakukan. Dara yang masih dengan perasaan kesalnya malah meninggalkan kelas dan pergi ke perpustakaan.
"Dara! Dara! Tunggu!" teriak seseorang menghampiri Dara yang akan melaju ke perpustakaan. Tery dia masih saja berani menghampiri Dara setelah apa yang terjadi
"Apapun yang terjadi, jangan berbicara pada ku dulu Tery, khususnya kamu. Sungguh mengecewakan!" ujar Dara dengan nada meninggi.
"Maaf! Saya baru saja kehilangan pendamping saya, saya tak mau kehilangan po-"
"Kamu tak pantas sebagai ketua jika satu anak kelas mu saja kamu tak bisa melindungi nya," sela Dara. Tatapan tajam Dara tak bisa si sembunyikan, Tery juga tidak melanjutkan ucapannya kembali. "Lihatlah William, setidaknya dia pantas di katakan sebagai ketua karena selalu ada saat anak di Akademi ini membutuhkannya," lanjut Dara.
"William, tapi aku tak sekuat dia," ujar Tery dengan nada yang pelan.
Dara masih menatap Tery tak percaya. Dia seperti menyerah pada keadaan. Dara yang sebelumnya kesal kini malah tambah marah. Selama Dara di sekolah, Dara tak pernah menemukan ketua kelas seperti Tery.
"Setidaknya berusaha untuk menjadi seperti dia, William tidak sekuat itu karena berdiam diri saja," jelas Dara langsung pergi dari sana.
Hari ini pelajaran kosong, kemungkinan setelah ujian hal yang sama di lakukan Akademi ini. Memang banyak yang berlibur ke pantai, pergi ke rumah, ataupun berenang. Lain hal dengan Dara yang sibuk memulai belajar di perpustakaan.
Sesaat Dara membaca buku tentang taktik yang kemarin Elanor buat. Ini adalah hal yang baru, bahkan menggunakan drone saja tidak akan mengidentifikasikan nya. Manget pada bawah papan membuat kecerdasan buatan itu tau di mana saja letak bidak dan memprediksi setiap gerakannya serta menyesuaikan bagaimana gerakan lanjutkan.
Dengan teliti Dara menggambarkan apa yang dia temukan. Dia tak bisa selalu memanggunakan keistimewaan nya untuk pertarungan seperti itu. Dara tak biasa menggunakan kekuatannya itu, mau tak mau Dara harus lebih mengasah kemampuannya.
"Bahkan hal rumit seperti ini bisa di gunakan, dasar," gerutu Dara masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Dara," panggil seseorang sembari menepuk pundak Dara.
Sontak Dara meremangkan badannya, tak sangka Nelson ada di sana. Nelson, dia adalah anak laki-laki yang Dara selamat dari pembully beberapa waktu lalu.
Dia adalah anak kelas dua, kakak satu tingkat di atas Dara. "Apa yang kamu lakukan di sini? Bukankah haru ini kosong? Lebih baik kamu menghabiskan waktu seperti tang lain menghibur diri," jelas Nelson sembari duduk di depan Dara.
"Bagaimana dengan kamu? Kamu di sini juga," balas Dara.
"Tak ada yang mau dengan ku, lagipula aku tak mau bertemu dengan beberapa anak yang sama," jawab singkat Nelson.
Benar, pembullyan adalah hal yang traumatik khususnya bagi korban. Terlihat Nelson yang begitu pendiam dia juga tak terlalu ahli dalam permainan membuat Dara bingung, dia masih bisa bertahan di sekolah gila ini.
"Nelson, kenapa kamu masih ada di sini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments